Industri Tekstil dan Furnitur Indonesia Diproyeksi Paling Untung dari Turunnya Tarif AS
Menkeu Sri Mulyani memproyeksi industri tekstil dan furniture Indonesia bisa diuntungkan dari turunnya tarif impor Amerika Serikat (AS).
IDXChannel – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memproyeksi industri tekstil dan furniture Indonesia bisa diuntungkan dari turunnya tarif impor Amerika Serikat (AS).
Seperti diketahui, Indonesia bernegosiasi dengan AS dan menghasilkan tarif resiprokal yang lebih rendah menjadi 19 persen. Kebijakan ini dinilai bisa memberikan peluang besar bagi industri padat karya di dalam negeri.
"Keberhasilan negosiasi penurunan tarif resiprokal AS untuk Indonesia menjadi 19 persen diperkirakan mendorong kinerja sektor padat karya," ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Senin (28/7/2025).
Sejak April 2025, AS telah memberlakukan kebijakan tarif baru terhadap berbagai negara, termasuk China. Sebagai balasan, China juga menerapkan tarif serupa.
Kondisi ini menambah ketidakpastian global, menghambat perdagangan internasional, dan menurunkan laju pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara.
Namun, di tengah situasi tersebut, Pemerintah Indonesia tetap fokus menjaga kepentingan nasional. Sejumlah sektor seperti tekstil, alas kaki, dan furnitur yang dikenal sebagai penyerap tenaga kerja besar, diperkirakan akan memperoleh manfaat dari penurunan tarif ekspor ke pasar Amerika.
Selain itu, Indonesia memperoleh keuntungan dari penghapusan tarif terhadap produk asal Amerika Serikat.
“Tarif 0 persen untuk produk AS diperkirakan menurunkan harga produk migas dan pangan di Indonesia,” kata Sri Mulyani.
Dengan demikian, harga BBM serta bahan pangan impor diharapkan bisa lebih terjangkau bagi masyarakat.
Meski begitu, pemerintah tetap mewaspadai potensi dampak tidak langsung. Beberapa negara berkembang telah menunjukkan tanda-tanda perlambatan ekonomi akibat penurunan ekspor ke Amerika. Tekanan juga mulai terlihat pada sektor manufaktur.
"Risiko rambatan tetap perlu dicermati, seperti kontraksi sektor manufaktur dengan Purchasing Managers’ Index (PMI) sebesar 46,9 pada Juni 2025," lanjut Sri Mulyani.
Untuk itu, pemerintah berkomitmen mempercepat deregulasi serta memberikan insentif bagi investor agar aktivitas industri tetap berjalan.
Langkah-langkah ini merupakan bagian dari strategi jangka panjang untuk membangun ketahanan sektor industri nasional. Pemerintah meyakini bahwa kebijakan yang responsif dan fleksibel sangat penting untuk mempertahankan daya saing Indonesia di tengah ketidakpastian global.
(Febrina Ratna Iskana)