ECONOMICS

Harga Gas Eropa Anjlok Sepekan Terakhir, Pasar Batu Bara Was-Was? 

Maulina Ulfa - Riset 31/10/2022 13:15 WIB

Pelemahan harga gas alam Eropa diikuti dengan tren pelemahan harga batu bara. Namun, harga gas alam Eropa diramalkan masih akan naik hingga tahun depan.

Harga Gas Eropa Anjlok Sepekan Terakhir, Pasar Batu Bara Was-Was? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Eropa melaporkan anjloknya harga gas alam pada pekan keempat Oktober 2022.

Invasi Rusia ke Ukraina telah mendorong harga gas alam melonjak pada bulan Agustus mencapai di atas 340 euro per megawatt jam dan termasuk menjadi yang tertinggi dalam sejarah.

Namun, secara mengejutkan harga gas alam turun secara signifikan pada sesi Kamis (28/10) di angka 108,61 euro per megawatt jam. Eropa menggunakan tolok ukur dari The Dutch Title Transfer Facility (TTF) untuk harga gas alam Eropa. (Lihat grafik di bawah ini)

Sumber: Trading Economics

Harga gas alam TTF acuan dilaporkan turun 20% sejak Kamis lalu. Penurunan ini juga dilaporkan lebih dari 70% sejak mencapai rekor tertinggi pada akhir Agustus.

Pada hari Senin lalu (24/10), harga gas Belanda di pasar spot untuk pengiriman dalam waktu satu jam (real time pasar Eropa) turun hingga minus di bawah €0, menurut data dari Intercontinental Exchange.

“Negatifnya harga gas alam ini karena kelebihan pasokan," kata Tomas Marzec-Manser, kepala analisis gas di Independent Commodity Intelligence Services (ICIS).

Banyak proyeksi yang memperkirakan benua Biru tersebut akan mengalami krisis energi musim dingin karena Rusia sebagai pemasok terbesar di kawasan itu akan memangkas pasokan gas alamnya. Tindakan ini sebagai pembalasan atas sanksi yang dijatuhkan Eropa terkait invasinya ke Ukraina.

Namun, sepertinya kondisi ini berbalik. Mengutip beberapa media internasional, fasilitas penyimpanan gas Uni Eropa dilaporkan hampir penuh. Kondisi ini diperparah bahwa kapal tanker yang membawa gas alam cair (LNG) terpantau berbaris di berbagai pelabuhan Eropa.

Akibatnya, para kapal ini tidak dapat menurunkan muatannya, dan menyebabkan jatuhnya harga gas alam.

Kondisi ini digambarkan sebagai pergantian peristiwa yang sangat mengejutkan bagi Eropa. Mengingat sektor rumah tangga dan bisnis telah dihancurkan oleh kenaikan harga gas alam dalam satu tahun terakhir. Padahal, jenis energi ini adalah salah satu sumber energi terpenting benua Biru.

Uni Eropa juga telah membangun penyangga substansial gas alam merespons pemotongan pasokan lebih lanjut dengan mengisi fasilitas penyimpanan gas mendekati kapasitas. Tanker gas ini disebutkan telah terisi hampir 94% penuh, menurut data dari Gas Infrastructure Europe (GIE). Angka tersebut melebihi target 80% untuk November 2022.

Angka tersebut disebut sangat tinggi mengingat tingkat penyimpanan maksimum rata-rata 87% dari kapasitas selama lima tahun terakhir.

Bagaimana Nasib Batu bara?

Di saat harga gas alam meroket, disitulah harga batu bara ikut melesat. Di saat harga gas alam tumbang, bisa saja nasib batu bara akan ikut melorot. Namun benarkah demikian?

Diketahui bahwa gas alam selama ini merupakan komoditas energi utama Eropa. Selama krisis gas alam mencekam Eropa, beberapa negara memutuskan untuk beralih kembali menggunakan batu bara sebagai pembangkit listrik untuk strategi jangka pendek dalam mengamankan ketahanan energi negaranya.

Beberapa negara Eropa berencana untuk membakar lebih banyak batu bara pada musim dingin ini karena krisis energi. Hal ini diungkapkan Sekretaris Jenderal European Association for Coal and Lignite (Euracoal) Brian Ricketts pada Agustus lalu, mengutip Anadolu Agency (23/8).

Ricketts mengatakan kepada Anadolu Agency beberapa negara termasuk Jerman, Prancis, Italia, Spanyol, Belanda, Austria, Polandia, Hongaria, Ceko, Yunani, dan Inggris memiliki potensi untuk menghasilkan listrik dari batu bara. Mengingat mereka dapat membuka kembali pembangkit listrik batu bara atau memperpanjang masa operasinya.

Jerman adalah salah satu negara terparah yang terdampak krisis energi ini. Banyak sektor manufaktur harus menghentikan operasi pabrik mereka akibat ketiadaan bahan bakar.

Dilaporkan oleh DW, pada Agustus lalu, pembangkit listrik tenaga batu bara Jerman memulai kembali operasinya.

Sebelumnya, Jerman adalah negara yang akan menghapuskan pembangkut listrik yang batu bara pada 2038.

Namun, pemerintah harus menelan pil pahit untuk mengizinkan pembangkit listrik batu bara kembali beroperasi.

Kondisi ini akan menggantikan listrik berbahan bakar gas yang saat ini mencapai sekitar 10% dari keseluruhan bauran energi Jerman.

Menurut analisis perusahaan teknologi Wärtsilä, tanpa LNG, Jerman akan lebih bergantung pada batu bara, yang akan menghasilkan tambahan 30 juta ton CO2 antara tahun sekarang hingga 2045.

Akibatnya, harga batu bara global sempat mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa alias all-time high sepanjang tahun 2022 ini. Tercatat harga emas hitam ini sempat mencapai USD457,80 per ton pada awal September lalu.

Kondisi ini sempat menumbuhkan optimisme kebangkitan batu bara sebagai raja energi fosil.

Namun, baru-baru ini harga batu bara berada dalam tren pelemahan. Pada penutupan perdagangan Jumat (28/10), harga batu bara kontrak November di pasar ICE Newcastle ditutup di USD374 per ton.

Harganya terkoreksi hingga 4.19% dalam 5 hari perdagangan. Level tersebut merupakan yang terendah sejak 9 Agustus lalu.

Namun, meskipun kemerosotan harga gas Eropa baru-baru ini merupakan yang terdalam, harga masih bisa naik tajam lagi pada bulan Desember hingga Januari tahun depan karena cuaca berubah lebih dingin.

Menurut, ekonom komoditas Bill Weatherburn dari Capital Economics, harga gas alam diperkirakan akan mencapai €150 per megawatt hingga akhir 2023.

Pasar batu bara saat ini hanya bisa menunggu dan melihat karena Eropa bisa saja menjadi katalisator utama harga emas hitam di tengah ketidakpastian pasokan dan harga gas alam benua Biru. (ADF)

SHARE