Kembali Kecelakaan, Ini Perjalanan Maskapai Trigana Air Sejak Berdiri 1991
Maskapai Trigana Air Service atau biasa disebut Trigana Air berdiri mulai Maret 1991. Maskapai ini kembali mengalami kecelakaan di Bandara Halim.
IDXChannel - Maskapai Trigana Air Service atau biasa disebut Trigana Air berdiri mulai Maret 1991. Maskapai ini kembali mengalami kecelakaan di Bandara Halim rute Jakarta - Makassar, Sabtu (20/3/2021).
Sejak berdiri, maskapai ini kerap mengalami kecelakaan pesawat, dalam catatan IDXChannel, kecelakaan terparah pada November 2006 saat itu pesawat Trigana jenis DHC-6 Twin Otter menabrak permukaan berbatu dari Gunung Gergaji ketika melewati rute Muli-Ilaga yang menewaskan sembilan orang penumpang dan tiga kru pesawat.
Sedangkan pada 25 Mei 2002, Pesawat DHC 6 milik Trigana Air Service yang terbang dari Wamena menuju Enarotali jatuh di pegunungan di Papua. Dua kru dan empat penumpang tewas.
Trigana pada 2020 lalu, juga mengalami beberapa kali kecelakaan, seperti pada 25 Februari 2020. Saat itu Pesawat cargo Trigana Air Service tipe B 737-300 kecelakaan di Bandara Sentani, Papua Pesawat tergelincir saat hendak tinggal landas. Kemudian pada 28 Juli 2020 pesawat cargo milik Trigana Air service dengan nomor penerbangan PK YSZ tergelincir di Bandara Wamena.
Mengutip data Skyscanner, awal berdiri maskapai ini, perusahaan lebih banyak menfokuskan dalam melayani jasa pemetaan foto kehutanan di pulau-pulau Indonesia dengan menggunakan dua pesawat tipe Beechcraft B200C King Air.
Pemetaan ini menghasilkan fotografi udara pertama Indonesia dengan presisi terbaik di masanya. Keberhasilan proyek ini mendorong Trigana Air untuk menambah dua pesawat helikopter NBell 412SP ke dalam armada pesawatnya untuk memberikan layanan yang lebih baik lagi.
Pada akhir tahun 1991, kedua pesawat helicopter tersebut digunakan atas nama Maxus Oil di Pabelokan, di lepas pantai Kepulauan Seribu.
Seiring waktu, fokus layanan Trigana Air kemudian dialihkan ke transportasi kru perusahaan dan logistik. Untuk mendukung visi bisnis yang baru tersebut, armada pesawat Trigana Air pun terus mengalami peningkatan, baik secara kuantitas maupun kualitas.
Beberapa pesawat yang pernah masuk dalam armada Trigana Air yaitu Fokkter F27-600, Twin-Otter DHC-6, dan Pilatus PC-6. Pesawat-pesawat ini digunakan untuk mengangkut logistik ke 24 kecamatan di Papua. Pada akhir tahun 2006, pesawat Fokker F27 digantikan oleh De Havilland DHC-4 yang lebih teruji untuk transportasi kargo logistik.
Pada awal abad ke-21, dikarenakan deregulasi maskapai penerbangan di masa itu, Trigana Air melakukan perubahan strategi bisnis kembali dan bertransformasi menjadi maskapai penerbangan berjadwal. Fokus layanan Trigana Air yaitu di rute-rute penerbangan domestik perintis.
Dengan perubahan ini, Trigana Air pun mengganti armada pesawatnya dengan mendatangkan pesawat-pesawat penumpang seperti tipe propeller ATR 42.
Seiring perkembangan peminat penerbangan ke kota-kota perintis dan juga penambahan cakupan layanan penerbangan, Trigana Air pun menambahkan pesawat tipe ATR72-300 dan juga Boeing 737 yang berkapasitas lebih besar.
Rute-rute penerbangan Trigana Air di Jawa dan Kalimantan sempat mengalami perubahan beberapa kali, namun hingga November 2016, Trigana Air masih terus melayani penerbangan dari dan ke kota-kota besar seperti Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Pangkalan Bun.
Trigana Air juga terus menambahkan rute-rute penerbangan baru di Papua ke kota-kota seperti Jayapura, Merauke, Nabire, Dekai, Tanahmerah (Gunung Bintang), dan Wamena. (RAMA).