Kemenperin Beberkan Sederet Tantangan Industri Petrokimia, Apa Saja?
Kinerja sektor industri kimia hulu pada 2023 mengalami perlambatan sebesar -0,98%.
IDXChannel - Industri petrokimia dan industri logam/baja sering dijadikan sebagai benchmark tingkat kemajuan suatu negara karena merupakan basis bagi industri manufaktur.
Sayangnya produk-produk petrokimia yang sebagian telah diproduksi di dalam negeri belum mencukupi kebutuhan domestik. Hal ini memaksa pemerintah melakukan impor dari berbagai negara yang nilainya lebih dari USD9,5 miliar pada 2023.
Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian RI Putu Nadi Astuti menyebut kinerja sektor industri kimia hulu pada 2023 mengalami perlambatan sebesar -0,98%
"Perlambatan ini disebabkan oleh kenaikan impor produk bahan kimia, pelemahan ekonomi global, nilai komoditas ekspor industri kimia hulu, isu geopolitik, hingga utilisasi industri," katanya dalam Kegiatan Workshop Media Chandra Asri Group di Bandung, Kamis (29/2/2024).
Putu Nadi pun membeberkan sederet tantangan dari pertumbuhan industri petrokimia di antaranya nilai investasi tinggi sehingga membutuhkan kepastian iklim usaha. Sementara itu, belum ada instrumen yang dapat memberikan jaminan perkembangan investasi.
Kemudian sumber bahan baku mayoritas masih diperoleh dari impor. Persaingan dengan produk Petrokimia dari negara lain yang memiliki sumber bahan baku murah dan kapasitas besar seperti Uni Emirat Arab, China dan Singapura.
Lalu target dekarbonasi global yang berdampak pada kepastian akan pengembangan industri petrokimia di masa depan. Di sisi lain, industri petrokimia nasional belum terintegrasi secara optimal sehingga pabrik kurang efisien ditambah dengan isu lingkungan, penyusunan plastic treaty dan kebijakan lain seperti cukai plastik.
" Yang banyak diekspor itu petrokimia kita itu berbasis pertanian tapi nilainya turun meski volume meningkat," jelas dia.
(DES)