ECONOMICS

Indonesia Dihantui Krisis Pupuk hingga Ancaman Ketahanan Pangan, Sudah Siap?

Maulina Ulfa - Riset 21/03/2023 11:32 WIB

Pasca pandemi Covid-19 menghantam, perekonomian Indonesia mengalami gelombang yang kuat dalam beberapa tahun terakhir, dengan rekor pertumbuhan sepanjang 2022.

Indonesia Dihantui Krisis Pupuk hingga Ancaman Ketahanan Pangan, Sudah Siap? (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Pasca pandemi Covid-19 menghantam, perekonomian Indonesia mengalami gelombang yang kuat dalam beberapa tahun terakhir, dengan rekor pertumbuhan sepanjang 2022.

Namun, pecahnya invasi Rusia ke Ukraina, yang telah melumpuhkan perekonomian dunia, berkontribusi terhadap perlambatan pertumbuhan di Indonesia.

Setelah mencatat pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3% pada tahun 2022 dan menjadi yang terkuat selama hampir satu dekade, Indonesia kini harus bersiap untuk  perlambatan pertumbuhan ekonomi.

Dengan melemahnya harga komoditas dan energi yang mengurangi pendapatan ekspor, Indonesia menghadapi hambatan ekonomi karena kekhawatiran akan meningkatnya resesi global.

Beberapa bulan yang lalu, keadaan tidak terlihat terlalu buruk karena Indonesia menikmati surplus perdagangan dari kegiatan ekspor. Meskipun konsumen Indonesia menghadapi harga yang lebih tinggi akibat inflasi untuk beberapa komoditas.

Sayangnya, penerimaan Indonesia dari ekspor besi, baja, batu bara, dan minyak kelapa sawit, ternyata berumur pendek. Hal ini disebabkan melemahnya permintaan global, suku bunga yang lebih tinggi, dan inflasi.

Pada bulan Januari, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia Airlangga Hartarto mengatakan ekspor akan tumbuh sebesar 12,8% tahun ini, kurang dari setengah tingkat pertumbuhan 29,8% pada 2022.

Tanda-tanda yang mengkhawatirkan muncul di bulan Desember, ketika ekspor minyak sawit melambat. Sektor pangan juga di sebut sangat terpengaruh oleh perang di Ukraina, yang mengganggu impor gandum dan pupuk ke Indonesia.

Waspada Ketahanan Pangan dan Kelangkaan Pupuk

Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) memperingatkan baru-baru ini bahwa risiko penurunan utama bagi Indonesia terdapat di pasar energi, pupuk dan pangan.

Sektor energi dan makanan menjadi yang paling terpukul oleh perang, mendorong inflasi lebih tinggi.

“Sektor yang paling terpukul adalah energi, batu bara dan minyak mentah, dan juga komoditas, terutama impor jagung dan gandum, yang sekarang jauh lebih mahal. Konsumsi gandum relatif tinggi, yang merupakan tantangan nyata bagi ketahanan pangan negara," kata Adriana Elisabeth, analis politik senior di Pusat Studi Politik, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), dikutip Business Insider, Kamis (16/3).

Meski Organisasi Pangan dan Pertanian PBB yakin tingkat ketahanan pangan Indonesia akan stabil, namun RI telah terpengaruh oleh gangguan produksi gandum yang berasal dari invasi Rusia ke Ukraina. Karena Rusia dan Ukraina adalah salah satu produsen gandum terbesar di dunia sekaligus eksportir utama untuk Indonesia.

Menurut laporan Business Insider, Kamis (16/3), gangguan pasokan gandum ini disinyalir telah menyebabkan produsen mi instan di Indonesia menaikkan harga lebih dari 10%, dengan harga kemasan mi instan naik sebanyak 20%.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sepanjang Januari-November 2022, Indonesia telah mengimpor sebanyak 8,43 juta ton gandum. Angka ini jelas turun dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 11,17 juta ton.

Sebelumnya, sepanjang 2017 hingga 2021, impor gandum RI terbesar datang dari Australia, Ukraina, Kanada, Argentina, Rusia dan Amerika Serikat (AS). Terlihat, impor yang datang dari Rusia terus menyusut dari tahun ke tahun, sementara impor gandum dari Ukraina terpantau stabil. (Lihat tabel di bawah ini.)

Masyarakat juga terpengaruh meroketnya harga bahan pokok seperti mi, tepung, minyak goreng, lada, telur, cabai, dan teh.

"Makanan pokok utama orang Indonesia adalah beras, tetapi Indonesia juga mengimpor gandum dalam jumlah besar dari Ukraina untuk produksi mi yang juga dikonsumsi orang Indonesia dalam jumlah besar,” kata Dewi Fortuna Anwar, profesor di Pusat Penelitian Politik di Badan Riset dan Inovasi Nasional.

Dewi menambahkan, Indonesia juga mengimpor pupuk dari Rusia di mana negara Beruang Merah ini menjadi salah satu pemasok utama pupuk RI. (Lihat grafik di bawah ini.)

 

Sepanjang Januari hingga Juli 2022, Indonesia telah mengimpor pupuk sebanyak 3.907,78 ribu ton. Jumlah ini turun sebesar 17,1% dibandingkan volume impor pupuk pada periode yang sama tahun sebelumnya yang sebanyak 4.711,4 ribu ton.

Oleh karena itu, sektor pangan paling rentan terpengaruh oleh ketidakpastian global, yang berdampak pada peningkatan produksi dan konsumsi pertanian dan berkontribusi terhadap inflasi yang lebih tinggi.

Meskipun, dibandingkan dengan banyak negara, inflasi sekitar 5,5% relatif rendah, tetapi tetap merupakan angka tertinggi dalam tujuh tahun terakhir bagi Indonesia.

Angka itu dua kali lipat dari tingkat inflasi negara tetangga Malaysia dan Thailand tahun ini.

Pada bulan Januari, Bank Indonesia, menaikkan suku bunga utamanya sebesar 25 basis poin menjadi 5,75%, kenaikan keenam berturut-turut.

Pemerintah Indonesia bekerja keras untuk melindungi konsumen Indonesia dari kenaikan harga, namun pemerintah harus menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar 30% untuk melindungi APBN.

Elisabeth mengatakan Indonesia akan membayar harga untuk perang Ukraina dalam hal daya beli yang lebih rendah dan krisis fiskal karena perpajakan bergeser dari produsen ke konsumen. Sementara pada saat yang sama investor cenderung menjauh dari Indonesia.

Indonesia, salah satu kisah sukses Asia dalam beberapa tahun terakhir yang tidak terlalu terpukul dibandingkan negara-negara berkembang lainnya akibat perang Rusia-Ukraina.

Namun awan badai tetap ada dan perlambatan pertumbuhan ekstrem yang dialami oleh negara-negara maju akan menyebabkan lebih banyak gejolak bagi Indonesia. (ADF)

SHARE