Jokowi Gemar Bangun Infrastruktur, Ekonom: Ada Beban Utang Besar
Jokowi gemar membangun infrastruktur yang masif selama pemerintahannya. Namun, hal tersebut dinilai bisa menimbulkan beban utang yang besar.
IDXChannel – Pemerintahan di bawah Presiden Joko Widodo (Jokowi) identik dengan pembangunan infrastruktur yang masif serta bertumpu pada BUMN Karya. Hal itu menjadi bahasan dalam diskusi publik dengan tema "After Jokowinomics: Kemana Indonesia Akan Melangkah? yang diselenggarakan pada Jumat (10/3/2023).
Dalam diskusi tersebut para pembicara memberikan beberapa catatan pada sektor ekonomi di masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau diistilahkan sebagai Jokowinomics.
Namun, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Izzudin Al Farras Adha menilai dalam pembangunan infrastruktur tersebut seringkali mengabaikan pemenuhan hak-hak masyarakat dan menciptakan kesenjangan ekonomi yang lebih tinggi.
“Rasio pajak (terhadap PDB) terus mengalami penurunan. Bahkan terendah dalam 20 tahun terakhir. Di samping itu, belanja APBN, sekitar sepertiganya digunakan untuk pembayaran bunga utang. Anggaran di luar pembayaran bunga utang, kesehatan dan pendidikan hanya 40% dan harus digunakan untuk pembiayaan seperti infrastruktur, bantuan sosial dan lain-lain. Akibatnya, siapa pun presiden terpilih nanti, akan menghadapi beban utang yang besar. Ini adalah PR serius untuk presiden baru nanti," ungkap Farras dalam paparannya, Jumat (10/3/2023).
Menurut Farras, salah satu solusi pemerintahan Jokowi adalah dengan mendorong peningkatan investasi dengan harapan semakin tinggi investasi akan semakin banyak membuka lapangan pekerjaan formal.
"Namun realitanya, peningkatan investasi tidak berbanding lurus dengan pembukaan lapangan kerja” ujarnya.
Menanggapi permasalahan tersebut, Acting Director, NTU Institute of Science & Technology for Humanity, Sulfikar Amir menawarkan gagasan ekonomi berkeadilan.
Dia menjelaskan, dari zaman orde baru sampai dengan saat ini, konsep Trickle Down Economic atau pertumbuhan didorong oleh mekanisme pull the top yakni kelompok perekonomian teratas didorong tumbuh dengan harapan dapat menarik kelompok-kelompok di bawahnya ternyata tidak terlalu efektif.
Sedangkan dalam konsep Tumbuh Adil, pertumbuhan didorong oleh mekanisme push the bottom, yakni fokus menaikan taraf ekonomi kelompok masyarakat 30% terbawah untuk mendorong pertumbuhan perekonomian nasional secara merata dan adil.
“Konsep Tumbuh Adil menekankan pada 5 pilar yakni perumahan, pendidikan, mobilitas, pekerjaan, dan kesehatan. Konsep tersebut akan mendorong 30% masyarakat menengah ke bawah Indonesia yang memiliki pendapatan USD1.718 per kapita di dorong untuk ikut naik pendapatannya,” pungkasnya.
(FRI)