Intip Proyeksi Sektor Real Estate di Tahun Kelinci Air
Survei Knight Frank Indonesia menunjukan Sektor real estate merupakan salah satu sektor yang berupaya bangkit usai terbebani pandemi COVID-19 yang melanda.
IDXChannel - Survei Knight Frank Indonesia menunjukan Sektor real estate merupakan salah satu sektor yang berupaya bangkit usai terbebani pandemi Covid-19 yang melanda. Lalu, bagaimana dengan proyeksi di tahun 2023?
Sebanyak 59% responden optimistis pertumbuhan sektor properti akan relatif stabil pada 2023.
Menurut Senior Research Advisor Knight Frank Indonesia Syarifah Syaukat, hal tersebut didorong oleh situasi ekonomi global yang dinilai tak terlalu berpengaruh kepada pertumbuhan sektor properti di Indonesia.
Namun, di tengah optimisme pasar memproyeksikan stabilitas sektor properti 2023 terkait isu resesi serta suku bunga yang naik, responden juga mewaspadai potensi risiko yang mengganggu perkembangan sektor properti.
Hal ini senada dengan penjelasan Syarifah yang mengungkap beberapa potensi risiko yang perlu diwaspadai sektor properti pada 2023. Potensi risiko tersebut antara lain, dampak pandemi Covid-19, inflasi, hingga pesta pemilu.
Selain itu, survei juga melihat adanya kecenderungan pasar, di mana 66% responden wait and see terkait pemulihan sektor properti dalam 3 hingga 5 tahun ke depan.
Subsektor properti yang diprediksi prospektif adalah landed [rumah tapak], pergudangan, ritel, hotel, hingga vila resor. Sementara, subsektor perkantoran dinilai masih stagnan serta apartemen strata yang cenderung melemah.
Pada survei, Jabodetabek dinilai sebagai wilayah yang prospektif untuk investasi di sektor properti. Sedangkan Ibu Kota Nusantara (IKN) menempati posisi kedua. Tak hanya itu, bisnis e-commerce, pusat data hingga logistik juga mempunyai nilai positif terhadap pertumbuhan properti 2023.
Sejalan dengan survei tersebut, survei Knight Frank Asia Pasifik menyebutkan Jakarta adalah salah satu kota dengan penyedia paling aktif untuk pusat data di kawasan Asia Pasifik. Meski di 2023 sektor properti dihadapkan dengan sejumlah tantangan, sektor ini masih mendapat sejumlah kelonggaran.
Diketahui, Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk melanjutkan kebijakan relaksasi rasio Loan to Value/Financing to Value (LTV/FTV) untuk kredit atau properti maksimal 100%.
Hal ini berarti calon pembeli properti memungkinkan DP (down payment) 0 persen saat memanfaatkan fasilitas kredit pemilikan rumah atau apartemen (KPR/KPA). Kebijakan tersebut mulai berlaku mulai 1 Januari 2023 hingga 31 Desember 2023.
Melansir Youtube IDX 2nd Session Closing, di sepanjang 2022 kinerja sektor properti menunjukkan kinerja negatif hingga tutup tahun 2022, dengan pelemahan di 9,05% secara year to date. Jika dilihat dari Agustus 2022, maka pada Desember 2022 merupakan kelima kalinya Bank Indonesia mengerek suku bunga acuan. Kenaikan suku bunga acuan juga berimbas dengan menekan saham-saham emiten properti.
Sejak awal 2022, indeks properti berada di zona negatif. Lesunya IDX properti juga tercermin terhadap saham-saham sejumlah emiten properti yang khususnya berkapitalisasi besar. Kenaikan suku bunga acuan menjadi sentimen kurang baik untuk properti. Hal ini karena mayoritas masyarakat membeli properti dengan cara KPR.
Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia dalam laporan kinerja kuartal III/2022, penjualan properti turun 14% dari kuartal sebelumnya. Wakil Ketua Umum DPP REI Hari Ganie menjelaskan, saat pandemi Covid-19, bisnis properti masih tertahan. Hal ini karena selama dua tahun pandemi memicu penurunan hingga 50%.
Faktor yang menjaga pasar properti 2022 tetap baik dikarenakan adanya stimulus dari pemerintah, seperti pelonggaran uang muka kredit pemilikan properti 0% dan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) hingga sebesar 50%.
Pada 2022, tantangan yang dihadapi sektor properti adalah ancaman kenaikan suku bunga KPR hingga kenaikan PPN sebesar 1% menjadi 11%. Menurut Wakil Ketua Umum DPP REI Bambang Eka Jaya, meski PPN hanya naik 1%, namun berdampak secara signifikan, terlebih untuk sektor properti.
Bambang mengatakan, salah satu yang dapat dilakukan adalah downsizing properti secara keseluruhan agar sektor ini tak terlalu terpuruk. Downsizing telah lama dilakukan oleh pengembang. Hal ini karena harga lahan yang terus naik, terutama di kota besar, dengan memperhatikan kenyamanan hingga keleluasaan konsumen.
Sementara itu, Kepala Badan Riset DPP REI Ferry Salanto mengatakan, bagi pengembang, penting untuk menyesuaikan diri dengan kemampuan, selera, dan kebutuhan. Tak hanya berkaitan dengan produk, namun juga menyiapkan strategi pembayaran, marketing, hingga delivery produk konsumen.
(SLF)