ECONOMICS

Indef: Reformasi Struktural Bisa Topang Pertumbuhan Ekonomi 5,2 Persen di 2025

Suparjo Ramalan 18/08/2024 09:55 WIB

INDEF memberikan beberapa catatan terkait target pertumbuhan ekonomi nasional pada 2025 yang diproyeksikan mencapai 5,2 persen.

Indef: Reformasi Struktural Bisa Topang Pertumbuhan Ekonomi 5,2 Persen di 2025. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memberikan beberapa catatan terkait target pertumbuhan ekonomi nasional pada 2025 yang diproyeksikan mencapai 5,2 persen. Target makro ekonomi ini telah ditetapkan dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.

Guru Besar dan Ekonom Senior Indef, Didik J. Rachbini, mengungkap pentingnya upaya reformasi struktural untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dari proyeksi tersebut. Menurut Didik, reformasi struktural diperlukan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, yang pada gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi lebih optimal pada 2025.

“Sekarang daya beli masyarakat turun. Target pertumbuhan ekonomi 5 persen sebenarnya tidak cukup untuk memulihkan daya beli tersebut. Jadi harus ada upaya reformasi struktural agar tingkat pertumbuhan ekonomi lebih tinggi dari yang ditargetkan 5,2 persen pada tahun 2025,” ujar Didik, Minggu (18/8/2024). 

Langkah reformasi struktural dilakukan agar ada ruang lebih untuk mendukung peningkatan penerimaan pajak. Tetapi, jika daya beli masyarakat melemah atau terjadi tekanan inflasi yang tinggi, maka kemampuan masyarakat untuk membayar pajak bisa terpengaruh.

“Pemerintah sekarang akan berjibaku menjaga keseimbangan antara pengumpulan pajak dan tidak memberatkan ekonomi masyarakat,” paparnya. 

Penerimaan pajak dan menjaga momentum ekonomi yang baik, faktor internal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dan Direktorat Jenderal Pajak ke depan sangat menentukan. Artinya, kemampuan Kementerian Keuangan dan sekaligus sosok yang ditunjuk menjadi Menteri-nya menjadi faktor kritis.

Tak hanya itu, reformasi perpajakan juga mutlak, termasuk digitalisasi dan perluasan basis pajak. Didik menyebut, sektor apa saja harus digali, tidak bisa tidak adalah sektor industri (non-migas), termasuk jasa, sebagai tiang utama.

Tetapi sektor ini melorot dan tumbuh rendah serta mengalami stagnasi bertahun-tahun karena tidak ada sentuhan kebijakan. Jika pertumbuhan sektor ini bisa tumbuh 8-10 persen, maka pengumpulan pajak akan mendapat ruang yang leluasa.

Sektor baru yang harus digali tidak lain adalah ekonomi digital dan ekonomi kreatif, hingga pariwisata. Dengan berkembangnya e-commerce, fintech, dan layanan berbasis digital, bidang ini merupakan peluang besar untuk menambah penerimaan pajak melalui pengenaan pajak pada platform digital dan transaksi daring.  

(Selfie Miftahul Jannah)

SHARE