ECONOMICS

Harga Beras Alami Deflasi di Akhir 2025 Saat Paceklik, Bagaimana Harga Petani?

Tangguh Yudha 14/12/2025 14:02 WIB

Bapanas mencatat komoditas beras mengalami deflasi pada akhir semester II-2025 meskipun berlangsung pada periode paceklik.

Harga Beras Alami Deflasi di Akhir 2025 Saat Paceklik, Bagaimana Harga Petani? (Foto Istimewa)

IDXChannel - Badan Pangan Nasional (Bapanas) mencatat komoditas beras mengalami deflasi pada akhir semester II-2025 meskipun berlangsung pada periode paceklik. Kondisi ini dinilai sebagai indikasi membaiknya sistem produksi dan distribusi pangan nasional.

Menteri Pertanian sekaligus Kepala Bapanas Andi Amran Sulaiman mengatakan, deflasi harga beras terjadi secara beruntun selama dua hingga tiga bulan terakhir, sebuah fenomena yang jarang terjadi dalam tujuh tahun terakhir, khususnya pada Oktober hingga Desember.

“Alhamdulillah, kami lihat beras, kita beras karena ini penyumbang deflasi paling besar. Beras itu kita lihat terjadi deflasi, sudah 2-3 bulan terakhir terjadi deflasi. Dan itu tidak pernah terjadi, kita lihat 7 tahun terakhir tidak pernah terjadi, di bulan paceklik, Oktober, November, Desember, kita lihat tetapi harga stabil,” ujarnya dalam keterangan resmi, Minggu (14/12/2025).

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, harga beras di tingkat konsumen mengalami deflasi berturut-turut sejak September hingga November 2025 masing-masing sebesar 0,13 persen, 0,27 persen, dan 0,59 persen. Pada minggu pertama Desember 2025, harga beras medium kembali turun 0,06 persen, sementara beras premium turun 0,15 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Meski harga di tingkat konsumen melandai, Amran menegaskan kondisi tersebut tidak berdampak negatif terhadap kesejahteraan petani. Hal ini tercermin dari indeks harga yang diterima petani yang meningkat dari 136,78 pada Januari menjadi 144,59 pada November 2025.

Bahkan pada September 2025, indeks tersebut sempat menyentuh 146,28, tertinggi dalam tujuh tahun terakhir.

Peningkatan kesejahteraan petani juga sejalan dengan proyeksi produksi beras nasional yang diperkirakan mencapai 34,79 juta ton pada 2025.

Selain itu, Nilai Tukar Petani (NTP) tercatat berada di level 121,06 pada April 2025, tertinggi dalam tujuh tahun terakhir. NTP Tanaman Pangan (NTPP) juga mencatatkan indeks 106,51 pada periode yang sama.

Tren penurunan harga beras ini berlangsung bersamaan dengan peningkatan produksi di sejumlah wilayah. Di Papua Selatan, misalnya, luas panen pada 2025 mencapai 80.124 hektare atau meningkat 69,87 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Namun, Amran mengakui tantangan distribusi beras di Papua masih cukup berat akibat kondisi geografis. Distribusi ke sejumlah wilayah bahkan harus menggunakan pesawat atau truk dengan waktu tempuh berhari-hari.

“Kami baru pulang dari Papua, karena Zona 3 itu Papua harga beras cukup tinggi, begitu kami ke lapangan, itu begitu berat medannya. Ada yang harus naik pesawat, bayangkan beras kirim pakai pesawat. Ada yang naik truk dan itu berhari-hari, tenggelam truknya,” ujarnya.

Sebagai solusi jangka panjang, pemerintah menargetkan penguatan produksi beras lokal di Papua untuk memenuhi kebutuhan sekitar 660 ribu ton per tahun. Saat ini, pasokan baru mencapai 120 ribu ton, sehingga masih dibutuhkan tambahan sekitar 500 ribu ton yang setara dengan pengembangan lahan seluas 100 ribu hektare.

"Inshaallah 2026 dan 2027 kita beresin," kata Amran.

(Dhera Arizona)

SHARE