Kepala BKF Sebut Manufaktur Tetap Ekspansif, Inflasi Semakin Terkendali
Kepala BKF mengatakan data PMI Manufaktur Indonesia pada level ekspansif di 52,9 sementara inflasi terkendali saat momen Ramadan dan Idul Fitri.
IDXChannel - Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, mengatakan aktivitas manufaktur Indonesia terus menunjukkan kinerja yang positif. Tercermin dari data Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada April 2024 yang masih berada di level ekspansif 52,9.
Angka tersebut lebih tinggi dari capaian Maret 2024 yang berada di level 54,2. Dengan begitu, manufaktur Indonesia melanjutkan tren ekspansif dan terjaga dengan baik di tengah gejolak geopolitik global yang masih terus berlangsung,.
“Meskipun demikian, Pemerintah akan tetap mengupayakan berbagai dukungan kebijakan untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional ke depan,” ujar Febrio dalam keterangan resminya, Kamis (2/5/2024).
Adapun, tren ekspansif PMI Manufaktur Indonesia telah berlangsung selama 32 bulan berturut-turut. Laju ekspansif ini didorong oleh tingkat permintaan dalam negeri dan pembelian barang input seiring momen Ramadan dan Idulfitri di bulan April 2024.
Tingkat output manufaktur pada April tercatat ekspansif ke level 55,4 (Maret: 57,7), sejalan dengan tingkat permintaan yang tercatat ekspansif ke level 54,4 (Maret: 55,5).
Beberapa negara mitra dagang Indonesia juga mencatatkan aktivitas manufaktur yang ekspansif di antaranya China (51,4) dan India (59,1), sedangkan beberapa negara tetangga di kawasan ASEAN seperti Malaysia dan Thailand tercatat masih terkontraksi, masing-masing ke level 49,0 dan 47,5.
Inflasi Terkendali
Sementara itu, pada April yang bertepatan dengan Ramadan dan Idul Fitri, tingkat inflasi Indonesia tetap berada dalam rentang sasaran. Tingkat inflasi mengalami penurunan dari 3,05% di bulan Maret, menjadi 3,00 persen (yoy) di bulan April yang didukung oleh melandainya harga pangan.
Inflasi bulanan sebesar 0,25 persen pada April 2024, menjadi salah satu yang terendah dibandingkan pada masa Ramadan dan Idulfitri tiga tahun ke belakang.
Peningkatan aktivitas ekonomi pada momen Ramadan dan Idul Fitri mendorong naiknya inflasi inti, menjadi 1,82 persen (yoy) pada April dari Maret 2024 (1,77 persen yoy).
Kenaikan harga emas yang dipicu oleh ketidakpastian situasi ekonomi global turut memberikan andil pada peningkatan inflasi inti.
Sementara itu, inflasi kelompok harga diatur pemerintah (administered price) meningkat menjadi 1,54 persen (yoy), dari 1,39 persen (yoy) di bulan Maret 2024.
Kenaikan inflasi komponen ini terjadi pada tarif transportasi, terutama angkutan udara dan antarkota seiring naiknya mobilitas masyarakat pada masa mudik Idulfitri.
Dari sisi pangan, inflasi pangan bergejolak (volatile food) mulai menunjukkan tren positif penurunan meskipun tetap perlu diwaspadai.
Melambatnya inflasi pangan bergejolak (volatile food), dari 10,33 persen (yoy) pada bulan Maret 2024 menjadi 9,63 persen (yoy) didukung oleh berbagai upaya Pemerintah dalam mengendalikan harga, termasuk dalam memastikan kecukupan stok dalam menghadapi momen Idul Fitri.
Harga beras mulai melandai seiring mulai masuknya musim panen raya padi serta konsistensi penyaluran beras SPHP guna menjaga pasokan. Meskipun begitu, terjadinya gangguan cuaca ekstrem masih berdampak pada pergerakan harga pangan, seperti banjir di sentra bawang merah di Brebes.
Mitigasi risiko dan berbagai peningkatan harga pangan terus dilakukan untuk menjaga stabilitas harga dan pasokan, antara lain operasi pasar dan pasar murah, pengaturan regulasi harga eceran pangan, percepatan impor dan penyaluran beras SPHP, penguatan cadangan pangan, serta sinergi pengendalian inflasi pusat dan daerah.
“Inflasi selama Idulfitri terkendali dan harga diperkirakan masih akan terkoreksi pasca Idul Fitri. Namun, harga pangan masih harus terus diwaspadai dalam beberapa bulan ke depan karena faktor cuaca ekstrem yang berpengaruh pada stok pangan global dan produksi domestik,” ujarnya.
(FRI)