Ekonom Prediksi Ekonomi RI Tumbuh di Bawah 5 Persen Sepanjang 2025
PIER memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia atau Produk Domestik Bruto (PDB) melambat menjadi 4,5-5 persen sepanjang 2025.
IDXChannel - Permata Bank melalui Permata Institute for Economic Research (PIER) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia atau Produk Domestik Bruto (PDB) melambat menjadi 4,5-5 persen sepanjang 2025. Proyeksi itu lebih rendah dari 5,03 persen di 2024 dan proyeksi awal sebesar 5,11 persen.
"PIER memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi sepanjang 2025 akan melambat, lebih rendah dari target sebelumnya," ujar Chief Economist Permata Bank Josua Pardede di Jakarta, Kamis (15/5/2025).
Menurutnya, ketidakpastian perang dagang yang meningkat telah mendorong perusahaan untuk menunda investasi dan rencana ekspansi.
"Oleh karena itu, kami berharap pemerintah dapat merespons dengan kebijakan fiskal yang lebih ekspansif dan stimulus tepat sasaran, agar konsumsi dan investasi domestik kembali bergerak," katanya.
Pertumbuhan PDB Indonesia pada kuartal I-2025 tercatat sebesar 4,87 persen year-on-year (YoY), lebih rendah dibandingkan 5,02 persen pada kuartal sebelumnya dan menjadi laju paling lambat sejak kuartal III-2021.
Pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang biasanya menjadi motor utama ekonomi melambat tipis menjadi 4,89 persen YoY. Hal ini didorong oleh melemahnya daya belanja pada sub-komponen makanan & minuman serta transportasi & komunikasi.
Pertumbuhan investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) juga menurun menjadi 2,12 persen YoY, terutama karena melemahnya investasi pada bangunan & struktur serta mesin & peralatan.
Di sisi lain, belanja pemerintah mengalami kontraksi 1,38 persen YoY setelah pada tahun sebelumnya terdongkrak oleh aktivitas Pemilu, sementara ekspor barang & jasa meningkat dengan didukung oleh kinerja ekspor nonmigas yang lebih kuat.
Dari sisi sektoral, sektor pertanian mencatat pertumbuhan tertinggi, yakni sebesar 10,52 persen YoY, karena lonjakan produksi tanaman pangan seperti padi dan jagung.
Sektor manufaktur, yang merupakan tulang punggung ekonomi nasional, tumbuh stabil sebesar 4,55 persen, didukung oleh kuatnya permintaan ekspor di industri logam dasar.
Sektor perdagangan ritel mencatat pertumbuhan positif sebesar 5,03 persen berkat momentum musiman Ramadan, serta sektor jasa juga tetap solid didukung aktivitas pariwisata berkelanjutan.
Namun, sektor pertambangan mengalami kontraksi akibat aktivitas pemeliharaan di tambang emas dan tembaga, sementara sektor konstruksi melambat signifikan karena adanya realokasi anggaran pemerintah.
Josua menerangkan, ketidakpastian global akibat perang dagang yang sedang berlangsung diperkirakan akan menekan laju investasi dan konsumsi domestik. Lebih lanjut, adanya perang dagang tersebut juga akan memengaruhi pertumbuhan sektoral, meskipun dampaknya akan bervariasi.
Sektor dengan orientasi ekspor dan memiliki ketergantungan terhadap pasar AS yang relatif tinggi, seperti tekstil dan garmen, kulit dan alas kaki, elektronik, furnitur, dan produk karet, akan terkena dampak yang cukup signifikan dan dapat menurunkan pertumbuhan sektor tersebut di 2025 ini. Namun, sektor-sektor yang berorientasi pada pasar domestik, seperti jasa dan perdagangan diyakini masih akan menjadi motor utama pertumbuhan tahun ini.
“Meningkatnya kekhawatiran atas perlambatan pertumbuhan yang tampak lesu dapat membuka ruang bagi pelonggaran moneter. Jika ketidakpastian global mereda dan ekspektasi penurunan suku bunga The Fed menguat, maka Bank Indonesia dapat memangkas suku bunga acuan (BI-Rate) hingga 50 basis poin sepanjang sisa tahun ini,” kata Josua.
(Dhera Arizona)