ECONOMICS

Kemenperin Dorong Industri Kimia Jadi Mesin Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen

Tangguh Yudha 16/03/2025 04:30 WIB

Industri kimia merupakan salah satu sektor strategis dan berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional.

Kemenperin Dorong Industri Kimia Jadi Mesin Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen. (Foto: Tangguh/MNC Media)

IDXChannel - Industri kimia merupakan salah satu sektor strategis dan berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Tak heran jika pemerintah turut memprioritaskan pengembangan sektor tersebut.

Industri kimia bahkan menjadi bagian dari sektor yang mendapat prioritas pengembangan sesuai Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 tentang Rencana Pengembangan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).

Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi dan Tekstil (IKFT) Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Taufiek Bawazier menegaskan kinerja industri kimia akan turut memberikan andil signifikan terhadap target pemerintah dalam mencapai pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen pada lima tahun ke depan.

Untuk mencapai sasaran tersebut, sektor IKFT, yang termasuk di dalamnya ada peran industri kimia, akan memberikan kontribusi nilai tambah sebesar Rp46,09 triliun pada 2029.

“Pada 2024, kelompok sektor industri kimia, farmasi dan obat tradisional mampu tumbuh sebesar 5,86 persen, melampaui pertumbuhan ekonomi yang mencapai 5,03 persen,” kata Taufiek di Jakarta, Jumat (14/3/2025).

Sebagai sektor strategis, selama ini produksi industri kimia memenuhi kebutuhan bahan baku bagi sektor manufakturnya lainnya seperti industri plastik dan industri tekstil.

“Maka itu pentingnya demand bahan baku kimia ini perlu diisi dari produksi dalam negeri, karena tentu akan membawa dampak positif terhadap peningkatan value added, yang juga akan berujung pada penyerapan tenaga kerja,” ujarnya.

Selain itu, industri kimia juga memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan devisa. Pada 2024, capaian nilai ekspornya menembus USD17,39 miliar.

“Untuk semakin memacu kinerja industri kimia ini, challenge kita adalah Indonesia perlu menumbuhkan ekosistem sektor petrokimia dan energi yang terintegrasi sehingga bisa lebih berdaya saing,” kata Taufiek.

Berikutnya, realisasi investasi industri kimia sepanjang 2024 menyentuh angka Rp65,76 triliun. Untuk mendorong investasi di sektor tersebut, Kemenperin melaksanakan program kebijakan fasilitasi investasi industri petrokimia seperti di Teluk Bintuni, Tanjung Enim, dan Kutai Timur.

TPIA Investasi Pabrik CA-EDC

Di sisi lain, PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA) yang merupakan salah satu pelaku usaha sejak 30 tahun optimistis mendukung pengembangan industri petrokimia dan kimia di Indonesia.

Saat ini, Chandra Asri Group memiliki kompleks petrokimia terintegrasi terbesar di Indonesia dan mengoperasikan satu-satunya pabrik Naphtha Cracker, Styrene Monomer, Butadiene, MTBE dan Butene-1 di Indonesia, didukung oleh aset infrastruktur inti yang meliputi fasilitas energi, air dan dermaga dan tangki, dengan pengembangan pabrik Chlor Alkali dan EDC-Ethylene Dichloride (Pabrik CA-EDC).

“Chandra Asri Group melalui PT Chandra Asri Alkali (CAA) tengah membangun Pabrik CA-EDC berskala dunia dengan harapan dapat menunjang percepatan pertumbuhan industri hilir nasional, substitusi impor soda kostik untuk mendukung ambisi Indonesia sebagai salah satu penghasil nikel terbesar di dunia, sekaligus memposisikan diri dalam rantai nilai kendaraan listrik global,” kata Direktur Legal, Hubungan Eksternal, dan Ekonomi Sirkular Chandra Asri Pacific, Edi Rivai.

Pada 2024, CAA telah merealisasikan investasi sebesar Rp1,26 triliun untuk pembangunan Pabrik CA-EDC. Sementara itu, total rencana investasi akan mencapai Rp15 triliun. Proyek ini masuk sebagai Proyek Strategis Nasional RPJMN 2025–2029 sesuai dalam Perpres No.12/2025.

“Dalam proyeksi 20 tahun ke depan, terhitung sejak kuartal pertama tahun 2027 saat CAA mulai beroperasi penuh, produk soda kostik yang diimpor akan disubstitusi domestic sebesar 827 ribu ton liquid per tahun atau nilainya setara Rp4,9 triliun per tahun,” sebut Edi.

Saat ini pasar EDC sudah memenuhi kebutuhan nasional, target pasar EDC dari CA-EDC merupakan 100 persen ekspor. Sehingga, terdapat potensi penambahan devisa negara melalui ekspor EDC senilai Rp5 triliun per tahun.

Guna memperlancar realisasi investasi tersebut, perusahaan berharap adanya kemudahan izin impor garam industri untuk bahan baku Pabrik Chlor Alkali, ketersediaan infrastruktur jalan tol untuk logistik dan distribusi, kepastian keamanan, perlindungan pasar dalam negeri melalui tata niaga impor soda kaustik terhadap banjirnya impor, serta adanya fasilitas pembebasan bea masuk atas mesin dan peralatan impor.

“Di tengah tantangan yang dihadapi, perusahaan juga mengapresiasi insentif-insentif dari pemerintah untuk proyek CA-EDC ini seperti fasilitas tax holiday dan tax allowance. Insentif-insentif tersebut sangat krusial dalam meningkatkan kepercayaan kami untuk terus melakukan realisasi investasi di dalam negeri,” kata dia.

Edi optimistis melalui proyek CA-EDC ini, Chandra Asri berharap dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia khususnya dalam pengembangan industri kimia nasional sehingga dapat mewujudkan program Asta Cita serta mencapai target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 8 persen.

Sementara itu, peneliti INDEF, Ahmad Heri Firdaus, menambahkan Pabrik CA-EDC memberikan multiplier effect bagi industri baterai listrik nasional. 

"Kalau kami melihatnya, peran Indonesia dalam rantai suplai global EV itu semakin besar salah satunya dengan menjaga kemandirian produksi kaustik soda. Itu bisa memberikan kontribusi buat pengembangan baterai EV ini. Sehingga peranan ekspor EV dalam rantai pasar global itu semakin besar," ujarnya

Heri menambahkan, dalam skenario pertumbuhan industri yang dapat mendukung pencapaian target ekonomi sebesar 8 persen, sektor Kimia, Farmasi, dan Obat Tradisional memerlukan tambahan investasi setidaknya 8,12 persen.

Salah satu langkah strategisnya yaitu mendorong investasi di industri kimia, yang memiliki peluang besar sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional dan memiliki multiplier effect, terutama dengan dukungan pemerintah dan pertumbuhan pasar domestik.

(Febrina Ratna Iskana)

SHARE