ECONOMICS

Gubernur BI Beberkan Penyebab Dolar AS Tetap Strong hingga Sekarang

Anggie Ariesta 02/08/2024 16:35 WIB

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan sejumlah penyebab dolar Amerika Serikat (AS) hingga saat ini masih tetap menguat.

Gubernur BI Beberkan Penyebab Dolar AS Tetap Strong hingga Sekarang. (Foto MNC Media)

IDXChannel - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan sejumlah penyebab dolar Amerika Serikat (AS) hingga saat ini masih tetap menguat. Hal itu dipengaruhi oleh mulai melemahnya tingkat suku bunga di sejumlah negara.

"Dolarnya masih memang kuat, bukan karena hanya US Treasury notes maupun arah Fed Fund Rate (FFR), tapi negara lain suku bunganya mulai melemah. Nilai tukarnya ECB, Bank Sentral Eropa itu melemah, demikian juga won juga melemah, yen melemah. Nah kalau negara lain melemah, ya dolarnya itu tetap strong," ujarnya adalam konferensi pers KSSK di Kantor Pusat Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Jakarta, Jumat (2/8/2024).

Perry menyampaikan, suku bunga The Fed juga akan turun lebih cepat. Dari proyeksi semula pada akhir tahun, kemungkinan penurunannya terjadi pada September 2024.

Jika FFR turun lebih cepat, lanjut dia, maka diharapkan dolar AS yang saat ini masih kuat bisa mulai menurun. Meskipun masih kuat, tapi diproyeksikan dolar AS tidak akan sekuat sebelumnya.

"Itu akan berpengaruh bagi BI untuk kebijakan moneter, fokusnya memitigasi risiko dari global, khususnya menstabilkan nilai tukar Rupiah. Nilai tukar Rupiah pada bulan Juni itu menguat, meskipun year-to-date masih melemah, tapi pelemahannya itu lebih rendah dari won Korea maupun negara-negara yang lain," kata Perry.

Di lain sisi, pemerintah terus melakukan intervensi yang berfokus di spot dan valas dalam menjaga stabilitas Rupiah. Namun menurut Perry, intervensi tidak bisa dilakukan terus menerus.

"Untuk mitigasi risk global, kami fokus intervensi di spot dan valas dan jumlah cadev kami cukup. Tapi kan enggak bisa terus-terusan intervensi valas," katanya.

Maka dari itu, BI meluncurkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI) sebagai alternatif ketika aliran modal keluar dari Surat Berharga Negara (SBN) atau obligasi pemerintah.

"Suku bunga SRBI lebih tinggi dari SBN supaya tidak terjadi capital outflow. Sementara memang dari SBN belum perlu naikkan target SBN," katanya.

(Dhera Arizona)

SHARE