ECONOMICS

Ekonomi Diproyeksi Membaik 2024, Sri Mulyani Ingatkan Revisi Bisa Berkali-kali

Michelle Natalia 06/04/2023 13:09 WIB

Sri Mulyani menyebut lembaga-lembaga internasional memproyeksi kondisi ekonomi tahun 2024 secara global lebih baik, tapi prediksi bisa berubah berkali-kali.

Ekonomi Diproyeksi Membaik 2024, Sri Mulyani Ingatkan Revisi Bisa Berkali-kali. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, menyebut lembaga-lembaga internasional memproyeksi kondisi ekonomi tahun 2024 secara global lebih baik. Meski begitu, proyeksi itu bisa berubah berulang kali.

"Namun kita harus sedikit men-discount juga, karena proyeksinya terus direvisi. Yang namanya proyeksi ekonomi itu, lembaga-lembaga internasional revisinya bisa 4 kali dalam 1 tahun," ungkap Sri dalam Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2023 secara virtual di Jakarta, Kamis (6/4/2023). 

Seperti proyeksi ekonomi tahun 2023 diprediksi tahun lalu di bulan Oktober pada saat annual meeting. Kemudian di bulan Januari, mereka pun merevisi, dan dalam spring meeting di bulan April minggu depan akan ada muncul lagi atau mungkin digeser ke pertengahan tahun.

"Nanti, di bulan September-Oktober, ada revisi yang keempat. Dan nanti di Desember, pada saat sudah selesai direvisi, ya udah selesai gitu. Kalau revisinya berulang-ulang, ya berarti kalibrasinya menunjukkan bahwa banyak faktor yang tadinya tidak tertangkap di dalam modelling proyeksi mereka. Namun, at least sampai hari ini, kita Indonesia disebutkan oleh banyak sekali prediksi tahun depan akan relatif lebih baik," jelas Sri.

Dia melanjutkan, "relatif lebih baik, jangan lupa pada saat memasuki 2023, bapak Presiden menyampaikan karena beliau juga mendapatkan masukan dan bahan informasi, baik dari lembaga internasional dan kita semuanya, memang 2023 waktu itu diperkirakan sebagai tahun yang gloomy, makanya disebutnya kelam, gelap, dan resesi."

Dan memang hal ini yang kemudian yang terjadi di berbagai negara, terutama di Amerika Serikat (AS) dan Eropa, dimana dinamikanya menggambarkan arah ke sana kemungkinan akan terjadi. Di sisi lain, inflasinya mengalami puncak pada tahun ini di negara-negara maju, khususnya AS dan Eropa.

"Kenapa kalau di Eropa? Karena harga energi dengan perang Ukraina-Rusia dan di AS juga karena harga energi. Kalau bapak ibu sekalian di ruangan ini punya teman, keponakan, anak, saudara yang hidup di Eropa, pasti mereka bisa melaporkan kepada Anda bahwa tahun lalu betapa himpitan harga komoditas terutama energi melonjak sangat tinggi. Itu tidak semuanya ditembuskan ke rakyatnya," tambah Sri. 

Kalau mengikuti mekanisme pasar, harga energi tahun lalu di Eropa, dan di Inggris misalnya, naiknya bisa 3 kali lipat. 

"Sebagian di-pass through, naiknya bisa 2 kali lipat atau bahkan mendekati 2,5 kali lipat, sebagian diambil bebannya oleh pemerintah melalui berbagai subsidi. Itu yang dilakukan juga di negara yang biasanya melakukan mekanisme pasar murni," pungkas Sri. 

(FRI)

SHARE