ECONOMICS

INACA Dorong Pemerintah Perhatikan soal Pajak Berganda di Industri Penerbangan

Iqbal Dwi Purnama 17/10/2024 23:22 WIB

Pajak berganda di industri penerbangan ini mencakup pajak sparepart lewat bea masuk, pajak perawatan pesawat atau MRO (Maintenance Repair & Overhaul)

INACA Dorong Pemerintah Perhatikan soal Pajak Berganda di Industri Penerbangan (FOTO:MNC Media)

IDXChannel - Asosiasi Penerbangan, Indonesia National Air Carrier Association (INACA) mendorong pemerintah untuk memperhatikan soal pengenaan pajak berganda di industri penerbangan. 

Sebab banyak komponen pajak dikenakan dan akhirnya berdampak pada pembentukan harga tiket yang lebih mahal.

Ketua Umum INACA Denon Prawiraatmadja menjelaskan pajak berganda di industri penerbangan ini mencakup pajak sparepart lewat bea masuk, pajak perawatan pesawat atau MRO (Maintenance Repair & Overhaul), pajak tiket, pajak avtur, pajak bandara, dan lainnya.

"Saat ini memang masih bervariasi jumlah pajaknya, harus kita follow up agar pajak berganda yang saat ini masih terjadi bisa menjadi perhatian Pemerintah dalam menurunkan harga tiket," kata Denon saat usai acara Rapat Umum Anggota (RUA) INACA di Jakarta, Kamis (17/10/2024).

PPN avtur sendiri sebetulnya berkaitan dengan PPN tiket. Namun demikian, PPN avtur masuk dalam kategori pajak pengeluaran yang dibayar maskapai ketika membeli avtur. Sedangkan PPN tiket, masuk dalam kategori pajak masuk, yang didapatkan maskapai lewat pembelian tiket oleh penumpang.

Pada akhir tahun, pajak-pajak tersebut diakumulasikan untuk disetorkan kepada Pemerintah. 

Akan tetapi, jumlah yang disetorkan merupakan hasil dari pengumpulan pajak masukan dikurangi pajak keluaran. Alias pajak PPN tiket dikurangi dengan PPN avtur. Jika nilainya defisit, atau pajak PPN tiket lebih rendah dari PPN avtur, maka sisanya maskapai yang menanggung.

"Jadi masukan untuk yang akan kita diskusikan dengan Pemerintah nanti, kaitannya dengan pajak beli avtur, PPN, dan lain lain," ujar Denon.

Menurutnya, Indonesia sebagai negara kepulauan sangat potensial untuk pengembangan industri penerbangan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah. Namun dengan catatan, biaya atau ongkos transportasi bisa lebih kompetitif.

"Kita berharap bisa berdiskusi dengan kita sebagai pelaku industri, bisa memberikan ruang untuk menyampaikan masukan secara konstruktif. Sehingga pertumbuhan industri penerbangan untuk mendukung industri lainnya bisa berbiaya rendah," kata Denon.

"Karena konsepnya tidak hanya masalah penumpang, tapi kegiatan logistik dalam mendorong UMKM atau komoditas lokal, yang mana setiap daerah punya komoditas yang berbeda. Sebab kita ini negara kepulauan," tutur dia.

Dihubungi secara terpisah, Pengamat Penerbangan sekaligus Analis Independen Bisnis Penerbangan Nasional Gatot Rahardjo memperkirakan jika PPN Penumpang dihapus, maka sudah tentu bisa berkontribusi menurunkan harga tiket pesawat sebesar 11 persen.

"Kalau mau turun, PPN tiket dihapus, itukan ada hubungannya dengan PPN avtur. Kalau dihapus itu sudah turun 11 persen, tinggal PPN avtur mau seperti apa, itukan keluaran. Kalau PPN avtur dihapus juga bisa lebih turun tuh harga tiket," kata Gatot saat dihubungi IDXChannel.com, Kamis (17/10).

Menurut Gatot, kedua pajak tersebut sebetulnya tidak berpengaruh terhadap maskapai, sebab ada PPN pengeluaran dan PPN masukan. Akan tetapi, kedua PPN inilah yang justru dibebankan kepada penumpang.

"PPN tiket dan avtur itu buat maskapai tidak terlalu berat, tapi bagi penumpang, itu yang menjadi pajak berganda, karena semua dibayar penumpang," ujarnya.

(kunthi fahmar sandy)

SHARE