KEIND Sarankan Empat Hal Ini untuk Tim Negosiasi Kebijakan Tarif Impor Trump
KEIND menyampaikan pandangan pelaku usaha Indonesia terkait kebijakan tarif baru Amerika Serikat (AS).
IDXChannel - Ketua Perdagangan Internasional Kamar Entrepreneur Indonesia (KEIND) Shanti Shamdasani menyampaikan pandangan pelaku usaha Indonesia terkait kebijakan tarif baru Amerika Serikat (AS). Berbeda dengan kekhawatiran umum, KEIND justru melihat potensi peluang di balik kebijakan tersebut.
Shanti setuju dengan Ekonom Wijayanto Samirin bahwa 'musuh' sebenarnya bukanlah Indonesia. Menurutnya, latar belakang kebijakan Trump yang dipicu oleh kemunduran ekonomi AS dalam 10 tahun terakhir, diperparah oleh masuknya fentanil dari China melalui Meksiko. Trump merasa 'cukup' dan mengambil langkah drastis.
"Mungkin saya setuju dulu dengan Pak Wijayanto bahwa the enemy is not Indonesia sebenarnya kalau kita lihat mundur sedikit latar belakang kenapa Trump mengambil langkah ini adalah Amerika 10 tahun terakhir sudah sangat turun ke bawah. Kebetulan kami punya kantor di sana jadi kami melihat bagaimana kemunduran yang terjadi di Amerika ini dan yang paling memperparah situasi adalah fentanyl which is salah satu bahan kimia dari China masuk ke Amerika lewat Meksiko," ujar Shanti dalam Market Review IDX Channel, Rabu (9/4/2025) malam.
Lebih lanjut, Shanti menjelaskan, strategi Trump mengenakan tarif serentak ke banyak negara untuk menutup celah bagi China dalam memanipulasi atau membuka pabrik di negara lain.
"Jadi sepertinya Trump ini sudah menumpuk banyak sekali hal-hal yang akhirnya beliau mengatakan enough is enough ya, itu yang pertama," katanya.
Menanggapi dampak bagi pengusaha Indonesia, Shanti menyatakan, KEIND melihat ini sebagai potensi peluang blessing in disguise.
Meskipun masih terlalu dini untuk memberikan analisis mendalam, reaksi pasar awal di IHSG dan nilai tukar sedang diamati. Shanti tidak melihat ini sebagai bencana, melainkan sebagai 'kesempatan yang dipaksa' (forced chance) bagi Indonesia untuk menjadi lebih kuat dan maju.
"Sekarang menjawab semua pebisnis di Indonesia dan kamar dagang KEIND ini sendiri, kami melihat justru ini mungkin ada opportunity, mungkin ini blessing in disguise. Jadi mungkin kalau sekarang kalau kami masih terlalu dini untuk kami memberikan sebuah analisa atau memberikan sebuah evaluasi karena kami belum melihat secara nyata. Dan kami di kamar entrepreneur ini melihat the real market reaction sekarang yang mungkin baru kelihatan di IHSG atau di currency, tapi perdagangan sendiri seperti apa ini membutuhkan waktu, butuh proses untuk kami bisa analisa ke sana gitu," kata dia.
KEIND memberikan beberapa saran untuk tim negosiasi Indonesia, pertama adalah fokus pada Generalized System of Preferences (GSP). Memanfaatkan skema GSP untuk produk-produk Indonesia karena dinilai dapat menciptakan manfaat timbal balik bagi kedua negara.
"Kami ingin memberikan saran misalkan kalau ini didengar oleh orang-orang yang berangkat kesana, mungkin dari KEIND sendiri adalah tolong fokus ke pasar melalui range statement of generalized system of preferential yang termasuk GSP produk-produk Indonesia, itu penting karena di sini kami melihat bisa menciptakan sebuah manfaat timbal balik kedua negara," kata dia.
Kemudian mengingat kontribusi besar sektor padat karya Indonesia, pengurangan tarif untuk produk ini menjadi penting. Shanti juga menyoroti hambatan non-tarif di Indonesia seperti Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang dinilai tidak selalu bermanfaat dan menghambat investasi asing.
"Yang kedua fokus ke pengurangan tarif produk untuk padat karya, karena indonesia juga memiliki barrier, ini bukan hanya Amerika aja, TKDN for example, sudah dari 10 tahun yang lalu itu barrier tidak membawa manfaat bagi Indonesia dan menghalang asing juga masuk," kata Shanti.
Selanjutnya, Indonesia memiliki potensi besar dalam produk ramah lingkungan yang dapat dinegosiasikan tarif khusus.
"Yang ketiga adalah untuk produk ramah lingkungan, Indonesia memiliki banyak sekali produk-produk ramah lingkungan yang mungkin bisa have a special tariff negotiation for that one," ujarnya.
Selain tarif, menurut Shanti hambatan non-tarif juga perlu dibahas karena dampaknya signifikan terhadap perdagangan.
"Yang terakhir adalah non tarif, justru saya melihat disini non tariff barrier juga harus kita bahas, non tarif juga memiliki dampak," ujar Shanti.
(Dhera Arizona)