ECONOMICS

Keluarga Korban Sriwijaya SJ-182 Tuntut Boeing di Pengadilan AS

Giri Hartomo 21/05/2021 06:49 WIB

Boeing Company digugat oleh Herman Law Group atas nama 16 keluarga korban pesawat Sriwijaya Air SJ-182.

Boeing Company digugat oleh Herman Law Group atas nama 16 keluarga korban pesawat Sriwijaya Air SJ-182. (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Boeing Company digugat oleh Herman Law Group atas nama 16 keluarga korban pesawat Sriwijaya Air SJ-182. Gugatan Herrmann Law Group tersebut diajukan ke Pengadilan Tinggi King County di Negara Bagian Washington, Amerika Serikat, pada 15 April 2021.

Boeing dituduh bersalah karena gagal memperingatkan maskapai penerbangan dan pengguna lainnya tentang cacat pada throttle otomatis, dan bahayanya memarkir pesawat selama beberapa bulan.

"Ini adalah masalah keamanan bagi seluruh dunia. Ada lebih dari seribu pesawat 737 terbang di seluruh dunia dan FAA mengakui ada kondisi yang tidak aman terkait dengan komputer auto-throttle tersebut," ucap pengacara utama kasus Herman Law Group Mark Lindquist, dalam keterangannya, Kamis (20/5/2021).

Sementara itu, pemilik Herrmann Law Group, Charles Herrmann, mengatakan pihaknya  mewakili 50 keluarga korban di Indonesia dan Ethiopia dalam dua kecelakaan Boeing 737 Max 8 baru-baru ini. Hampir semua kasus tersebut telah berhasil diselesaikan dengan Boeing. 

Meskipun jumlahnya dirahasiakan, tetapi dapat dilaporkan bahwa kasus individu diselesaikan dalam jutaan dolar. Pihaknya, siap memperjuangkan kasus ini, termasuk hingga persidangan.

"Pengalaman bertahun-tahun mewakili ratusan korban mengungkapkan bahwa ada benang merah dalam sebagian besar kasus bencana udara," jelasnya.

Sebagai informasi, investigasi awal oleh Komite Nasional Keselamatan Transportasi Indonesia (KNKT) menunjukkan adanya dorongan asimetris dari mesin sebelum SJ 182 menukik fatal. Secara spesifik, throttle kiri berkurang sementara throttle kanan tidak. 

Sedangkan, Federal Aviation Administration (FAA) menyatakan kecil kemungkinan kecelakaan itu terjadi karena akibat kegagalan langsung dari kabel syncho. Laporan awal KNKT menunjukkan bahwa gaya dorong asimetris membuat pesawat terguling dan menukik. Pesawat menukik lebih dari 3.000 meter dalam waktu kurang dari satu menit.

FAA pun mengeluarkan airworthiness notification untuk pesawat Boeing 737-300, 400, dan 500 series berdasarkan informasi yang dipelajari dalam penyelidikan kecelakaan Sriwijaya Air Flight SJ 182. Pemberitahuan tersebut menyatakan ada kondisi tidak aman di pesawat. FAA menemukan bahwa kegagalan kabel syncho flap mungkin tidak terdeteksi oleh komputer auto-throttle. 

Cacat ini dapat mengakibatkan hilangnya kendali atas pesawat. Throttle otomatis pada 737 memiliki sejarah panjang masalah yang berbahaya.

Pada tahun 2000, FAA menyadari adanya kecacatan dan memerintahkan operator pesawat 737 untuk mengganti komputer throttle otomatis setelah adanya laporan daya dorong yang tidak seimbang. Enam tahun kemudian, dalam dua penerbangan terpisah, auto-throttle pada 737 pesawat secara misterius gagal saat pesawat mendekati bandara untuk mendarat. 

Dalam kedua kasus tersebut, pilot dapat memulihkan keadaan dan terhindar dari kecelakaan. Namun, pada tahun 2009, sebuah Boeing 737-800 milik Turkish Airlines jatuh saat mendekati Bandara Amsterdam ketika throttle otomatis tidak berfungsi. Sembilan penumpang tewas.

Empat tahun kemudian, pada 6 Juli 2013, sebuah Boeing 777 jatuh saat mendekati Bandara Internasional San Francisco ketika throttle otomatis gagal mempertahankan kecepatan. Tiga penumpang tewas dan ratusan lainnya luka-luka. 

Penyelidik Dewan Transportasi dan Keselamatan Nasional menemukan bahwa Boeing gagal memberikan peringatan dan instruksi yang jelas mengenai throttle otomatis.

Sebagai produsen pesawat, Boeing memiliki kewajiban berkelanjutan untuk memperingatkan dan menginstruksikan maskapai penerbangan tentang bahaya yang diketahui atau perlu diketahui oleh produsen terkait pesawat tersebut.

Pesawat SJ 182 diparkir selama sembilan bulan selama pandemi. Pada tahun 2020, FAA memperingatkan maskapai penerbangan dan produsen pesawat bahwa memarkir pesawat selama lebih dari tujuh hari dapat mengakibatkan korosi dan masalah lainnya yang berkaitan. (TIA)

SHARE