ECONOMICS

Impor Satu Juta Ton Beras Datang Saat Petani Sedang Panen Raya di April-Mei

Rista Rama Dhany 16/03/2021 07:07 WIB

Rencana pemerintah impor beras sebanyak satu juta ton berdampak besar bagi petani. Harga gabah di tingkat petani makin tertekan dan terus turun.

Impor Satu Juta Ton Beras Datang Saat Petani Sedang Panen Raya di April-Mei

IDXChannel - Rencana pemerintah impor beras sebanyak satu juta ton berdampak besar bagi petani. Secara psikologis, harga gabah di tingkat petani makin tertekan dan terus turun. Apalagi, impor beras dilakukaan di masa petani sedang panen raya pada April-Mei 2021.

“Pengalaman buruk impor beras pada 2018 berpotensi kembali terulang. Pengumuman impor beras  sebanyak 1 juta ton secara langsung mempengaruhi psikologis pasar yang cenderung menurunkan harga jual di tingkat petani. Apalagi petani sedang menyongsong masa panen raya pada April-Mei,” ungkap Ekonom Senior Universitas Indonesia, Faisal Basri, seperti dikutip dalam laman pribadinya, Selasa (16/3/2021).

Faisal mengungkapkan,  sebelum pengumuman impor saja harga gabah di tingkat petani sudah cenderung tertekan. Sekalipun harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani pada Januari 2021 naik 3 persen dibandingkan Desember 2020, namun masih lebih rendah dibandingkan Januari tahun lalu (year-on-year) atau turun sebesar 6,7 persen. 

“Untuk harga gabah kering giling (GKG) lebih parah lagi, yaitu turun 0,73 persen dibandingkan bulan sebelumnya (Desember 2020) dan turun tajam sebesar 8,28 persen dibandingkan Januari 2020,” ungkapnya lagi.

Indonesia punya pengalaman yang buruk pada 2018 ketika mengimpor beras total sebanyak 2,3 juta ton. Di akhir tahun. Bulog kewalahan harus mengelola stok beras sebanyak 2 juta ton.

“Bulog dibuatnya kewalahan mengelola stok sebanyak itu. Kualitas beras yang dikelolanya merosot, bahkan ada yang menjadi tidak layak konsumsi. Ongkos “uang mati” pun tentu saja meningkat. Yang lebih mendasar lagi, kemampuan Bulog menyerap beras dari petani menjadi terbatas,” kata Faisal.

Ia menambahkan, meskipun kala itu memang butuh impor untuk stabilisasi harga menjelang Pemilihan Umum (Pemilu), namun jumlahnya melebihi kebutuhan. Tak ayal, harga gabah kering di tingkat petani sempat merosot ke titik terendah dalam 9 bulan terakhir.

“Apalagi pada saat itu (2018) impor relatif tinggi ketika masa panen atau tatkala terjadi surplus (produksi lebih besar dari konsumsi) dan sangat sedikit ketika sedang mengalami defisit (konsumsi lebih besar dari produksi),” kata Faisal. (RAMA)

SHARE