ECONOMICS

INACA Pesimis Target 74 Juta Penumpang Pesawat Tak Tercapai, Ini Penyebabnya

Heri Purnomo 20/12/2023 09:14 WIB

Terdapat sejumlah kendala yang masih dihadapi oleh industri penerbangan tanah air untuk dapat mencapai target jumlah penumpang sebanyak 74,7 penumpang.

INACA Pesimis Target 74 Juta Penumpang Pesawat Tak Tercapai, Ini Penyebabnya (FOTO:MNC Media)

IDXChannel - Asosiasi Maskapai Penerbangan Nasional Indonesia (INACA) menyebutkan bahwa target yang dicanangkan oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan yaitu sebanyak 74,7 juta pergerakan penumpang pada tahun ini tidak akan tercapai. 

Sekjen INACA, Bayu Sutanto memprediksi bahwa tahun ini jumlah pergerakan penumpang pesawat domestik tahun 2023 ini adalah sekitar 70,8 juta penumpang, terdiri dari 66,8 juta pergerakan penumpang reguler ditambah 4 juta perkiraan jumlah pergerakan penumpang Natal dan Tahun baru 2023/2024. 

Bayu mengatakan, terdapat sejumlah kendala yang masih dihadapi oleh industri penerbangan tanah air untuk dapat mencapai target jumlah penumpang sebanyak 74,7 penumpang. 

Pertama kata Bayu, kendala jumlah pesawat yang dioperasikan oleh maskapai nasional masih terbatas. Pada tahun 2019, jumlah pesawat yang beroperasi sekitar 650 unit dan pasca pandemi jumlah pesawatnya menyusut menjadi sekitar 450 unit. 

Di mana jumlah kapasitas kursi yang dapat disediakan pada tahun 2019 mencapai 141,3 juta kursi sedangkan tahun 2023 sampai dengan bulan Oktober berjumlah 67 juta kursi dengan tingkat keterisian pesawat 76%.

"Sehingga berakibat pada berkurangnya jumlah kapasitas kursi yang disediakan oleh maskapai untuk penerbangan domestik," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (20/12/2023).

Bayu menjelaskan bahwa berkurangnya jumlah pesawat ini dikarenakan beberapa hal yaitu kondisi supply chain bahan baku dan spareparts pesawat yang terganggu sehingga untuk mendapatkannya maskapai harus memberi uang panjar atau membayar lunas di depan.

Selain itu juga masih adanya beberapa aturan larangan dan pembatasan (LARTAS) importasi spareparts pesawat dari pemerintah sehingga mengakibatkan proses impor spareparts pesawat memakan waktu lama dengan biaya yang relatif besar, di mana hal tersebut tidak dilakukan di negara-negara lain.

Kedua, kata Bayu, kendala finansial maskapai penerbangan yang terganggu akibat pandemi Covid-19. Pada saat pandemi, jumlah penumpang pesawat menurun hingga 60% sehingga pendapatan maskapai juga menurun. 

Namun di sisi lain biaya-biaya yang tetap harus dikeluarkan maskapai masih sangat  besar  yaitu untuk bayar sewa pesawat, biaya perawatan dan perbaikan pesawat serta biaya pengelolaan SDM dan yang lainnya.

Selain itu, finansial maskapai penerbangan juga terganggu karena tarif yang ditetapkan pemerintah sejak tahun 2019 sampai saat ini belum dilakukan revisi. 

Padahal komponen-komponen untuk penyusunan tarif tersebut saat ini sudah berubah seperti harga avtur yang sudah naik serta semakin lebarnya perbedaan kurs mata uang rupiah dan dollar AS, di mana untuk membayar sewa pesawat, membeli sparepart dan kegiatan lainnya menggunakan dollar AS sedangkan pendapatan maskapai dari rupiah.

"Kendala-kendala tersebut selain mengakibatkan jumlah pesawat dan jumlah kursi yang disediakan maskapai berkurang, juga mengakibatkan konektivitas penerbangan ke beberapa daerah terganggu karena maskapai memilih terbang ke rute-rute yang menguntungkan saja," katanya. 

Untuk itu INACA sebagai asosiasi maskapai penerbangan nasional, mengajak semua pemangku kepentingan baik di operator, regulator maupun masyarakat untuk bersama-sama mengatasi kendala-kendala yang terjadi dalam bisnis penerbangan nasional. 

"Sehingga nantinya konektivitas transportasi udara membaik dan penerbangan sebagai tulang punggung transportasi di Indonesia dapat mempercepat pertumbuhan perekonomian nasional," katanya. 

(SAN)

SHARE