Jokowi Sambut Biden di KTT G20, Seberapa Strategis Hubungan RI-AS?
Indonesia dan AS telah memiliki hubungan diplomatik sejak lama, bahkan sejak awal-awal kemerdekaan RI.
IDXChannel - Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden dan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) mengadakan pertemuan bilateral di sela event G20 pada Senin, (14/11/2022).
Pertemuan ini diselenggarakan menjelang Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang akan diselenggarakan pada Selasa hingga Rabu, 15-16 November 2022.
Dalam pertemuan tersebut, Jokowi menyambut Biden dengan sangat ramah. Jokowi mengapresiasi kedatangan Biden di KTT G20 di Bali. Jokowi mengucapkan selamat datang kepada Biden.
“Presiden Biden selamat datang di Bali, indonesia. Saya sangat menghargai kehadiran Presiden Joe Biden dan besok kita akan mulai KTT G20,” ujar Jokowi dalam pertemuan tersebut.
Jokowi juga berharap, dalam perhelatan KTT G20 yang diselenggarakan di Bali ini dapat menghasilkan berbagai kerja sama yang kongkret untuk membantu pemulihan ekonomi global.
"Saya juga berharap KTT G20 dapat menghasilkan kerja sama konkret yang dapat membantu dunia dalam pemulihan ekonomi global,” kata Jokowi.
Hubungan RI-AS, Perdagangan hingga Militer
Panggung bilateral antara Biden dan Jokowi sebelum gelaran puncak KTT G20 tentu menarik perhatian banyak pihak dan menyiratkan pesan yang kuat terkait hubungan kedua negara.
Meskipun Indonesia selama ini digambarkan lebih dekat dengan China karena besarnya investasi dan perdagangan yang negeri Tirai Bambu di Tanah Air, namun menjalin kerjasama dengan AS juga masih menjadi misi yang penting diwujudkan.
Biden juga dikabarkan akan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping akan melakukan pertemuan sore ini, di Bali setelah ketegangan kedua negara sempat memanas dalam beberapa tahun terakhir.
Indonesia dan AS telah memiliki hubungan diplomatik sejak lama, bahkan sejak awal-awal kemerdekaan RI.
Mengutip website resmi pemerintah AS, negara adidaya ini menjadi salah satu negara pertama yang menjalin hubungan diplomatik dengan Indonesia pada tahun 1949, setelah kemerdekaan RI dari Belanda.
Proses demokratisasi dan reformasi Indonesia sejak tahun 1998 juga disebut telah meningkatkan stabilitas dan keamanannya serta menghasilkan hubungan AS-Indonesia yang semakin kuat.
Tak heran jika berbagai kerja sama terjalin di antara kedua negara termasuk dalam hal ekonomi, militer, hingga Pendidikan.
Ekspor utama AS ke Indonesia adalah bahan bakar mineral, biji minyak dan buah-buahan mengandung minyak (kedelai), mesin, pakan ternak dan bubur kayu (pulp).
Sementara ekspor utama Indonesia ke AS adalah mesin listrik, pakaian rajut, pakaian tenun, karet, hingga furniture.
Ekspor Indonesia ke Amerika Serikat mencapai USD25,82 Miliar selama tahun 2021, menurut database Comtrade.
Hingga September 2022, tercatat ekspor AS ke Indonesia mencapai USD7,65 miliar dan impor mencapai USD26,37 miliar, berdasarkan data biro statistik AS. (Lihat grafik di bawah ini)
Dalam hal perdagangan, Amerika Serikat dan Indonesia juga menandatangani Trade and Investment Framework Agreement (TIFA) pada 1996.
Di bawah TIFA, Indonesia dan Amerika Serikat bekerja untuk mengatasi masalah bilateral dan berkoordinasi dalam masalah regional dan multilateral.
Adapun kontribusi investasi AS selama kuartal satu (Q1) 2022 sebesar USD600 juta. Realisasi investasi RI di kuartal ini juga berhasil tumbuh positif, yaitu 28,5% secara year on year (yoy). Total investasi menjadi Rp 282,4 triliun.
Tak hanya soal kerja sama dagang, kerja sama militer RI-AS pun juga terjalin sejak lama.
Teranyar, pada Juli lalu, markas besar (Mabes) TNI kedatangan Jenderal Mark AA Milley, selaku chairman of the Joint Chiefs of Staff (CJCS).
Ia adalah perwira militer berpangkat tertinggi dan paling senior di Angkatan Bersenjata AS sekaligus penasehat militer utama presiden, Dewan Keamanan Nasional, Dewan Keamanan Dalam Negeri, dan sekretaris pertahanan negara.
Kedatangan jenderal Milley tersebut setelah 14 tahun absen dari kunjungan kerja ke Indonesia.
Indonesia juga disebut sedang mendekati Amerika Serikat di tengah ketegangan konflik di Laut China Selatan (LCS) yang memanas beberapa tahun terakhir. Ketegangan di LCS ini menjadi salah satu potensi konflik militer terbesar di kawasan Asia Pasifik.
Menurut beberapa analis, tindakan Beijing di Laut Cina Selatan, mendorong Indonesia mempertimbangkan negeri Paman Sam dan sekutu Barat lainnya sebagai pendukung militer.
Hal ini tidak terlepas dari konteks sejarah hubungan Barat dan militer RI.
“Hal itu menyebabkan Indonesia melihat ke AS dan negara-negara lain, tetapi untuk AS khususnya, sebagai semacam penyeimbang,” kata Carl Thayer, profesor emeritus politik di University of New South Wales di Australia, dikutip VoA (24/4/22).
Pemerintahan Biden pada Februari lalu (10/2/22) juga menyetujui penjualan senjata hampir USD14 miliar ke Indonesia.
Mengutip VoA, hal ini dilakukan AS termasuk untuk membendung dominasi China di Indo-Pasifik.
Penjualan ini mencakup 36 jet tempur F-15, mesin dan peralatan terkait, termasuk amunisi dan sistem komunikasi. Penjualan senjata ini setelah kunjungan Anthony Blinken pada pertengahan Desember 2021, yang pada saat itu memuji hubungan dekat AS-Indonesia.
Signifikansi kerja sama RI-AS dalam aspek ekonomi hingga miiter ini yang semakin menunjukkan peran negeri Paman Sam masih sangat diharapkan secara khusus bagi Indonesia dan secara umum di Asia Pasifik.
Indonesia bisa saja berperan menjadi mediator bagi AS dan China jika kedua negara ini masih akan tetap bersitegang di masa mendatang. (ADF)