ECONOMICS

Inflasi Jasa Jepang Capai 3,3 Persen di Mei 2025, Pasar Tunggu Keputusan Suku Bunga BOJ

Ibnu Hariyanto 25/06/2025 10:26 WIB

Inflasi di sektor jasa Jepang mencatat kenaikan sebesar 3,3 persen pada Mei 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

Inflasi di sektor jasa Jepang mencatat kenaikan sebesar 3,3 persen pada Mei 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. (foto: iNews Media)

IDXChannel – Inflasi di sektor jasa Jepang mencatat kenaikan sebesar 3,3 persen pada Mei 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Situasi ini mempertahankan ekspektasi pasar bahwa Bank Sentral Jepang (BOJ) akan kembali menaikkan suku bunga dalam waktu dekat.

Data tersebut dirilis BOJ pada Rabu (25/6/2025) sebagaimana dilansir dari Channel News Asia. Laju inflasi jasa tetap menunjukkan tekanan harga yang kuat dan konsisten meski sedikit melambat dibandingkan angka revisi bulan April yang mencapai 3,4 persen,  

Sektor ini kini menjadi perhatian utama BOJ dalam mengevaluasi keberlanjutan tren inflasi dan pertumbuhan upah di Jepang. Analis dari Nomura Securities menyebut data ini bisa jadi acuan BOJ mengambil keputusan selanjutnya.

“Data ini memberi sinyal bahwa harga jasa masih meningkat stabil, yang penting bagi BOJ untuk memastikan inflasi bisa bertahan di atas target 2 persen,” ujar analis dari Nomura Securities dalam keterangan tertulis.

Indeks Harga Produsen Jasa (Services Producer Price Index/SPPI), yang mengukur harga antar perusahaan untuk jasa seperti logistik, keamanan, dan periklanan, telah menjadi indikator kunci pasca berakhirnya era kebijakan stimulus agresif oleh BOJ.

BOJ sebelumnya menghentikan kebijakan suku bunga ultra-rendah pada akhir 2024. Selanjutnya, pada Januari 2025, bank sentral memutuskan menaikkan suku bunga acuan jangka pendek menjadi 0,5 persen untuk pertama kalinya dalam hampir dua dekade.

Namun demikian, perlambatan ekonomi global dan dampak tarif impor dari Amerika Serikat (AS) mulai membayangi outlook ekonomi Jepang. BOJ pun memangkas proyeksi pertumbuhan, menciptakan tantangan baru dalam menentukan waktu optimal untuk kenaikan suku bunga selanjutnya.

"BOJ ingin memastikan bahwa inflasi yang ada ditopang oleh pertumbuhan upah dan permintaan domestik, bukan sekadar akibat depresiasi yen atau lonjakan biaya impor. Oleh karena itu, data upah riil dan belanja konsumen akan menjadi indikator penting untuk kebijakan moneter selanjutnya," tulis Ekonom Daiwa Research Institute.

>

(Ibnu Hariyanto)

SHARE