ECONOMICS

Enam Catatan Ekonomi RI Biar Tak Loyo, Hati-hati Ada Inflasi!

Desi Angriani 08/08/2022 07:20 WIB

Untuk memitigasi risiko penurunan pertumbuhan ekonomi, INDEF memberikan beberapa poin catatan evaluasi dengan harapan ekonomi Indonesia dapat bertahan

Enam Catatan Ekonomi RI Biar Tak Loyo, Hati-hati Ada Inflasi! (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) memproyeksikan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2022 akan mengalami penurunan. Untuk memitigasi risiko penurunan pertumbuhan ekonomi, INDEF memberikan beberapa poin catatan evaluasi kinerja ekonomi dengan harapan ekonomi Indonesia dapat bertahan di tengah meningkatnya tensi ketidakpastian global.

Berikut catatan INDEF dalam rilis resmi yang dikutip Minggu (7/8/2022):

1. Lebaran penyelamat perekonomian

Momentum musiman, yaitu adanya lebaran menjadi faktor utama pendorong kenaikan pertumbuhan ekonomi triwulan II 2022. Terlebih lagi pada situasi lebaran tahun ini mencatatkan rekor mudik terbesar melampaui mudik 2019. Ketiadaan momentum hari besar keagamaan sebesar lebaran 2022 pada triwulan III berisiko membuat laju konsumsi rumah tangga melambat. Lebih dari itu, tekanan inflasi di triwulan III juga semakin meningkat yang mulai berdampak pada tergerusnya daya beli.

2. Kinerja konsumsi pemerintah di zona merah

INDEF mencatat dua triwulan berturut-turut kinerja pengeluaran konsumsi selalu tumbuh negatif. Pada triwulan II 2022 pengeluaran konsumsi pemerintah tumbuh -5,24 persen yoy, melanjutkan rapor merahnya di triwulan I 2022 yang juga tumbuh negatif sebesar -7,59 persen yoy. Kinerja stimulasi belanja APBN yang tidak optimal mendorong perekonomian dan sangat disayangkan mengingat konsumsi pemerintah merupakan salah satu akseleran penting dalam memacu pemulihan ekonomi dari pandemi. Masalahnya, justru pada sisi belanja pemerintah inilah percepatan itu tidak terjadi.

3. Sektor dominan masih berkinerja lamban

Adapun empat sektor ekonomi yang memiliki kontribusi double digit bagi pertumbuhan ekonomi (yaitu sektor industri, pertambangan, pertanian, dan perdagangan) kesemuanya tumbuh di bawah pertumbuhan ekonomi triwulan II 2022 (5,44 persen yoy). Padahal secara distribusi pertumbuhan keempat sektor tersebut mendominasi PDB (Produk Domestik Bruto) hingga 56,59 persen). Dengan masih lambannya pertumbuhan sektor-sektor yang mendominasi PDB ini, menggambarkan masih adanya belenggu persoalan yang menjadi batu sandungan bagi pemulihan di masing-masing sektor. 

"Dengan kondisi demikian sesungguhnya masih ada ruang ke depan untuk bisa mendorong empat sektor penopang utama pertumbuhan ekonomi Indonesia ini agar mampu tumbuh lebih tinggi atau bahkan kembali ke jalur pertumbuhan rata-rata di atas pertumbuhan ekonomi nasional guna memperkuat daya tahan ekonomi dari ancaman resesi perekonomian global ke depan," tulis INDEF.

4. Windfall ekspor jangan kendor

Tekanan inflasi yang meningkat di negara-negara mitra dagang utama Indonesia bisa berisiko menggerus surplus di periode dua triwulan mendatang. Ketika daya beli negara mitra dagang utama tertekan, maka konsekuensinya permintaan barang dan jasa bisa saja berkurang. Persoalan berpotensi lebih rumit karena implikasinya dapat menjalar ke pundi-pundi cadangan devisa yang berisiko ikut menyusut. Kenaikan ekspor ini ditandai dengan meningkatnya total ekspor dari USD102,88 miliar pada Januari-Juni 2021 yang lalu menjadi USD141,07 miliar pada Januari-Juni 2022 atau terjadi kenaikan 37,11 persen. 

5. Tekanan global berisiko membesar

Sungguh pun perekonomian triwulan II 2022 mampu tumbuh di atas 5 persen dan berada dalam mode ekspansi, namun tantangan ke depan tidak akan ringan. Salah satu tantangan yang akan dihadapi di triwulan III dan IV 2022 adalah persoalan ketidakpastian global yang masih menggelayuti perekonomian dunia sejauh ini.

Dari sisi geopolitik, belum berakhirnya perang Rusia-Ukraina membuat gejolak ekonomi belum akan reda. Situasi menjadi lebih rumit saat tensi geopolitik antara Taiwan dan China semakin membara di semester II 2022. Dari sisi keuangan, agresivitas kenaikan suku bunga acuan The Fed masih akan terus berlangsung sampai ada tanda-tanda tekanan inflasi di Amerika mereda. Ini mengindikasikan akan adanya peningkatan volatilitas keuangan di semester II 2022 dan bahkan tahun depan.

6. Pertumbuhan Tinggi, Inflasi Tinggi

Meski pertumbuhan ekonomi tinggi namun inflasi juga tinggi. Hingga akhir kuartal II 2022, inflasi telah mencapai 4,35 persen (yoy, Juni 2022) dan bahkan 4,9 persen (yoy, Juli 2022). Bagi masyarakat bukan inflasi inti yang dianggap rendah yakni sebesar 2,63 persen (yoy, Juni 2022), namun juga inflasi bergejolak sebesar 10,07 persen.  Penyebabnya terjadi kenaikan harga bawang merah, cabe merah dan keriting, telur dan daging ayam. Selain disebabkan persoalan cuaca dan iklim namun ketidakmampuan pemerintah mengatasi persoalan tersebut bertahun-tahun dan tidak ada terobosan massal hingga saat ini.

(DES)

SHARE