Ini 4 Sinyal Ekonomi AS Terancam Resesi
Isu resesi Amerika Serikat (AS) semakin gencar di Wall Street.
IDXChannel - Isu resesi Amerika Serikat (AS) semakin gencar di Wall Street. Para pengamant melihat beberapa tanda peringatan yang menunjukkan perlambatan ekonomi mungkin terjadi dalam waktu dekat.
Awal bulan ini, Goldman Sachs menaikkan kemungkinan terjadinya resesi selama 12 bulan ke depan dari 15 persen menjadi 20 persen.
Menurut survei yang dilakukan Bank of America bulan ini, 55 persen manajer dana menyebut ancaman resesi global yang dipicu perang dagang sebagai risiko paling besar bagi pasar.
Menurut Survei Kepercayaan Konsumen terbaru dari Conference Board, jumlah konsumen yang merasa resesi akan terjadi dalam 12 bulan ke depan melonjak ke level tertinggi dalam sembilan bulan.
"Kita terus mendengar bahwa tidak ada resesi dan bahwa ekonomi dalam kondisi yang solid karena tingkat pengangguran yang rendah. Namun, tren perubahan dan bukan tingkatnya yang penting bagi siklus ekonomi," kata Ekonom David Rosenberg, dilansir dari Business Insider pada Sabtu (22/3/2025).
Berikut adalah empat tanda peringatan resesi AS yang muncul baru-baru ini:
1. Keuangan rumah tangga memburuk
Menurut Survei Ekspektasi Konsumen terbaru dari The Fed New York Fed, hanya 63 persen rumah tangga AS yang memiliki cukup uang tunai untuk menutupi tagihan tiba-tiba sebesar USD2.000.
Menurut analisis dari Apollo Global Management, itu tingkat terendah sejak kuartal IV-2015.
"Dengan mempertimbangkan bahwa tingkat inflasi konsumen saat ini 35 persen lebih tinggi daripada 2015, situasinya bisa dibilang jauh lebih buruk," kata Kepala Ekonom Apollo Torsten Slok.
Pada saat yang sama, rumah tangga juga memiliki beban utang yang lebih tinggi. Total utang rumah tangga bertambah USD93 miliar selama kuartal IV-22024. Angkanya mencapai USD18 triliun yang merupakan rekor tertinggi.
2. Saham berkapitalisasi kecil dan menengah berkinerja buruk
Saham berkapitalisasi kecil dan menengah tengah berjuang. Ini bisa menjadi indikator yang buruk bagi ekonomi AS, mengingat saham berkapitalisasi kecil hingga menengah sangat sensitif terhadap perubahan ekonomi.
ETF iShares S&P Small-cap 600 Value turun 16 persen dari puncaknya. S&P MidCap 400 turun 13 persen dari puncaknya.
"Keduanya mencapai puncaknya tiga minggu setelah pemilu. Bulan madu berakhir dengan sangat cepat," kata Rosenberg.
3. Banyak perusahaan mencatat pendapatan yang lemah
Lebih banyak perusahaan AS memperingatkan pendapatan mereka tahun ini akan lebih lemah dari yang diharapkan sebelumnya. Perusahaan yang dipandang sebagai penentu ekonomi utama, seperti Walmart, Target, dan FedEx telah memangkas target pendapatannya tahun ini.
"Ekuitas berjangka AS memerah karena panduan perusahaan terus memburuk," kata Rosenberg.
4. Pasar obligasi memperkirakan lebih banyak risiko
Investor obligasi memperkirakan lebih banyak perusahaan dapat bangkrut dalam beberapa tahun mendatang.
Spread kredit, yang mengukur perbedaan antara imbal hasil obligasi korporasi dengan tolok ukur seperti US Treasury, telah meningkat secara substansial dalam sebulan terakhir. Hal itu mencerminkan investor memperkirakan peningkatan risiko gagal bayar utang peminjam korporasi. (Wahyu Dwi Anggoro)