ECONOMICS

Kembalinya Tambang Migas dan Mineral ke Ibu Pertiwi

Rista Rama Dhany 16/12/2021 09:05 WIB

Sektor energi merupakan salah satu fokus utama Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak pertama kali memimpin Indonesia pada 2014.

Kembalinya Tambang Migas dan Mineral ke Ibu Pertiwi (FOTO: MNC Media)

IDXChannel - Sektor energi merupakan salah satu fokus utama Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak pertama kali memimpin Indonesia pada 2014, yakni dengan menguasai kembali sumber daya alam (SDA) yang sudah berpuluh-puluh tahun dikuasai oleh pihak asing.

Pasalnya, sektor energi merupakan sektor yang penting dan harus dikuasai oleh negara karena menyangkut hajat hidup rakyat Indonesia sesuai amanat Undang-Undang Dasar 1945. 

Namun, jalan Pemerintahan Jokowi tidaklah mudah, pasalnya banyak sektor energi seperti minyak dan gas bumi hingga mineral tambang batu bara, emas, bauksit dan lainnya sudah sekian puluh tahun sudah dikelola pihak asing. 

Tentu untuk kembali menguasai tambang-tambang tersebut tidaklah mudah bagi Pemerintahan Presiden Jokowi. Pasalnya, langkah pengambil alihan tambang besar itu dari pihak asing haruslah lewat jalan yang legal karena berhadapan dengan negara asing dan dunia internasional. Bila dengan jalan main ambil paksa, tentu akan sangat berisiko besar dan menjadi citra buruk  dihadapan investor asing yang investasi di Indonesia.

Dengan cara cerdik pemerintahan Presiden Jokowi, sejumlah tambang raksasa kini sudah kembali ke ibu pertiwi dan dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dengan beberapa konsep salah satunya dengan ‘memaksa’ perusahaan asing itu melepas sahamnya dan dibeli oleh BUMN. Pasalnya bila tidak mau melepas, maka pemerintah tidak akan menerbitkan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Sedangkan kontrak-kontrak tambang migas raksasa yang habis masa kontraknya diperintahkan untuk dikelola oleh BUMN.

Sepanjang 2021, sejumlah tambang migas dan energi sudah kembali dikuasai pemerintah dan dikelola BUMN. Apa saja, berikut daftarnya seperti dikutip, Kamis (16/12/2021) dalam seris kaleidoskop IDXChannel 2021.

Blok Rokan

Sebelum Indonesia merdeka, Blok Rokan di Sumatera sudah dikuasasi dan dikelola oleh PT Chevron Pasific Indonesia (CPI), perusahaan minyak asal Amerika Serikat. 

Sekian puluh tahun lamanya Chevron memproduksi minyak dan gas bumi di Sumatera, akhirnya di tahun ini, Blok Rokan kembali ke Ibu Pertiwi. Total, 97 tahun Chevron mengelola blok tersebut. Sebelum Blok Rokan, Pemerintahan Presiden Joko Widodo juga berhasil mengambil alih pengelolaan Blok Mahakam, yang sebelumnya telah dikelola oleh perusahaan migas asal Prancis yakni Total E&P sejak 50 tahun lebih.

Menteri ESDM Arifin Tasrif mengatakan, Blok Rokan yang sebelumnya dikelola perusahaan multinasional selama 97 tahun ini masih potensial menghasilkan minyak dan gas bumi karena itu kegiatan eksplorasi harus dimasifkan.

"Setelah 97 tahun dikelola perusahaan multinasional Blok Rokan diyakini masih memiliki sumber migas yang potensial untuk ke depannya. Untuk itu memang managemen Pertamina harus melakukan pekerjaan eksplorasi drilling yang masif untuk bisa meningkatkan produksi lagi. Kalau dulu ada program steam flood mungkin kedepannya ada Chemical Enhanced oil recovery (CEOR)," ujar Arifin.

"Jangan pernah lelah untuk terus melakukan proses penyempurnaan. Terus mencari terobosan nilai tambah. Jangan lengah dengan perkembangan teknologi yang ada dan terus memonitor teknologi yang bisa memberikan manfaat besar bagi perusahaan. Anda semua adalah pahlawan devisa," lanjut Arifin.

Blok Rokan merupakan salah satu WK Migas terbesar di Indonesia. Melalui Keputusan Menteri ESDM No. 1923 K/10/MEM/2018 Tanggal 6 Agustus 2018 Sejak tanggal 9 Agustus 2021 pukul 00.01 WIB, pengelolaan WK Rokan di Provinsi Riau beralih ke PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) setelah 80 tahun atau sejak tahun 1951 dikelola PT Chevron Pasific Indonesia (CPI) ke. Alih kelola ini menjadi tonggak sejarah pengelolaan hulu migas di Indonesia. Saat ini, Rokan menyumbang 24 persen dari total produksi minyak Indonesia.

WK penyumbang produksi minyak terbesar nomor 2 secara nasional ini memiliki luas wilayah 6.220,29 km2 dengan 10 lapangan utama yaitu Minas, Duri, Bangko, Bekasap, Balam south, Kota Batak, Petani, Lematang, Petapahan dan Pager. Cadangan status 1 Januari 2020, minyak 350,73 MMSCFD dan gas bumi 9.071 BSCF.

WK Rokan merupakan salah satu wilayah kerja strategis yang sejak tahun 1951 hingga 2021, telah menghasilkan 11,69 miliar barel minyak dengan produksi rata-rata tahun 2021 sampai dengan Juli 2021 sebesar 160,5 ribu barel minyak per hari untuk minyak bumi atau sekitar 24 persen dari produksi nasional dan 41 MMSCFD untuk gas bumi.

Freeport Indonesia

Sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo, menguasai kembali tambang yang dikelola Freeport di Papua menjadi fokus utama. Setelah bernegosiasi sangat alot, akhirnya Indonesia berhasil menguasai 51 persen saham Freeport Indonesia dan hingga akhirnya Freeport harus membangun pabrik smelternya di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Jawa Timur.

Freeport sendiri sudah menguasai tambang tembaga dan emas di Papua sejak 1967 dengan mendapatkan Kontrak Karya (KK) yang diberikan oleh Presiden Soeharto. Dengan skema kontrak karya ini, membuat posisi Indonesia dengan Freeport sejajar (negara dengan perusahaan).

Presiden Joko Widodo bertekad, cadangan tembaga yang dimiliki negeri ini harus diolah di dalam negeri, tidak lagi tanah yang kaya mineral hanya dikeruk dan di bawa ke luar negeri untuk dioleh menjadi barang jadi yang harganya berlipat-lipat lebih mahal.

"Negara kita Indonesia memiliki cadangan tembaga yang besar. Sangat besar. Masuk kategori tujuh negara yang memiliki cadangan tembaga terbesar di dunia. Ini yang banyak kita nggak tahu. Potensi yang sangat besar ini harus kita manfaatkan sebaik-baiknya, sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan menciptakan nilai tambah setinggi-tingginya bagi ekonomi kita," ucap Jokowi saat meresmikan peletakkan batu pertama pembangunan smelter PT Freeport Indonesia di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, Provinsi Jawa Timur, Selasa (12/10/2021).

Jokowi tidak ingin Indonesia memiliki tambang tetapi smelter atau hilirisasinya ada di negara lain. Misalnya di Spanyol dan Jepang. Nantinya nilai tambahnya masuk ke negara tersebut. Padahal tambangnya punya Indonesia.

"Inilah kenapa smelter Freeport dibangun di dalam negeri yaitu di Gresik Provinsi Jatim. Karena itu ini adalah sebuah kebijakan strategis terkait dengan industri tambang, tembaga setelah kita menguasai 51 persen saham Freeport dan saat itu juga kita mendorong agar Freeport membangun smelter di dalam negeri. Sekali lagi, kita ingin nilai tambah ada di sini," pungkas Jokowi.

Seperti diketahui, Indonesia kini telah menguasai dan mengontrol penuh PT Freeport Indonesia, karena telah menjadi pemegang saham mayoritas dengan menguasai 50 persen saham Freeport Indonesia.

Pendanaan pembelian saham PTFI dilakukan melalui penerbitan obligasi global senilai USD4 miliar dimana USD3,85 miliar digunakan untuk pembayaran saham dan sisa USD150 juta untuk refinancing.

Obligasi global Inalum terdiri dari empat masa jatuh tempo dengan tingkat kupon rata-rata sebesar 5,991%. 1. USD1 miliar dengan kupon sebesar 5,230% dan tenor hingga 2021, 2. USD1,25 miliar dengan kupon sebesar 5,710% dan tenor hingga 2023, 3. USD1 miliar dengan kupon sebesar 6,530% dan tenor hingga 2028, 4. USD750 juta dengan kupon sebesar 6,757% dan tenor hingga 2048.

BNP Paribas dari Perancis, Citigroup dari Amerika Serikat dan MUFG dari Jepang menjadi koordinator underwriter dalam penerbitan obligasi ini serta CIMB dan Maybank dari Malaysia, SMBC Nikko dari Jepang dan Standard Chartered Bank dari Inggris sebagai mitra underwriter.

Untuk penerbitan Global Bond ini, Inalum mendapatkan rating Baa2 dari Moody’s dan BBB- dari Fitch. Bond ini telah terdaftar di Singapore Exchange Securities. Penerbitan obligasi ini lebih kompetitif dan stabil dibanding dengan pinjaman dari sindikasi perbankan asing dengan tingkat resiko suku bunga yang dapat melonjak di saat ketidakpastian ekonomi global.


Vale Indonesia

Setelah menguasai Freeport, fokus pemerintahan Presiden Jokowi pindah ke PT Vale Indonesia Tbk (INCO). Perusahaan asal Kanada ini menguasai produksi nikel di Indonesia sejak puluhan tahun lamanya. Apalagi nikel saat ini menjadi mineral yang sangat penting dalam pengembangan baterai mobil listrik.

Indonesia kini telah berhasil menguasai 20 persen saham Vale Indonesia. Untuk membeli saham Vale ini yang mencapai Rp5,52 triliun (Rp2.780 per saham), pemerintah sampai harus menggabungkan lima perusahaan tambang mulai dari Inalum, Antam, Bukit Asam, Timah hingga Freeport Indonesia dalam satu wadah yakni Mining Industry Indonesia (MIND ID).

Saat ini kepemilikan saham di Vale Indonesia adalah Vale Group sebesar 44,34 persen, MIND ID 20 persen, Sumitomo Metal Mining 15,03 persen, Sumitomo Corporation 0,14 persen dan saham publik sebesar 20,49 persen.

Indonesia akan berpeluang menguasai kembali tambang nikel yang dikelola oleh Vale Indonesia, pasalnya Kontrak Karya (KK) perusahaan ini akan berakhir pada 28 Desember 2025. 

Vale sendiri kini sedang membangun pabrik smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) di Pomalla, Sulawesi Tenggara dan smelter feronikel di Bahodopi di Sulawesi Tengah.

Terkait proyek smelter di Pomalaa, dia menyebut bahwa smelter tersebut akan menghasilkan produk untuk bahan baku baterai kendaraan listrik dan akan berkontribusi kepada industri mobil listrik. (RAMA)

SHARE