ECONOMICS

Industri Jepang Tumbuh Tipis 0,5 Persen di Mei, Tekanan Tarif AS Kian Membayangi

Ibnu Hariyanto 30/06/2025 09:45 WIB

Produksi industri Jepang tumbuh tipis 0,5 persen pada Mei 2025 secara bulanan.

Produksi industri Jepang tumbuh tipis 0,5 persen pada Mei 2025 secara bulanan. (Foto: iNews Media)

IDXChannel – Produksi industri Jepang tumbuh tipis 0,5 persen pada Mei 2025 secara bulanan. Menurut data resmi dari Kementerian Ekonomi, Perdagangan, dan Industri (METI) Jepang, angka ini jauh di bawah proyeksi pasar yang memperkirakan kenaikan 3,5 persen.

Dilansir Channel News Asia, Senin (30/6/2025), hasil ini memperkuat kekhawatiran akan melambatnya sektor manufaktur akibat tekanan eksternal. Survei lanjutan METI menunjukkan proyeksi pertumbuhan output industri akan tetap lemah, dengan kenaikan hanya 0,3 persen pada Juni dan penurunan 0,7 persen pada Juli.

Ketidakpastian global dan gangguan rantai pasok masih menjadi beban utama sektor industri Jepang.

Salah satu tekanan terbesar datang dari kebijakan tarif tinggi yang diberlakukan Amerika Serikat (AS). Produk otomotif Jepang yang merupakan penyumbang ekspor utama terancam dikenakan tarif sebesar 25 persen, kecuali jika Jepang dan AS mencapai kesepakatan khusus sebelum batas waktu 9 Juli.

Sebagai respons, pemerintah Jepang tengah melakukan lobi intensif ke AS untuk menghindari tarif balasan yang juga bisa mencapai 24 persen. Jika ketegangan dagang meningkat, sejumlah produsen besar Jepang bisa terdampak langsung, termasuk Toyota dan Honda yang memiliki pabrik perakitan di AS.

Data sebelumnya mencatat ekonomi Jepang mengalami kontraksi pada kuartal I-2025, menyusul melemahnya konsumsi rumah tangga dan investasi swasta. Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi domestik belum cukup kuat untuk menyerap guncangan eksternal tambahan.

Dampak kebijakan dagang AS juga mempersulit Bank of Japan (BOJ) dalam menormalisasi kebijakan moneternya. BOJ tengah mempertimbangkan kenaikan suku bunga lanjutan dan pengurangan neraca keuangan, namun tekanan eksternal membuat langkah tersebut penuh risiko.

Jika situasi memburuk, analis memperkirakan BOJ dapat menunda atau bahkan membatalkan agenda pengetatan kebijakan, sehingga Jepang berpotensi kembali masuk ke siklus pertumbuhan rendah dan ketergantungan stimulus, yang telah membayangi ekonomi negara tersebut selama lebih dari dua dekade.

>

(Ibnu Hariyanto)

SHARE