ECONOMICS

Investasi Hilirisasi Tembus Rp431 Triliun, Imbas Larangan Ekspor Bahan Mentah

Rahmat Fiansyah 23/11/2025 06:20 WIB

Realisasi investasi hilirisasi sepanjang Januari-September 2025 tercatat Rp431,4 triliun, meningkat 58,1 persen secara tahunan.

Realisasi investasi hilirisasi sepanjang Januari-September 2025 tercatat Rp431,4 triliun, meningkat 58,1 persen secara tahunan. (Foto: Dok. MIND ID)

IDXChannel - Realisasi investasi hilirisasi sepanjang Januari-September 2025 tercatat Rp431,4 triliun, meningkat 58,1 persen secara tahunan. Lonjakan tersebut terjadi seiring diperketatnya ekspor bahan mentah sekaligus kewajiban proses pengolahan di dalam negeri.

‎‎Wakil Menteri Investasi dan Hilirisasi, Todotua Pasaribu, menegaskan bahwa hilirisasi kini menjadi fondasi utama transformasi ekonomi Indonesia. 

“Kita sudah masuk ke kebijakan yang tidak lagi mengizinkan sumber daya alam diekspor dalam bentuk raw material. Setidaknya proses tier pertama harus dilakukan di dalam negeri,” ujarnya melalui keterangan resmi, Minggu (23/11/2025).

Todotua menjelaskan hilirisasi telah menjadi kerangka kebijakan nasional yang dirancang secara strategis oleh Kementerian Investasi dan Hilirisasi. Pemerintah membangun peta jalan yang memuat 28 komoditas prioritas dalam delapan kelompok besar, dengan tujuan menarik investasi berorientasi ekspor dan menciptakan nilai tambah yang lebih besar bagi ekonomi nasional.

‎‎Menurut Todotua, kenaikan realisasi investasi tersebut didorong terutama oleh sektor mineral, diikuti perkebunan dan kehutanan, migas, serta perikanan. Dia menilai, capaian itu menandai perubahan struktural dalam komposisi investasi Indonesia. 

Todotua menegaskan kekayaan sumber daya alam Indonesia merupakan modal besar yang tidak dimiliki banyak negara. Dengan populasi lebih dari 280 juta jiwa dan posisi geopolitik yang berada pada tulang punggung jalur perdagangan global, Indonesia menurutnya memiliki peluang strategis untuk mempercepat industrialisasi. 

Dia menambahkan, sektor nikel menjadi salah satu rantai industri yang struktur hilirnya sudah hampir lengkap, mulai dari smelter hingga industri baterai. Pemerintah kini tengah menata hilirisasi bauksit, tembaga, dan timah agar rantai pasok domestik lebih kuat dan tidak bergantung pada pasar luar. Namun, dia juga mengingatkan pembangunan smelter yang tidak terkendali juga berisiko memunculkan overcapacity dan menekan daya saing produk dalam jangka panjang.

‎‎Di sektor energi, pemerintah mempercepat proyek gasifikasi batu bara. Todotua menyebut proyek coal to synthetic gas yang dijalankan Bukit Asam bersama PDN dan Pusri akan diarahkan untuk produksi amonia dan metanol, sekaligus mengurangi impor yang selama ini masih tinggi. 

“Impor metanol kita masih 2,2 sampai 3 juta ton, padahal gas dan batubara kita punya. Permintaan meningkat karena program B40 yang membutuhkan campuran metanol dengan CPO. Kita harus mengejar negara seperti China yang 40 persen batu baranya dipakai untuk produk turunan,” katanya.

‎‎Percepatan hilirisasi juga terlihat pada ekosistem yang dikembangkan oleh MIND ID. Di sektor aluminium, proyek Smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) Fase 1 telah resmi beroperasi. Ke depan fasilitas yang berada di Mempawah ini akan semakin kuat dengan hadirnya SGAR Fase II dan Smelter Alumunium baru yang saat ini tengah dibangun. Langkah ini diharapkan dapat memenuhi kebutuhan alumina dalam negeri dan mengurangi ketergantungan impor.

Di sektor timah, PT Timah Tbk (TINS) tengah mematangkan hilirisasi produk turunan mulai dari solder hingga tin chemicals untuk masuk ke pasar elektronik, otomotif, dan kimia global.

Sementara itu, PT Vale Indonesia Tbk (INCO) terus memperluas investasi dalam memperkuat produksi nikel matte dan produk turunan berstandar rendah karbon sebagai bagian dari ekosistem baterai kendaraan listrik melalui pengembangan tiga proyek strategis yakni Indonesia Growth Project (IGP) Pomalaa, Morowali, dan Sorowako. Proyek-proyek ini menjadi tonggak penting dalam memperkuat kapasitas produksi nikel sekaligus membangun fondasi bagi ekosistem industri kendaraan listrik di Indonesia.

Di sisi lain, PT Freeport Indonesia (PTFI) menyiapkan penguatan hilirisasi tembaga dari Gresik Smelter dan Precious Metals Refinery (PMR), yang menjadi fondasi penting bagi industri listrik, energi terbarukan, dan teknologi global.

‎‎Todotua mengatakan proyek-proyek hilirisasi MIND ID menjadi tulang punggung upaya pemerintah dalam membangun rantai pasok mineral strategis yang menyeluruh, dari hulu hingga hilir. Pemerintah memperkirakan hilirisasi akan memberikan dampak ekonomi hingga 2040 dengan nilai investasi USD618 miliar dan nilai tambah USD235,9 miliar, potensi ekspor kumulatif mencapai USD857 miliar, dan penciptaan lebih dari tiga juta lapangan kerja.

‎‎“Hilirisasi adalah strategi agar Indonesia tidak lagi berada pada posisi sebagai negara pengekspor bahan mentah, tetapi menjadi pemain utama dalam rantai nilai global,” ujar Todotua.

>

(Rahmat Fiansyah)

SHARE