ECONOMICS

Harga Komoditas Naik, CIPS: RI Perlu Pertimbangkan Relaksasi Impor Pangan

Advenia Elisabeth/MPI 12/03/2022 15:20 WIB

Antisipasi dari lonjakan atau kenaikan harga komoditas, sejumlah pengamat menilai pemerintah perlu mempertimbangkan opsi untuk merelaksasi impor pangan.

Harga Komoditas Naik, CIPS: RI Perlu Pertimbangkan Relaksasi Impor Pangan. (Foto: MNC Media)

IDXChannel – Antisipasi dari lonjakan atau kenaikan harga komoditas, sejumlah pengamat menilai pemerintah perlu mempertimbangkan opsi untuk merelaksasi impor pangan sebagai bentuk antisipasi terhadap kelangkaan dan kenaikan harga. Hal itu karena harga beberapa komoditas pangan sedang naik berdasarkan faktor internal dan eksternal, salah satunya imbas invasi Rusia ke Ukraina.

“Sejauh ini inflasi Indonesia masih cukup terkendali. Produk-produk pangan yang selama ini memang dikontrol perdagangannya bisa direlaksasi kuotanya jika memang inflasi mulai menekan. Kebetulan selama ini harga pangan di Indonesia memang sudah lebih mahal daripada pasar dunia akibat pembatasan impor,” terang Associate Researcher Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Krisna Gupta, Sabtu (12/3/2022).

Krisna menambahkan, relaksasi impor bisa digunakan untuk menjaga kestabilan perubahan harga. Di samping itu, sepertinya kenaikan harga beras masih lebih terkendali dibandingkan gandum, jagung ataupun kedelai.

"Indonesia memiliki hubungan dagang yang cukup jauh dengan Ukraina dan Rusia. Hal itu bisa dilihat dari nilai total impor kedua negara hanya berkontribusi pada sekitar 1% dari total impor Indonesia. Sementara itu jumlah investasi Rusia maupun Ukraina ke Indonesia juga tidak signifikan," terang Associate Researcher CIPS.

Meski demikian, dia bilang, keduanya merupakan sumber utama beberapa barang impor. Ukraina memasok sekitar kurang lebih 24% dari total impor gandum Indonesia pada 2020. Sementara itu, pupuk impor asal Rusia menyumbang sekitar 15% dari total pupuk impor Indonesia.

Kedua negara tersebut banyak membeli produk minyak nabati (kelapa sawit) Indonesia. Walaupun begitu, jumlah transaksinya hanya sekitar 0,5% dari total ekspor sawit Indonesia pada 2020.

Walaupun jumlah impor gandum dari Ukraina tidak terlalu besar, menurut Krisna, Indonesia tetap perlu mencari sumber pemasok gandum lain untuk menghindari dampak kelangkaan kalau perang terus berlangsung.

"Hal ini dibutuhkan untuk menghindari kelangkaan dan kenaikan harga pada bahan pangan yang bersumber dari gandum," imbuh Krisna. (FHM)

SHARE