Ekonom Sebut Varian Delta Dapat Merusak Pemulihan Ekonomi Negara Berkembang
Pembatasan tersebut telah menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi dan memberikan tekanan pada pertumbuhan dan pemulihan ekonomi di Indonesia dan global.
IDXChannel - Gelombang baru Covid-19 kini dipicu oleh varian Delta sangat menular, mendorong diberlakukannya kembali pembatasan dan penguncian wilayah di seluruh dunia untuk menekan tingkat kasus.
Pembatasan tersebut telah menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi dan memberikan tekanan pada pertumbuhan dan pemulihan ekonomi di Indonesia dan global.
Ekonom di Oxford Economics, Tom Rogers mengatakan memang varian delta yang menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi terlihat dari meningkatnya kasus di Amerika Serikat (AS) sejalan dengan memuncak juga di negara lain.
Beberapa negara bahkan tampaknya lebih bersedia untuk hidup dengan Covid-19 daripada menyiapkan strategi mengatasi virus itu.
"Dampak dari varian delta ke pemulihan (ekonomi) global tampaknya sederhana tetapi lebih merusak di pasar negara berkembang. Pandangan keseluruhan kami sedikit lebih lemah ke delta dan mungkin puncak siklus telah berlalu," kata Tom dalam Webinar Outlook Perekonomian Global dan Indonesia oleh Bappenas di Jakarta, Jumat (20/8/2021).
Oxford Economics juga menilai di wilayah Asia dengan vaksinasi yang lambat menahan pertumbuhan ekonomi. Melihat pangsa pasar global China telah meningkat, walaupun negara Asia-Pasifik sekarang tertinggal dalam penahanan covid. Wilayah Asia Pasifik akan tumbuh secara substansial pada 2021-2022.
Selain itu, Sung Eun-Jung, yang juga Ekonom di Oxford Economics mengatakan, cakupan vaksinasi yang rendah memperumit strategi negara Asia khususnya Indonesia keluar dari jeratan Covid-19.
Menurut Sung, tanda-tanda awal rebound permintaan domestik akan berbalik di Triwulan ke-2 meskipun ekspor juga kehilangan momentum. Pertumbuhan di bawah tren kemungkinan pada tahun 2021 walau berbasis menguntungkan, namun lebih lanjut menunda pemulihan pertumbuhan hingga 2022-2023.
Kebutuhan belanja fiskal akan mendorong rencana konsolidasi, meski begitu inflasi yang rendah dapat mendukung tingkat kebijakan moneter yang akomodatif.
"Kami memperkirakan adanya jaringan parut ekonomi yang signifikan dari pandemi, PDB pada tahun 2025 lebih tinggi dari perkiraan pra-pandemi," katanya.
(SANDY)