Ekonomi Global Makin Sulit, Saatnya Pertanian Jadi Penopang RI
Pertanian selalu berhasil menjadi penyangga ekonomi nasional, bahkan di saat dunia tengah dilanda krisis dan guncangan ekonomi.
IDXChannel - Sektor pertanian masih menjadi andalan perekonomian Indonesia. Sebagai negara agraris sekaligus negara maritim, hasil-hasil pertanian bumi Nusantara masih menjadi tumpuan bagi lebih dari dua ratus juta masyarakat.
Saat ini, perekonomian global sedang tidak baik-baik saja. Terbukti dari menurunnya kinerja ekonomi sejumlah negara-negara maju.
Kinerja perdagangan internasional juga terindikasi lesu. Terlihat dari aktivitas ekspor-impor yang mulai menunjukkan pelemahan sepanjang April.
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kinerja ekspor impor RI tertekan 17,62% dengan nilai USD19,29 miliar dibandingkan bulan sebelumnya . Secara year on year (yoy), nilai ekspor juga mengalami penurunan 29,40%.
Jika ditelaah lebih lanjut, ekspor non-migas April 2023 tercatat sebesar USD18,03 miliar juga turun 18,33% dibanding Maret 2023, demikian juga turun 30,35% jika dibanding ekspor non-migas April 2022.
Di tengah kondisi serba tidak pasti ini, ketahanan pangan dan penguatan sektor pertanian menjadi urgensi yang tak terhindarkan.
Demi mendukung perbaikan tata kelola sektor pertanian, pemerintah baru saja meresmikan Sensus Pertanian 2023.
Namun, selama ini data pertanian dianggap tidak akurat. Hal ini bahkan disinggung Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pencanangan Sensus Pertanian 202
Presiden asal Solo ini meminta Badan Pusat Statistik (BPS) untuk terus memperbaharui data terkait sektor pertanian agar bisa menghasilkan kebijakan yang tepat.
Selama ini, data pertanian antar lembaga pun juga belum terkoordinasi dengan baik. Sensus Pertanian 2023 diharapkan dapat memperbaiki tata kelola data sektor pertanian di Tanah Air.
Sektor Pertanian, Tulang Punggung Ekonomi Negara
Struktur perekonomian Indonesia berdasarkan lapangan usaha tidak mengalami perubahan signifikan dalam lima tahun terakhir.
Pertanian selalu berhasil menjadi penyangga ekonomi nasional, bahkan di saat dunia tengah dilanda krisis dan guncangan ekonomi.
Lapangan usaha pertanian secara luas yang di dalamnya termasuk kehutanan dan perikanan masih menjadi salah satu kontributor utama perekonomian nasional.
Pertanian dan turunannya menyumbang rata-rata kontribusi sebesar 13,22% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia setiap tahunnya.
Data terbaru menunjukkan, PDB atas dasar harga berlaku (ADHB) sektor pertanian mencapai 11,77% pada kuartal pertama 2023 sebesar Rp 338,72 triliun.
Pertanian juga menjadi sektor paling banyak menyerap tenaga kerja domestik.
Jumlahnya mencapai 38,7 juta jiwa per Agustus 2022, dan menjadi yang terbesar dibanding lapangan pekerjaan utama lainnya. (Lihat tabel di bawah ini.)
Berbagai Tantangan Sektor Pertanian
Sensus Pertanian 2023 (ST2023) menjadi gelaran sensus ke-7 sepanjang sejarah berdirinya republik Indonesia.
Sensus ini dilakukan untuk mengakomodir variabel yang dibutuhkan untuk kelengkapan data pertanian.
Berkaitan dengan hasil sensus, minimnya pemanfaatan data bagi praktik pertanian di Indonesia perlu menjadi konsen berbagai pihak terkait.
Di samping itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menyoroti waktu pelaksanaan survei pertanian yang membutuhkan jeda waktu 10 tahun.
Presiden bahkan secara khusus meminta agar sensus pertanian dipercepat 5 tahun sekali.
Jeda waktu yang lama ini membuat akurasi data pertanian menjadi dipertanyakan.
Bila sensus dipercepat, maka data yang akan didapatkan dapat lebih akurat dan mutakhir.
Sejalan dengan alasan presiden, ini karena adanya fakta lemahnya akurasi data pertanian terkait penyaluran subsidi pupuk petani yang dianggap kurang tepat sasaran.
Presiden menyoroti jumlah anggaran untuk pupuk bersubsidi jumbo dalam 10 tahun terakhir, namun dampak terhadap kenaikan produksi pertanian masih minim.
Padahal, anggaran subsidi pupuk juga menjadi yang terbesar untuk anggaran subsidi non-energi. (Lihat grafik di bawah ini.)
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2022, pemerintah bahkan mengalokasikan dana subsidi non energi Rp72,93 triliun yang porsinya mencapai 35,24% dari total belanja subsidi. Dari dana tersebut, subsidi pupuk menjadi yang terbesar senilai Rp 25,3 triliun.
Di sisi produktivitas, terutama untuk tanaman padi, tahun lalu Indonesia mencatatkan produksi 54,75 juta ton gabah kering panen (GKP) sepanjang 2022.
Perolehan ini naik 333,68 ribu ton atau 0,61% dibandingkan produksi padi tahun sebelumnya sebesar 54,42 juta ton GKP.
Produksi beras periode yang sama untuk konsumsi pangan masyarakat juga mencapai 31,54 juta ton.
Besarnya juga mengalami kenaikan sebanyak 184,50 ribu ton atau 0,59% dibandingkan produksi tahun sebelumnya sebesar 31,36 juta ton.
Ironis, di tengah produksi nasional yang surplus ini, Indonesia tercatat mengimpor beras sebanyak 429.207 ton sepanjang 2022. Angkanya bahkan meningkat 5% dibanding tahun sebelumnya secara yoy.
Indonesia mengimpor beras paling banyak dari negara India, dengan jumlah mencapai 178,5 ribu ton. Diikuti Pakistan, Vietnam, Thailand, dan Myanmar. (Lihat grafik di bawah ini.)
Sementara untuk sektor pertanian lain yang termasuk dalam hasil perkebunan seperti hasil sawit mengalami kelesuan sepanjang tahun lalu.
Menurut data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), produksi minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) Indonesia sebesar 46,73 juta ton pada 2022.
Jumlah tersebut menurun 0,34% dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 46,89 juta ton.
Produksi CPO mengalami tren penurunan sejak 2020 hingga 2022 yang disebabkan adanya beberapa faktor. Di antara lain cuaca ekstrem basah, lonjakan kasus Covid-19, perang Ukraina-Rusia, harga minyak nabati, minyak bumi dan pupuk tinggi, kebijakan pelarangan ekspor produk minyak sawit, serta rendahnya pencapaian program peremajaan sawit rakyat (PSR).
Tantangan lainnya, tenaga kerja sektor pertanian terus menunjukkan tren penurunan dalam satu dekade terakhir.
Pada 2011, tercatat ada 29,18% pemuda yang bekerja di sektor pertanian. Namun, angkanya merosot menjadi sebesar 19,18% pada 2021. Ini menyebabkab tenaga kerja pertanian Indonesia kalah dengan beberapa negara Asia Tenggara.
Menurut ASEAN Statistics Division, Indonesia menempati urutan keenam negara dengan proporsi tenaga kerja pertanian tertinggi di Asia Tenggara dengan proporsi tenaga kerja pertanian hanya 29,8% pada 2020.
Posisi Indonesia berada di bawah Kamboja dengan proporsi tenaga kerja pertanian sebesar 32,1%. Sedangkan, Myanmar menjadi negara yang memiliki proporsi tenaga kerja pertanian paling tinggi di Asia Tenggara, yakni 48,9%.
Kesejahteraan petani juga mulai terancam di tengah era inflasi tinggi dan naiknya harga-harga kebutuhan pokok.
Tercatat Nilai Tukar Petani (NTP) April 2023 tercatat menurun 0,24% dibanding NTP bulan sebelumnya sebesar 110,58.
Sebagai informasi, NTP adalah perbandingan indeks harga yang diterima petani) terhadap indeks harga yang dibayar petani.
NTP merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kemampuan atau daya beli petani di perdesaan.
NTP juga menunjukkan daya tukar (terms of trade) dari produk pertanian dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi.
Belajar Intergrasi Data Pertanian Dari India
Penggunaan dan pemutakhiran data pertanian dapat membantu petani beradaptasi dengan pengembangan teknologi pertanian.
Sebagai contoh, India, merupakan salah satu negara yang secara konsisten melakukan pengembangan sektor pertanian dengan memanfaatkan data dan perkembangan teknologi.
Pada September 2021, pemerintah India mencanangkan 'Misi Pertanian Digital 2021–2025' sebagai blueprint untuk mengawinkan antara pemutakhiran data pertanian dan teknologi.
Inisiatif ini bertujuan untuk memanfaatkan berbagai teknologi mulai dari AI, blockchain bersama dengan teknologi drone untuk meningkatkan kinerja keseluruhan sektor ini.
Menindaklanjuti hal tersebut, pemerintah membentuk AgriStack, instrument yang tergabung dalam India Digital Ecosystem for Agriculture (IDEA) yang bekerja sama dengan beberapa perusahaan raksasa teknologi termasuk Microsoft dan Amazon.
AgriStack akan dikembangkan menjadi pusat data dan informasi bagi para petani untuk meningkatkan praktik pertanian maupun produktivitas.
Bahkan pemerintah India telah menandatangani MoU dengan sejumlah perusahaan teknologi seperti Microsoft India, Amazon Web Services (AWS), ESRI India,Star Agribazaar, Patanjali Organic Research Institute Private Limited, JIO Platforms Ltd, ITC Limited, Cisco Commerce India Pvt Ltd, NCDEX e-Markets Ltd (NeML), Ninjacart – 63Ideas Infolabs Pvt Ltd, Artificial Intelligence Unit of National Entrepreneurship Network (Wadhwani AI) untuk mendukung program ini. (Lihat tabel di bawah ini.)
Dalam hal ini, Kementerian Pertanian India memainkan peran penting untuk menjembatani antara petani kecil dan perusahaan teknologi dalam menciptakan dan mengembangan infrastruktur pertanian berbasis data dan diharapkan berimplikasi besar bagi banyak industri dan perekonomian nasional.
Ini dapat menjadi percontohan bagi pemerintah Indonesia untuk mulai dengan serius memutakhirkan data pertanian dan mengintegrasikannya dengan perkembangan teknologi.
Di tengah ancaman krisis dan volatilitas global, penguatan sektor pertanian menjadi pilihan utama yang perlu digencarkan agar ekonomi nasional tetap bergeliat dan dapat bertahan di tengah senjakala era windfall komoditas tambang dan energi. (ADF)