ECONOMICS

Harga Pangan Terus Bergejolak, Target Kemiskinan Ekstrem 0 Persen Sulit Terwujud

Iqbal Dwi Purnama 11/06/2022 15:08 WIB

Pemerintah menargetkan pada 2024 tidak ada lagi keluarga dalam kategori miskin ekstrem.

Harga Pangan Terus Bergejolak, Target Kemiskinan Ekstrem 0 Persen Sulit Terwujud (FOTO: Dok/MNC Media)

IDXChannel - Harga beberapa komoditas pangan terus mengalami gejolak kenaikkan harga, seperti saat ini yang terjadi pada telur, daging ayam hingga cabai. Bila ini tidak dikendalikan, target pemerintah menghilangkan kemiskinan ekstrem di Indonesia pada 2024 sulit tercapai.

Pada tahun 2024 mendatang pemerintah menargetkan tingkat Kemiskinan Ekstrem di Indonesia angkanya 0 persen. Serius dengan hal tersebut Presiden Jokowi bahkan mengeluarkan Inpres (Instruksi Presiden) Nomor 4/2022.

Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan adanya sekitar 10 juta masyarakat miskin ekstrem yang harus dibereskan pemerintah, namun saat ini masalah pangan masih belum bisa dituntaskan oleh pemerintah 

"Presiden juga sedang mengejar tingkat kemiskinan ekstrem 0 persen, itu kan berarti kemiskinan esktrimnya hilang, baru dibereskan kemiskinan kemiskinan yang bukan dikerak," ujar Bhima dalam diskusi bersama MNC Trijaya, Sabtu (11/6/2022).

Bhima menjelaskan jika pemerintah masih babak belur mengurus masalah pangan yang ada saat ini bakal menjadi sulit untuk pemerintah mengentaskan kemiskinan esktren

"Kalau harga pangan sedikit naik, ini imbasnya sangat signifikan, jadi akan sulit turun bahkan bisa lebih tinggi daripada sebelumnya pandemi," sambung Bhima.

Salah satunya adalah kenaikann harga telur ataupun daging ayam. Misalnya untuk telur ayam kenaikannya dalam satu bulan terkahir bisa sampai sekitar Rp3 ribuan. Kemudian cabai merah yang saat ini harganya meroket.

"Tetapi ada beberapa kebutuhan pokok yang biasanya pasca lebaran itu turun, karena permintaan nomral lagi, nah sekarang pasca lebaran harganya malah lebih tinggi, misalnya minyak goreng deh, harusnya turun pasca lebaran, tetapi sekarang masih mahal," kata Bhima.

Sehingga menurutnya kejadian ini menjadi semacam anomali, kalau kenaikan harga pangan tersebut di barengi dengan permintaan yang kuat, sebetulnya tidak menjadi masalah. Akan tetapi masyarakat khususnya berpendapatan rendah itu tidak siap.

"Nah sekarang yang terjadi, kalau kita cek data keyakinan konsumen, masyarakat yang paling bawah ini tidak bisa mengejar kenaikan harga," lanjut Bhima.

Menurut Bhima masih banyak hal yang mengganjal cita-cita Pemerintah untuk menurunkan kemiskinan ekstrem. Misalnya yang juga datang dari Kementerian pertanian, sebagai penjamin ketersediaan bahan-bahan makanan.

"Misalnya sekarang menghadapi PMK, sebelumnya ada soal masalah subsidi pupuk, itu menjadi catatan, kemudian pangan yang belum selesai sampai sekarang adalah selalu berbicara tata niaga atau distribusinya panjang," tutup Bhima. (RRD)

SHARE