Jelang Lebaran, Pesanan Perajin Mukena dan Kerudung Sulam di Malang Naik 100 Persen
Perajin mukena sulam di Malang kebanjiran pesanan hingga melonjak 100% menjelang Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah.
IDXChannel - Perajin mukena sulam di Malang kebanjiran pesanan hingga melonjak 100% menjelang Hari Raya Idul Fitri 1443 Hijriah. Banyaknya pesanan membuat perajin mukena terpaksa menolak puluhan pesanan yang datang.
Pesanan itu datang jauh-jauh hari sebelum bulan Ramadan datang. Pasalnya satu produk mukena sulam memerlukan waktu pengerjaan paling tidak satu bulan. Dibantu beberapa pekerjanya dan siswa-siswi SMK yang sedang praktek magang, pemilik usaha Nurul Hidayati mengerjakan pesanan mukena sulam dan kerudung sulam di rumahnya di Jalan Sunan Muria II, Kelurahan Lowokwaru, Kota Malang.
"Kita banyak menerima pesanan, banyak mengerjakan untuk bulan ini jadi memang proses produksinya yang panjang kita ordernya dimulai jauh-jauh hari," kata Nurul Hidayati ditemui di rumah produksi Almira Fashion.
Pelonggaran beberapa aturan terkait pandemi Covid-19 dan diperbolehkannya mudik menjadikan produksi mukena dan kerudung sulam di brand Almira Handmade, meningkat 100 persen dibandingkan tahun 2021 lalu. Tercatat tahun ini setidaknya ada 500 lebih pesanan, yang didominasi oleh mukena sulam.
"Naik 100 persen dibanding tahun kemarin pada saat Corona. Hampir sudah mendekati normal, hampir mirip dengan tahun-tahun sebelumnya," ungkapnya.
Pesanan itu disebutnya datang dari beberapa kota besar di seluruh Indonesia, mulai dari Surabaya, Jakarta, Yogyakarta, Bandung, hingga Jambi. Bahkan beberapa pesanan datang dari luar negeri seperti Malaysia yang diperuntukkan lebaran 2022.
"Jadi kita kalau untuk seperti ini momen saja, menjelang puasa dan Lebaran kerudung, ada permintaan mukena jadi seperti itu. Jadi kalau untuk produk - produk, kecuali yang lain untuk baju seperti itu yang kontinyu tapi per musim biasanya," ungkapnya.
Guna memaksimalkan kualitas produksi mukena dan kerudung miliknya, ia sudah memproduksi jauh-jauh hari sebelum Ramadan tiba. Beberapa mukena sulam dan kerudung sulam bahkan telah diproduksi setelah Hari Raya Idul Adha, lamanya proses pengerjaan produk dan mengutamakan kualitas membuatnya tak bisa sembarangan menerima pesanan.
"Jadi sampai close order sudah di bulan Ramadhan jadi tidak menerima pesanan tinggal ngambil ngambil seperti itu saja. (Yang ditolak) Banyak puluhan, bukan ditolak, sudah kita pending, kita kerjakan setelah lebaran. Sudah banyak puluhan yang mengantri, beberapa sudah dikerjakan tinggal nyulam," jelasnya.
Apalagi dari sekitar 100 ibu-ibu yang diberdayakan menyulam di rumah, sebagian besar ada yang berkuranh meninggal dunia akibat Covid-19 varian Delta pada pertengahan tahun 2021 lalu. Nurul hanya dibantu tiga pekerja tetap di rumah produksinya, yang menjahit dan membentuk pola-pola sulaman pada mukena dan kerudungnya.
Sedangkan beberapa ibu-ibu yang tersisa kini harus bekerja ekstra mengerjakan sulaman mukena tangan, dari rumah masing-masing di tengah banyaknya pesanan yang datang. Dirinya beralasan belum menambah pekerja lagi karena membuat produk fashion sulam bukanlah perkara mudah, memerlukan pelatihan - pelatihan, ketelitian, dan ketekunan, yang tidak sembarangan orang bisa melakukannya.
"(Penambahan pekerja) Nggak ada, kalau pengurangan iya, karena banyak meninggal kena Covid. Beberapa banyak yang meninggal pas delta itu. Penambahan pekerja masih belum, karena untuk menambah pekerja di tempat kami perlu latihan, perlu harus dilatih dulu dengan jam terbang yang agak lama. Selama pandemi itu kita nggak bisa ngelatih orang, kita nggak ada pelatihan, biasanya ke desa-desa, dengan kondisi sekarang ini justru turun," paparnya.
Kendala lain yang dihadapi Nurul yakni tingginya biaya produksi. Kenaikan harga kain per meternya mencapai 10 persen menjadikan beban produksi bertambah, beruntung beberapa jenis kain dirinya masih mempunyai stok dari produksi lama saat Covid-19 sedang tinggi - tingginya.
"Untungnya kita masih punya stok, itu makanya kita tidak naik itu karena kain itu kita banyak karena terhenti oleh Covid kemarin. Dengan harga yang ini, makanya kita harganya masih tetap. Seandainya kita beli sekarang ya kita nggak mungkin (tetap harganya), tahun ini tahun yang akan datang pasti naik. Karena kan kainnya naik, hampir tiap minggu naik, per yard hitungannya, naiknya bisa 10 persen, beban paling tinggi di produksi," paparnya.
Nurul juga harus menambah ongkos kepada para pekerja di tengah kenaikan harga sejumlah kebutuhan pangan pokok. Meski demikian, ia belum berani menaikkan harga produknya karena berniat kembali membuka pasar di tengah melonggarnya aturan pandemi Covid-19.
"Kita nggak bisa menaikkan harga jual, karena kita masih mencari pasar lagi. Jadi membuka pasar lagi, seperti sebelum Covid. Meskipun semuanya pada naik, jadi kita menurunkan margin keuntungan saja. Tahun ini kita menangnya karena di kuantitas banyak pesanan, jadi kuantitas lebih besar," jelasnya.
(IND)