Istri Mantan Menteri Terseret Kasus Sengketa Usaha Batu Bara, Ini yang Dilakukan
Dalam kasus tersebut, Hanifah ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan penggelapan saham PT BBL milik pelapor.
IDXChannel - Istri mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Ferry Mursyidan Baldan, yaitu Hanifah Husein, terseret kasus sengketa perusahaan batu bara di Sumatera Selatan.
Dalam kasus tersebut, Hanifah ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan penggelapan saham PT BBL milik pelapor. Dalam tuduhannya, pihak pelapor menilai Hanifah cs telah melakukan pengalihan kepemilikan saham miliknya menjadi milik PT RUBS dan PT Rantau Panjang Utama Bhakti (RPUB) tanpa sepengetahuan dan persetujuan pihak pelapor.
Atas tuduhan tersebut, Hanifah membantah keras dan merasa tengah menjadi sasaran kriminalisasi. Karenanya, Hanifah telah melaporkan oknum penyidik ke Irwasum Polri dan Kompolnas. Dan terbaru, Hanifah juga malaporkan Dirtipideksus, Whisnu Hermawan, ke Ombudsman Republik Indonesia.
"Laporan ini terkait proses penanganan perkara Hanifah Husein terpaksa kami sampaikan pada pihak-pihak yang dapat mengawasi dan mengawalnya. Karena kami merasa kasus ini menjadi terkesanp dibuat-buat demi memuaskan 'pemesan'," ujar kuasa hukum PT RUBS, Ricky Hasiholan Hutasoit, dalam keterangan resminya, Senin (19/9/2022).
Melalui laporan ini, menurut Ricky, pihaknya ingin menjaga marwah institusi Polri jangan sampai dirusak segelintir oknum penyidik yang diduga mengkriminalisasi kliennya.
"Melalui laporan ke Ombudsman, Irwasum hingga Kompolnas ini, kami ingin Institusi Polri tetap menjaga marwahnya, dan menjadi muara para pencari keadilan," tutur Ricky.
Dengan dibukanya kasus ini secara terang benderang, dirinya berharap dukungan dari banyak pihak agar kasus yang dialami seorang Hanifah Husein tidak terjadi lagi pada investor tambang lainnya.
Sebagai informasi, kasus ini merupakan laporan dari PT. Batubara Lahat yang belakangan diketahui berafiliasi dengan perusahaan besar Bomba Group.
"Setelah adanya LP terhadap klien kami ternyata dalam website Bomba Group tercatat bahwa PT. BL telah berafiliasi dengan group besar ini. Menurut informasi yang didapat, Bomba Group diduga memiliki hubungan dekat dengan oknum petinggi kepolisian. Semoga PT. RUBS tidak jadi bulan-bulanan kriminalisasi karena afiliasi tersebut," ungkap Ricky.
Sementara, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Al Azhar Jakarta, Prof Dr Suparji Ahmad, menilai hal yang wajar bila pihak Hanifah menilai telah terjadi praktik kriminalisasi. Pasalnya, menurut Suparji, kasus sengketa usaha semacam ini harusnya masuk dalam ranah perdata, bukan pidana.
"Kasus ini harusnya masuk dalam ranah (hukum) perdata, karena pada dasarnya ini soal kesepakatan, yang hanya mengikat para pihak yang terlibat dalam perjanjian. Dan segala hal terkait kesepakatan itu ranahnya perdata. Bukan pidana," ujar Supardji.
Namun melihat perkembangan di lapangan, banyak fakta yang menunjukkan telah terjadinya kriminalisasi investor yang diduga dilakukan oleh oknum penyidik dari Bareskrim Polri yang menangani kasus ini. Menurut Suparji, langkah kriminalisasi ini benar-benar tidak profesional dan dapat menganggu iklim investasi secara keseluruhan di Indonesia.
"Karena pada dasarnya ini murni soal kesepakatan, maka ketika sampai terjadi kriminalisasi tentu sangat patut disayangkan, karena mencederai rasa keadilan. Saya rasa perlu di-SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan)," tutur Suparji.
Tak hanya SP3, menurut Suparji, Kapolri Jenderal Listyo Sigit perlu turun tangan langsung untuk menertibkan anggotanya di lapangan yang tidak menjalankan tugasnya dengan baik, sehingga memperburuk citra kepolisian di masyarakat. Kapolri perlu memberikan hukuman secara langsung kepada oknum aparat yang terbukti melakukan kriminalisasi, mulai dari sanksi teguran sampai pencopotan tidak hormat dari kesatuan.
Pemberian hukuman bagi Suparji menjadi pesan tegas bahwa seluruh jajaran Polri harus menjaga integritas dan juga professional dalam setiap tindakan penegakan hukum, serta menghindarkan diri dari benturan kepentingan dalam suatu korporasi.
"Harus ada sanksi tegas, karena kriminalisasi terhadap investor ini sangat berbahaya dalam penegakan hukum yang berkeadilan. Bareskrim harus mengedepankan moto kepolisian PRESISI, dan jangan menjadi oknum yang menjadi backing atas kepentingan korporasi," tegas Suparji. (TSA)