Kalah Saing, Kadin Sebut Banyak Pengusaha Tekstil Menjerit
Pengusaha-pengusaha tekstil sudah menjerit semua. Mereka sekarang sudah banyak beralih menggantikan produk main bussiness-nya.
IDXChannel - Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) DKI Jakarta Diana Dewi mengungkapkan, saat ini pengusaha tekstil sedang menjerit karena kalah saing dengan pakaian bekas impor yang marak dijual dipasaran.
Dia pun prihatin para konsumen lebih memilih pakaian bekas impor dibandingkan pakaian baru buatan dalam negeri. Imbasnya, tak sedikit para pengusaha tekstil yang keluar dari bisnis utamanya.
"Pengusaha-pengusaha tekstil sudah menjerit semua. Mereka sekarang sudah banyak beralih menggantikan produk main bussiness-nya dia. Itu kan sangat prihatin yah," ujar Diana saat ditemui MNC Portal di The Sultan Hotel, Jakarta, Rabu (31/5/2023).
Lebih lanjut Diana menerangkan, sebenarnya pakaian impor bekas bisa dihilangkan dari pasaran. Namun, yang terjadi sekarang ini, barang-barang tersebut masih ada dan menjadi kebutuhan masyarakat terhadap barang murah dan trendi. Selain itu, edukasi ke masyarakat juga masih kurang, seperti dampak pada kesehatan kulit.
"Kenapa ada produk, karena ada kebutuhan. Ini yang mungkin di hilirnya perlu kita sosialisasi juga, jangan cuma kita bicara ini harganya murah tapi kita takut berdampak yang lain. Misal higienisnya kita pertimbangkan juga. Ini yang harus disosialisasikan kepada teman-teman. Karena ini membantu teman-teman yang distekstil," paparnya,
Di samping itu, Diana menambahkan, salah satu upaya yang bisa dilakukan oleh pengusaha tekstil agar bisa bersaing dengan produk bekas impor yang digandrungi anak-anak muda, yakni memperbaharui model-model pakaian yang trending. Setidaknya, itu bisa menjadi pilihan para konsumen sebelum membeli pakaian bekas impor.
"Karena selain dari harganya yang murah, pakaian impor punya passion masih update sampai sekarang. Kayak gimana sih, modelnya bagus enggak ada di mana-mana," pungkas Diana.
Sebelumnya, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament (Apsyfi) mengungkapkan, kondisi industri tekstil sudah diambang kemalangan. Perusahaan berorientasi pasar domestik kini yang paling terancam.
Ketua Umum APSyFI Redma Wirawasta mengatakan, pada kuartal tiga dan empat tahun 2022 yang lalu, perusahaan pasar ekspor yang terganggu. Banyak negara yang menutup pintu ekspor karena kondisi ekonomi sedang menurun. Namun, pada kuartal satu tahun 2023 ini, gantian perusahaan tujuan pasar domestik yang terancam.
"Di kuartal tiga dan empat tahun lalu kita masih bilang kondisi industri tekstil serat dan benang ini adalah lampu kuning karena memang pertumbuhannya sudah melambat tapi kalau sekarang bisa saya bilang sudah lampu orange, artinya hampir lampu merah," ujar Redma saat berdialog di acara Market Review IDX Channel, Rabu (24/5/2023).
Imbasnya, lanjut dia, pemutusan hubungan kerja (PHK) tak terbendung. Perusahaan tekstil kelas menengah yang tak bisa menjaga cash flownya mau tidak mau menutup pabrik, buntutnya para pengusaha harus memutus hubungan kerja dengan pegawainya.
(SAN)