ECONOMICS

Empat Kementerian Gotong Royong Selamatkan Sritex dari Pailit, Ini Sejumlah Upayanya

Tangguh Yudha 02/11/2024 13:15 WIB

Sritex (SRIL) dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang pada Senin 21 Oktober 2024. Pemerintah berupaya menyelamatkan perusahaan tekstil tersebut.

Empat Kementerian Gotong Royong Selamatkan Sritex dari Pailit, Ini Sejumlah Upayanya. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang pada Senin 21 Oktober 2024. Presiden Prabowo Subianto langsung memerintahkan empat kementerian untuk mengupaya penyelamatan perusahaan tekstil tersebut.

Kementerian yang dilibatkan yaitu Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, bersama dengan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Menteri Tenaga Kerja.

Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan pemerintah telah menyiapkan sejumlah langkah antisipatif. Dia melanjutkan, pemerintah akan segera mengambil langkah untuk menyelamatkan karyawan dari pemutusan hubungan kerja (PHK) serta mengusahakan agar operasional perusahaan tetap berjalan.

Menperin juga mengaku telah membahas tentang problematika yang dihadapi oleh perusahaan tekstil terbesar di ASEAN tersebut sekaligus menggali historical background-nya. Selain itu, ia menyinggung tentang langkah yang akan diambil, baik saat perusahaan menang kasasi atau kalah kasasi.

"Saya tadi sudah panggil Sritex pagi-pagi, jam 9.30. Saya sudah menggali terhadap historical backgroundnya seperti apa dan menggali langkah-langkah ke depan yang bisa kita ambil seperti apa. Jadi, kita sudah membahas kemungkinan kalau kasasi menang seperti apa dan kemungkinan kalau kasasi kalah seperti apa," kata Menperin beberapa waktu lalu.

"Dari dua kemungkinan tersebut pemerintah memiliki komitmen yang sama, yaitu bagaimana tenaga kerja itu diselamatkan, bagaimana perusahaan bisa tetap operasional, tetap lakukan proses produksi dan tetap tidak ada PHK. Jadi, kalau opsi kasasi menang dan opsi kasasi kalah itu nanti langkahnya berbeda," katanya menambahkan.

Menperin menyebut, dari pembahasan yang dilangsungkan, langkah yang paling imediat yang harus betul-betul diambil yaitu membuat Sritex tetap bisa beroperasi dan mengeluarkan hasil produksinya dari pabrik. Menurutnya, ini penting dilakukan untuk menjaga nama baik Sritex di pasar dunia.

Selain itu, Agus membahas tentang homologasi, yaitu persetujuan antara debitor dan kreditor untuk mengakhiri kepailitan. Ia menegaskan bahwa pemerintah akan tetap mengedepankan apa yang sudah disepakati antara sritex dengan para kreditur, baik itu kreditur tier 1, 2, atau 3 dan memastikan tidak ada pembahasan bailout dalam pertemuan.

"Kami sudah menggali seperti apa komitmennya dan seperti apa kemampuan dari Sritex untuk menjalankan homologasi itu. Dan saya kira, saya melihat bahwa mereka punya komitmen yang tinggi dan akan mampu untuk menjalankan kesepakatan yang ada di homologasi," ujar Menperin.

"Kita tidak bicara soal bailout atau yang lain-lain. Kalau permasalahan hukumnya di kasasi Sritex menang skemanya nanti seperti apa, kalau Sritex kalah kasasi hingga PK langkahnya akan berbeda nanti. Tetapi belum bisa saya sampaikan. Yang pasti pemerintah sudah siap dengan segala kemungkinan penyelesaian hukumnya, tapi kembali lagi bahwa saya berharap kepada homologasi," tuturnya.

Adapun keputusan kepailitan Sritex tertuang dalam putusan perkara Pengadilan Negeri (PN) dengan nomor 2/Pdt.Sus- Homologasi/2024/PN Niaga Smg.

Dalam kasus ini, pihak pemohon pailit menyebutkan bahwa Sritex lalai memenuhi kewajiban pembayarannya. Perusahaan tekstil yang telah beroperasi selama 36 tahun tersebut telah mengalami masalah keuangan sejak tahun lalu, ketika utang telah melampaui aset.

Sritex diketahui memiliki utang dengan total mencapai hampir USD1,6 miliar atau setara Rp25 triliun. Melansir laporan keuangan perusahaan, hingga 30 Juni 2024 Sritex memiliki utang sebesar USD1,6 miliar, yang terdiri dari utang jangka panjang sebesar USD1,47 miliar (Rp23 triliun) dan utang jangka pendek sebesar USD131,42 juta (Rp2 triliun).

Dari total utang tersebut, sekitar 51,8 persen merupakan utang bank, yakni mencapai USD810 juta atau setara Rp12,7 triliun, dengan dominasi utang diberikan oleh PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) atau BCA sebesar USD82 juta atau sekitar Rp1,28 triliun.

Sritex mengungkapkan penyebab utamanya yang melilit perseroan yaitu turunnya penjualan di industri tekstil. Kondisi geopolitik perang Rusia-Ukraina serta Israel-Palestina menyebabkan terjadinya gangguan supply chain dan penurunan ekspor karena adanya pergeseran prioritas oleh masyarakat di Eropa maupun AS.

Alasan kedua yaitu lesunya industri tekstil terjadi karena banjir produk tekstil di China. Hal ini menyebabkan terjadinya dumping harga, di mana produk-produk berharga lebih murah dan menyebar ke negara-negara yang longgar aturan impornya, salah satunya Indonesia.

Penyebab ketiga karena adanya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Aturan tersebut dituding jadi biang kerok yang menyebabkan industri tekstil dalam negeri sengsara.

(Febrina Ratna)

SHARE