Hindari Ketergantungan Impor Obat, Pemerintah Kembangkan Fitofarmaka
Pemerintah akan fokus mengembangkan Fitofarmaka sebagai upaya mengatasi impor obat.
IDXChannel- Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Herbuwono menegaskan bahwa pemerintah akan fokus mengembangkan Fitofarmaka sebagai upaya mengatasi impor obat. Upaya ini sejalan dengan transformasi sistem kesehatan nasional.
"Upaya Fitofarma akan menjamin keamanan Indonesia dalam melakukan transformasi kesehatan di masa depan," kata Wamenkes Dante pada Forum Nasional Kemandirian Farmasi dan Alat Kesehatan, yang disiarkan secara daring, belum lama ini.
Fitofarmaka sendiri merupakan obat dari bahan alami yang telah melalui proses uji klinis sehingga memiliki khasiat setara dengan obat.
Beberapa Fitofarmaka yang telah dikembangkan dan diproduksi di Indonesia antara lain untuk imunomodulator, obat tukak lambung, antidiabetes, antihipertensi, obat untuk melancarkan sirkulasi darah, dan obat untuk meningkatkan kadar albumin.
Selain itu, ada juga Fitofarmaka yang sedang dikembangkan, seperti obat pelancar ASI, antihiperlipidemia-kolesterol, hepatoprotektor, pengobatan nyeri sendi, diare, peningkatan fungsi kognitif, percepatan penyembuhan luka, mengurangi nyeri haid, serta obat meredakan gejala batuk-pilek.
"Prosesnya yang tidak sederhana, butuh analisis mendalam, penelitian yang panjang, dan melibatkan berbagai macam sektor, membuat Fitofarmaka sangat membutuhkan dukungan dan kerja sama dari berbagai pihak secara sinergis," ungkapnya. "Kerja sama itu bisa dengan peneliti, industri, perguruan tinggi, pun Kementerian Kesehatan itu sendiri," lanjutnya.
Lebih lanjut, Sekretaris Perusahaan Indofarma Wardjoko Sumedi menyatakan bahwa potensi pengembangan Fitofarmaka di Indonesia itu cukup terbuka lebar di tengah upaya memasukan kategori produk farmasi ini dalam Formularium nasional (FORNAS).
"Potensi Fitofarmaka ke depan akan sangat bagus karena Fitofarmaka akan diupayakan masuk ke dalam FORNAS sebagai upaya pengobatan promotif dan preventif," katanya.
Dia menjelaskan, sejauh ini pemerintah melalui Kemenkes pun telah memberikan dukungan untuk pengembangan Fitofarmaka. Contohnya dengan membuat kebijakan dan regulasi untuk percepatan pengembangan dan pemanfaatan Fitofarmaka.
"Memfasilitasi kerjasama Riset dan Development dengan lembaga penelitian baik di lingkungan perguruan tinggi maupun di Kementerian Kesehatan (Litbangkes dan B2P2TOOT Tawangmangu, BALITRO) dan lain-lain," jelasnya.
Wardjoko pun berharap, ke depannya Fitofarmaka bisa menjadi produk farmasi asli Indonesia yang digunakan dalam layanan kesehatan formal dan yang mampu dijangkau oleh banyak kalangan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan dan penyembuhan pasien.
Direktur Pengembangan Bisnis dan Saintifik Dexa Group, Raymond Tjandrawinata, coba menambahkan bahwa pengembangan Fitofarmaka bisa mengantisipasi terjadinya supply shock seperti yang sempat dialami industri farmasi di Indonesia pada awal pandemi Covid-19.
"Itulah kata kunci yang harus disepakati bahwa urgensi untuk membangun kemandirian ini tidak bisa ditawar lagi, urgensi ini bisa dibangun bersama. Sebagian produk ini juga telah diekspor ke mancanegara dan diresepkan oleh para dokter di mancanegara. Sekarang justru dalam keadaan Covid-19 ini, sekarang kita memikirkan lebih lanjut untuk kemandirian bahan baku obat," ungkap Raymond.
(IND)