Ganggu Ekonomi Nasional, Kejagung Diminta Tegas Dalam Kasus Sengketa Tambang
Tak hanya sukses mendatangkan cuan, lonjakan harga ternyata juga membawa ekses negatif, berupa maraknya aksi penambangan ilegal di sejumlah daerah.
IDXChannel - Kenaikan harga komoditas batu bara dalam beberapa waktu terakhir terbukti menimbulkan dilema tersendiri bagi pelaku industri tersebut.
Tak hanya sukses mendatangkan cuan, lonjakan harga ternyata juga membawa ekses negatif, berupa maraknya aksi penambangan ilegal di sejumlah daerah, yang tak jarang merembet pada sengketa kepemilikan lahan tambang.
Salah satunya yang mencuri perhatian adalah kasus sengketa tambang di Sumatera Selatan yang telah menyeret istri mendiang Ferry Mursyidan Baldan, mantan menteri di era 2014 hingga 2016, yaitu Hanifah Husein, yang telah ditetapkan sebagai tersangka.
Penetapan status tersangka itu oleh sebagian pihak dinilai kontroversi, hingga sempat memunculkan tagar #KriminalisasiHanifahHusein dan juga #hanifahhuseindizalimi yang sempat viral di media sosial.
"Dalam kacamata hukum, kita tidak melihat soal viralnya, melainkan sebagai bukti bahwa perkara tersebut telah menjadi atensi publik, sehingga harus diproses secara transparan dan berintegritas serta sesuai dengan kebenaran dan keadilan," ujar Pakar Hukum Pidana Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Suparji Ahmad, Kamis (22/12/2022).
Upaya bertindak transparan tersebut, menurut Suparji, wajib dilakukan karena kasus sengketa kepemilikan lahan tambang secara keseluruhan dapat merugikan perekonomian nasional.
Dalam kasus Hanifah Husein, Suparji menilai adanya kejanggalan lantaran setiap sengketa atas sebuah kesepakatan, harusnya masuk dalam ranah perdata, dan bukan pidana.
Karenanya, pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) disebut Suparji harus memberikan petunjuk kepada penyidik Bareskrim Polri agar kasus tersebut dihentikan.
"JPU harus memberikan petunjuk agar perkara tersebut di SP3 (Surat Pemberhentian Penghentian Penyidikan) karena bukan perkara pidana," tutur Suparji.
Jika kemudian dua alat bukti tidak cukup dan dugaan kriminalisasi dapat dibuktikan, maka JPU bisa menolak permohonan P21 atas kasus tersebut.
"Ya dapat (menolak P21). karena kriminalisasi tidak boleh terjadi," ungkap Suparji.
Ditegaskan Suparji, Kejaksaan Agung tidak boleh memaksakan sebuah perkara karena bisa menurunkan citranya. Selain itu, upaya pemaksaan tersebut juga akan mempersulit penuntut umum di pengadilan.
"Perkara tidak boleh dipaksakan, jika dipaksakan akan kesulitan pembuktian di pengadilan. Jika tidak bisa dibuktikan, maka akan memengaruhi reputasi JPU," tegas Suparji. (TSA)