ECONOMICS

Jaga Stabilitas Harga Beras, Begini Usulan Pengamat

Taufan Sukma/IDX Channel 05/01/2024 07:38 WIB

perlunya evaluasi kebijakan dari hulu hingga ke hilir, agar petani tetap produktif, sehingga harga beras di tingkat konsumen dapat stabil dan terjangkau.

Jaga Stabilitas Harga Beras, Begini Usulan Pengamat (foto: MNC media)

IDXChannel - Pemerintah diminta membuat kebijakan yang lebih holistik dan komprehensif, serta ditopang dengan data pertanian yang valid, untuk dapat menjaga stabilitas harga beras di pasaran.

"Penerapan kebijakan holistik akan bisa memperbaiki kesejahteraan petani, sehingga produksi akan meningkat, karena selama menguntungkan, petani akan semangat untuk menanam," ujar Peneliti Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Eliza Mardian, Kamis (4/1/2024).

Penerapan kebijakan ini, menurut Eliza, jauh lebih tepat dalam menjawab permasalahan kekurangan produksi, ketimbang memilih impor sebagai jalan pintas yang bersifat sementara.

Eliza menilai perlunya evaluasi kebijakan dari hulu hingga ke hilir, agar petani tetap produktif, sehingga harga beras di tingkat konsumen dapat stabil dan terjangkau.

"Harusnya kebijakan stabilisasi harga dengan impor ini jangan selalu dijadikan shortcut ketika terjadi kekurangan produksi dalam negeri, melainkan menerapkan kebijakan holistik yang dapat memperbaiki kesejahteraan petani," tutur Eliza.

Eliza mengungkap bahwa kenaikan harga beras disebabkan oleh faktor penawaran dan permintaan. Karenanya, Eliza menilai kebijakan instan pemerintah yang rencananya akan impor dua juta ton beras untuk 2024 kurang tepat, karena Bulog sudah memiliki cadangan beras 1,6 juta ton.

Selain itu, Bulog diyakinia juga tidak akan maksimal dalam menampung gabah atau beras petani karena keterbatasan gudang yang belum bisa menampung lebih dari tiga juta ton.

"Kebijakan impor ditetapkan bukan berbasis kebutuhan. Jika digunakan untuk menutupi kekurangan produksi, harusnya impor dilakukan dengan menunggu hasil panen raya lebih dulu," ungkap Eliza.

Eliza mencontohkan, kondisi penurunan produksi yang bukan hanya terjadi tahun ini, namun juga pada periode El Nino sebelumnya. Sehingga dibutuhkan langkah mitigasi yang lebih baik terhadap faktor cuaca, seperti El Nino, dengan memahami pola-pola yang biasa terjadi.

Harusnya Indonesia bisa melihat dari pengalaman China, yang dikatakan Eliza mampu menjaga produktivitas meski diadang ancaman El Nino. Hal ini memungkinkan China untuk memenuhi kebutuhan domestik dan bahkan melakukan ekspor ke Afrika.

"Agar harga pangan relatif stabil, maka produksi harus dijaga dengan harga yang berkeadilan bagi produsen, sehingga minat menanamnya terjaga," papar Eliza.

Selain itu, perlunya dukungan basis data pertanian yang kuat, terutama data yang valid dan terbaru untuk perencanaan, pemantauan, dan evaluasi stok pangan di dalam negeri.

Eliza menekankan bahwa data pertanian dibutuhkan tidak hanya di tingkat produksi, namun juga sepanjang rantai pasok komoditas pangan. Struktur pasar pertanian yang cenderung oligopsoni dan oligopoli, disebut Eliza, dapat menciptakan asimetris informasi yang merugikan konsumen dan petani.

Kemudian, tidak adanya data dapat dimanfaatkan oleh para rent seeker untuk keuntungan pribadi, memicu spekulasi yang dapat meningkatkan harga secara artifisial dan mengakibatkan inflasi.

"Ini bisa menyebabkan asimetris informasi yang dapat merugikan konsumen dan petani sebagai produsen. Ketiadaan data mengundang para rent seeker untuk mengambil keuntungan, memicu upaya spekulasi sehingga harga naik," tegas Eliza. (TSA)

SHARE