Inflasi Diproyeksi Naik, Pedagang Pasar Mulai Was-was
Pedagang pasar dan ritel terus mengkhawatirkan kenaikan harga berbagai bahan pokok dan barang konsumsi lainnya.
IDXChannel - Pedagang pasar dan ritel terus mengkhawatirkan kenaikan harga berbagai bahan pokok dan barang konsumsi lainnya. Pasalnya, kenaikan harga dapat mempengaruhi penurunan daya beli masyarakat dan mengurangi omzet pedagang secara signifikan.
Saat ini tingkat inflasi tahunan hingga Juli 2022 sudah mencapai 4,94 persen, melampaui asumsi APBN 2022 yang diperkirakan sebesar 2-4 persen. Inflasi diperkirakan akan terus naik pada bulan-bulan mendatang sehingga berpotensi menggerus daya beli konsumen.
Para pedagang pasar dan ritel pun meminta dukungan dan bantuan pemerintah untuk memberikan kebijakan yang dapat melindungi kesejahteraan mereka.
Wakil Ketua DPP Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Don Mudzakir mencatat kenaikan harga berbagai bahan pokok dan barang lainnya, di pasar, dapat memicu penurunan daya beli masyarakat.
Harga kebutuhan bahan pokok seperti cabai, daging, bawang merah, dan bawang putih sedang mengalami kenaikan secara drastis yang berimbas pada turunnya omzet pedagang.
“Konsumen itu bukannya tidak membeli bahan pokok, tetapi menurunkan konsumsinya. Contohnya konsumen yang biasanya membeli cabai sebanyak satu ons sekarang menjadi setengah ons. Fenomena ini yang membuat omzet pedagang pasar menurun,” tutur dia, Kamis (18/8/2022).
Mudzakir menilai selain kenaikan pada berbagai bahan pokok tersebut, kenaikan harga juga terjadi di produk rokok yang juga merupakan penyumbang penting omzet para pedagang pasar. Kenaikan harga rokok ini didorong oleh kenaikan cukai tiap tahunnya, di mana beban para pedagang pasar menjadi semakin besar untuk berjualan. Kenaikan harga–harga tersebut juga mendorong turunnya omzet para pedagang.
“Salah satu modal terbesar pedagang ada di rokok. Perputaran penjualan rokok itu cepat dan kontribusinya juga besar ke omzet, jadi sangat terpengaruh oleh kenaikan cukai. Oleh karena itu, kita berharap bahwa pemerintah, mengkaji ulang kebijakan kenaikan cukai rokok karena ekonomi nasional harus stabil dulu. Jangan dinaikkan dulu cukainya karena kita harus lihat apakah daya beli masyarakat sudah membaik atau belum,” katanya.
Data Badan Pusat Statistik mencatat, pada Juli 2022 terjadi inflasi sebesar 0,64 persen. Kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang terbesar dengan tingkat kenaikan indeks harga konsumen sampai 1,16 persen. Selama ini, pemerintah masih menempatkan inflasi sebagai salah satu ancaman terbesar karena melemahkan daya beli masyarakat.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Asosiasi Koperasi Ritel Indonesia (AKRINDO) Anang Zunaedi juga mengatakan kenaikan cukai rokok merugikan pelaku industri baik dari sisi hulu maupun hilir termasuk pedagang ritel.
Menurut Anang, rokok merupakan penyumbang pendapatan terbesar di tingkat pedagang ritel sehingga kenaikan cukai rokok sangat berdampak bagi pendapatan. Dia mencatat kenaikan cukai rokok tidak efektif untuk menurunkan konsumsi rokok karena adanya pergeseran konsumsi ke rokok yang lebih murah.
“Kenaikan cukai yang berlebihan tidak berdampak pada penurunan prevalensi, hanya menggeser perokok memilih rokok lebih murah. Jadi tidak efektif kalau malah banyak rokok ilegal” ungkapnya.
Anang menyebut pemerintah sebaiknya mengambil langkah bijak dalam menentukan besaran tarif cukai tahun depan. Cukai rokok sebaiknya menyesuaikan dengan angka inflasi yang sedang terjadi, sehingga kenaikannya tidak memberatkan seluruh pihak.
“Pemerintah harus bisa mengambil langkah yang bijaksana. Misalnya melihat dari tingkat inflasi yang sedang terjadi. Kalau bisa tidak perlu diberlakukan kenaikan cukai pada rokok,” ujar dia.
Sebelumnya, Direktur Komunikasi dan Hubungan Pengguna Jasa Bea Cukai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Nirwala Dwi Heryanto memberikan sinyal kenaikan cukai hasil tembakau 2023. Padahal, tahun ini pemerintah telah menaikkan cukai hasil tembakau atau cukai rokok rata-rata 12 persen.
Adapun sesuai dengan dokumen Rancangan Anggaran dan Pendapatan Negara (RAPBN) 2023 dan Nota Keuangan, pada 2023, pemerintah menargetkan penerimaan dari sektor cukai sebesar Rp245,45 triliun. Jika dibandingkan dengan target kenaikan cukai pada tahun lalu, besaran target penerimaan cukai 2023 tumbuh 9,5 persen. (TYO)