ECONOMICS

Hitung-hitungan Iuran Tapera: 30 Tahun Terkumpul Rp49,5 Juta, Tak Cukup Beli Rumah

Fiki Ariyanti 23/06/2024 14:59 WIB

Cek simulasi atau perhitungan iuran Tapera setelah 30 tahun. Apakah cukup buat beli rumah?

Hitung-hitungan Iuran Tapera: 30 Tahun Terkumpul Rp49,5 Juta, Tak Cukup Beli Rumah (foto mnc media)

IDXChannel - Rencana pemerintah menarik iuran wajib Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan. Program ini disebut dapat menggerus daya beli masyarakat, sehingga harus kembali dikaji lebih mendalam.

Analis Panin Sekuritas, Andhika Audrey menerangkan, peta jalan menuju Indonesia Maju 2045, salah satunya adalah menguatkan kualitas ekonomi kelas menengah untuk lebih inovatif dan produktif, sehingga mendorong pembangunan dan produktivitas Indonesia agar dapat naik kelas dengan menyandang status ke negara berpenghasilan tinggi. 

Namun, sambungnya, belakangan ini beberapa rencana program dari pemerintah seakan-akan mendiskreditkan kaum pekerja alias masyarakat menengah hingga menengah bawah (middle-low) sebagai contoh rencana pengaplikasian iuran wajib Tapera dengan skema yang mengharuskan komponen pemotong take home pay (THP) dari kelas pekerja sebesar 2,5 persen dan pemberi kerja sebesar 0,5 persen. 

"Komponen ini tergolong besar bila dibandingkan dengan BPJS Kesehatan (1 persen), Jaminan hari tua (2 persen), serta Jaminan Pensiun yang bahkan dapat dicairkan setelah pensiun (1 persen)," ungkap Andhika dalam risetnya, Jakarta, Minggu (23/6). 

Menurutnya, Tapera di atas kertas ditujukan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), yakni berpenghasilan di Bawah Rp8 juta (Rp10 juta untuk Papua), dengan membantu meringankan beban bunga bukan meringankan harga rumah. 

"Lalu bagaimana dengan masyarakat non-MBR? Dengan adanya kebijakan publik untuk mewajibkan setiap pekerja menyisihkan 2,5 persen dari penghasilannya ke Tapera, maka masyarakat non-MBR dapat dikatakan sebagai "penabung tanpa tanda jasa." ujar Andhika.

"Mengapa demikian? Karena masyarakat yang berpenghasilan lebih dari Rp8 juta tidak dapat mengikuti manfaat keringanan bunga KPR dan tidak dapat mencairkan dana simpanan sebelum masa pensiun ditambah 3 tahun (55+3= 58 tahun), serta tidak akan mendapatkan imbal hasil dana simpanan," jelasnya. 

"Ditambah lagi imbal hasil yang didapatkan dari kepersetaan Tapera lebih rendah dari rata-rata obligasi negara yang saat ini sekira 6,5 persen, yakni sekira 3,5 persen setara dengan hasil deposito," Andhika menambahkan.

"Sebagai “penabung tanpa tanda jasa” masyarakat non-MBR harus rela penghasilannya dipotong 2,5 persen per bulan yang mengakibatkan tergerusnya daya beli masyarakat kelas pekerja tersebut," kata dia.

Hitung-hitungan Iuran Tapera dan Hasilnya

Andhika mengaku, Panin Sekuritas melakukan perhitungan sederhana menggunakan skema pemotongan iuran Tapera 2,5 persen untuk penghasilan sebesar Rp5,5 juta per bulan.

"Didapatkan hasil yakni setiap bulannya penghasilannya harus rela dikurangi dengan Rp137.500 dengan kata lain per tahun dapat memotong penghasilan si pekerja hingga Rp1,65 juta," ucapnya.

Apakah jumlah dana Tapera meningkat signifikan setelah beberapa tahun bekerja?

Andhika mengasumsikan pencairan dana dilakukan setelah 5 hingga 30 tahun kerja, di mana paling lama, yakni 30 tahun hanya mendapat tabungan sebesar Rp49,5 juta, ditambah dengan imbal hasil yang diasumsikan sekira 3 persen-4 persen per tahun.

"Kami melihat jumlah dana tersebut tidak cukup atau tidak dapat digunakan untuk hanya sekedar renovasi rumah pada 30 tahun ke depan dengan asumsi inflasi 2,5-3 persen," ujar Andhika.

Dia melanjutkan, menurut data Statistik Perumahan dan Lingkungan Hidup BPS periode 2022, tercatat 20,3 persen tidak memiliki rencana untuk membeli atau membangun rumah dalam waktu dekat (kurang dari 1 tahun).

Lebih jauh kata Andhika, rencana implementasi iuran Tapera sejatinya akan diterapkan paling lambat 2027 untuk kelas pekerja swasta.

Namun dikarenakan banyaknya protes dari berbagai elemen masyarakat, maka BP Tapera selaku Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat berpendapat akan menunda implementasi penarikan iuran karena pihaknya sedang melakukan finalisasi rencana strategis. 

"Kami memandang implementasi tersebut sudah seharusnya ditunda dan dikaji terlebih mendalam terkait siapa yang diuntungkan, teknis, dan kategori kewajiban atau sukarela untuk berpartisipasi dalam iuran tersebut," ucap Andhika.

(FAY)

SHARE