Ekonomi India Tumbuh 7,8 Persen di Triwulan I-2025
Perekonomian India secara tak terduga tumbuh 7,8 persen tahun-ke-tahun pada kuartal April-Juni.
IDXChannel - Perekonomian India secara tak terduga tumbuh 7,8 persen tahun-ke-tahun pada kuartal April-Juni. Angka ini meningkat dari 7,4 persen pada tiga bulan sebelumnya, menurut data pemerintah yang dirilis pada hari Jumat.
Dilansir dari laman Hindustantimes Jumat (29/8/2025), India menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia, karena tingkat pertumbuhan PDB China pada bulan April-Juni mencapai 5,2 persen dan Amerika Serikat sebesar 3,3 persen.
Sebelumnya ekonom memperkirakan laju pertumbuhan PDB India akan melambat menjadi 6,7 persen pada triwulan I, dan bahwa perekonomian akan terus melambat akibat tarif ekspor AS sebesar 50 persen.
Namun sebaliknya, negara dengan perekonomian terbesar keempat di dunia ini justru mengalami ekspansi ke level tertinggi sejak Januari-Maret 2024, yaitu sebesar 8,4 persen year-on-year.
Adapun Nilai tambah bruto (NVA), tidak termasuk pajak tidak langsung dan subsidi naik 7,6 persen diprediksi pada triwulan I-2026, dibandingkan dengan 6,8 persen pada triwulan IV-2025 dan 6,5 persen pada triwulan I-2025, menurut data pemerintah.
Berikut pertumbuhan PDB India, berdasarkan Sektor (Tahunan): Pertanian diperkirakan tumbuh 3,7 persen pada triwulan I-2026 dibandingkan dengan 1,5 persen pada triwulan I-2025
Lalu manufaktur diperkirakan tumbuh 7,7 persen pada triwulan I-2026 dibandingkan dengan 7,6 persen pada triwulan I-2025.
Awal bulan ini, Bank Sentral India (Reserve Bank of India) memproyeksikan tingkat pertumbuhan PDB riil India sebesar 6,5 persen untuk tahun 2026, yakni di antaranya triwulan I sebesar 6,5 persen, triwulan II sebesar 6,7 persen, triwulan III sebesar 6,6 persen, dan triwulan IV sebesar 6,3 persen
"Pertumbuhan PDB yang sangat sehat pada kuartal pertama telah mendapat dorongan sementara dari deflator yang sangat lunak, belanja pemerintah yang dibebankan di awal (tidak seperti tahun lalu), serta ekspor yang dibebankan di awal ke AS," ujar Madhavi Arora, Ekonom Utama di Emkay Global, dalam sebuah catatan pada hari Jumat.
"Beberapa faktor ini akan berbalik seiring kita melangkah maju. Selain itu, dampak makro yang efektif dari pengenaan tarif 50 persen akan mulai dirasakan melalui ekspor dan memiliki efek domino pada lapangan kerja, upah, dan konsumsi swasta. Hal ini dapat semakin melemahkan prospek investasi swasta dan menghambat pertumbuhan," ujar dia.
Namun, secara sekilas, efek deflator yang lebih lunak dan beberapa penyangga konsumsi dari pemotongan Pajak Barang dan Jasa (GST) dapat mengimbangi dampak pertumbuhan PDB riil seiring kita memasuki tahun kalender 2026.
(kunthi fahmar sandy)