Ekonomi Indonesia 2026 Diproyeksi Tumbuh di Atas 5 Persen, Ini Penopangnya
Optimisme ini didukung oleh inflasi yang terkendali, surplus neraca perdagangan, serta konsumsi rumah tangga yang tetap kuat.
IDXChannel - Pemerintah optimistis perekonomian Indonesia akan tumbuh solid di atas 5 persen pada 2026.
Optimisme ini didukung oleh inflasi yang terkendali, surplus neraca perdagangan, serta konsumsi rumah tangga yang tetap kuat.
Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) pada Oktober 2025 berada di level 121,2, sementara sektor manufaktur terus berada di zona ekspansi dengan PMI Manufaktur November 2025 sebesar 53,3.
Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Haryo Limanseto mengatakan, pemerintah mencatat kinerja investasi dengan realisasi mencapai Rp1.434 triliun atau tumbuh 13,9 persen secara tahunan (YoY) serta menyerap 1,95 juta tenaga kerja sepanjang tahun berjalan.
Pada kuartal III-2025, realisasi investasi juga meningkat signifikan hingga Rp434 triliun, melonjak 58 persen YoY. Pemerintah menilai pertumbuhan tersebut didorong oleh strategi hilirisasi industri dan percepatan pengembangan ekosistem kendaraan listrik.
“Kita fokus pada pengembangan hilirisasi industri untuk meningkatkan nilai tambah, termasuk penguatan ekosistem kendaraan listrik,” ujar Haryo di Jakarta, Jumat (12/12/2025).
Pemerintah mencatat sektor hilirisasi memberikan dampak nyata, terutama pada komoditas nikel. Ekspor nikel dan produk turunannya melonjak dari USD3,3 miliar menjadi USD33,9 miliar, atau naik sepuluh kali lipat dalam beberapa tahun terakhir.
“Lonjakan ini membuktikan bahwa hilirisasi mampu menciptakan nilai tambah besar bagi perekonomian nasional,” kata dia.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2026 berada di kisaran 5,2 persen. Menurutnya, ketahanan ekonomi Indonesia relatif kuat karena ditopang konsumsi domestik yang dominan, sehingga risiko resesi tetap rendah.
Dia menilai sinergi kebijakan fiskal dan moneter menjadi faktor penting untuk menjaga momentum pemulihan, terutama di tengah potensi penurunan BI Rate yang dapat memberikan ruang lebih besar bagi peningkatan investasi.
Meski demikian, Josua mengingatkan risiko global tetap perlu diantisipasi, seperti fluktuasi harga komoditas, kebijakan tarif perdagangan Amerika Serikat (AS), serta pelemahan permintaan dunia.
“Digitalisasi dan ekonomi hijau menjadi peluang ekspansi baru, tetapi pemerintah tetap harus menjaga konsumsi dan mempercepat investasi strategis,” katanya.
Senada dengan Josua, Ekonom Senior Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal Hastiadi juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi 2026 akan berada di atas 5 persen. Namun, dia menekankan pentingnya kehati-hatian dalam menjaga kualitas pertumbuhan.
Dia menerangkan, hilirisasi disebut sebagai tahap awal dalam strategi pembangunan industri nasional. Setelah berhasil mendorong nilai tambah melalui hilirisasi berbasis komoditas, Indonesia perlu memasuki fase selanjutnya, yakni mengembangkan industrialisasi baik di sisi upstream maupun downstream.
Meskipun sektor tambang kerap menjadi low-hanging fruit karena cepat memberikan hasil, ketergantungan pada satu sektor tidak cukup untuk menciptakan fondasi ekonomi yang tangguh.
Untuk itu, kata dia, pemerintah dan pelaku industri dinilai perlu mulai melakukan diversifikasi sektor investasi sebagai bagian dari upaya staging away menuju transformasi ekonomi yang lebih berkelanjutan.
“Hilirisasi adalah titik mula, bukan tujuan akhir. Kita harus naik kelas dengan membangun industri upstream dan downstream secara seimbang agar ekonomi tidak hanya bergantung pada komoditas tambang,” ujarnya.
Dia juga menekankan pentingnya strategi diversifikasi investasi. “Kita perlu mulai bergeser ke sektor-sektor yang lebih berkelanjutan dan berdaya saing, sehingga transformasi ekonomi tidak berhenti di hilirisasi saja,” kata Fithra.
(DESI ANGRIANI)