Inflasi Inti Tokyo Naik Tajam Jadi 3,4 Persen di April 2025, BOJ Semakin Waspada
Inflasi inti di ibu kota Jepang Tokyo naik tajam sebesar 3,4 persen di April 2025 dibanding tahun sebelumnya. Kondisi menjadi tantangan Bank of Japan (BOJ).
IDXChannel- Inflasi inti di ibu kota Jepang Tokyo naik tajam sebesar 3,4 persen di April 2025 dibanding tahun sebelumnya. Kondisi menjadi tantangan Bank of Japan (BOJ) dalam mengatur kebijakan moneter di tengah kenaikan suku bunga di Amerika Serikat dan tekanan harga dalam negeri.
Dilansir Channel News Asia, Jumat (25/4/2025), indeks harga konsumen (IHK) inti, yang tidak memasukkan harga makanan segar yang cenderung fluktuatif naik lebih tinggi dari perkiraan pasar sebesar 3,2 persen. Situasi ini merupakan pertama kalinya sejak Juli 2023 inflasi inti di Tokyo kembali menembus angka 3 persen.
Kenaikan inflasi ini dipicu oleh beberapa faktor, termasuk berkurangnya subsidi pemerintah untuk biaya listrik dan gas. Selain itu, awal tahun fiskal baru Jepang, 1 April ditandai dengan sejumlah kenaikan harga makanan yang ikut mendorong lonjakan harga secara keseluruhan.
Sementara itu, indeks lain yang digunakan BOJ untuk memantau tren inflasi secara menyeluruh, kecuali makanan segar dan bahan bakar menunjukkan kenaikan 3,1 persen di April. Angka ini juga naik cukup signifikan dibandingkan kenaikan 2,2 persen pada Maret.
Data inflasi Tokyo sering dijadikan sebagai indikator awal untuk memperkirakan tren inflasi secara nasional. Karena itu, perkembangan ini menjadi perhatian penting menjelang pertemuan kebijakan moneter BOJ yang dijadwalkan pada 30 April hingga 1 Mei 2025.
Dalam pertemuan itu, BOJ diperkirakan masih akan mempertahankan suku bunga jangka pendek di level 0,5 persen. Namun, Gubernur BOJ Kazuo Ueda sudah memberi sinyal siap menaikkan suku bunga lebih lanjut bila inflasi terus meningkat.
Meski begitu, keputusan BOJ menjadi semakin rumit karena kenaikan suku bunga di Amerika Serikat bisa berdampak negatif terhadap permintaan global. Beberapa sumber menyebutkan BOJ kemungkinan akan memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Jepang dan memberikan peringatan terkait risiko eksternal tersebut.
(Ibnu Hariyanto)