Harga Minyak Sawit Diprediksi Naik Empat Persen pada 2024
Harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) Malaysia diperkirakan akan meningkat pada 2024, dipicu stagnasi produksi dan peningkatan permintaan bahan bakar biodiesel
IDXChannel - Harga minyak kelapa sawit mentah (CPO) Malaysia diperkirakan akan meningkat pada 2024, dipicu stagnasi produksi dan peningkatan permintaan bahan bakar biodiesel.
Menurut survei terhadap sejumlah analis dan pelaku industri yang diadakan Reuters, harga patokan minyak sawit kelapa sawit akan mencapai rata-rata MYR3.950 per metrik ton pada 2024, naik 4,06% dari tahun sebelumnya.
“Pendorong utama yang akan memengaruhi harga CPO tahun ini adalah penerapan mandat biodiesel B35 di Indonesia, yang diperkirakan akan membatasi pasokan minyak sawit global untuk pasar ekspor,” kata Ahmad Parveez Ghulam Kadir, Direktur Jenderal Dewan Minyak Kelapa Sawit Malaysia, dilansir dari Reuters pada Jumat (19/1/2024).
Menurut Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), ekspor minyak sawit Indonesia diperkirakan turun sekitar 4% menjadi 29 juta metrik ton pada 2024, seiring dengan meningkatnya konsumsi domestik akibat penerapan mandat biodiesel B35 di dalam negeri.
Indonesia dan Malaysia, produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, diperkirakan hanya sedikit terdampak fenomena cuaca El Nino yang telah muncul sejak paruh kedua 2023.
Produksi CPO di Indonesia, produsen terbesar dunia, menurut jajak pendapat Reuters diperkirakan meningkat 0,6% menjadi 48,87 juta ton tahun ini.
“El Nino mungkin hanya berdampak pada 10%-15% wilayah produksi minyak sawit Indonesia, jadi menurut saya dampaknya terhadap produksi minimal,” kata Fadhil Hasan, pejabat GAPKI, sambil menambahkan bahwa output CPO diperkirakan akan meningkat sekitar 4% menjadi 50,92. juta ton.
Sementara itu, produksi Malaysia diperkirakan mencapai 18,75 juta ton, naik 1% dari tahun lalu, seiring dengan membaiknya situasi tenaga kerja di negara produsen terbesar kedua di dunia tersebut.
"Kekurangan tenaga kerja masih menjadi masalah besar, namun sudah tidak terlalu terasa. Akibatnya, perusahaan menjadi lebih bersedia untuk melakukan pemupukan, yang biasanya meningkatkan produksi," kata Julian Conway McGill, ekonom di Glenauk Economics. (WHY)