Ketegangan Timur Tengah, Harga Minyak Dunia Tembus USD70 per Barel
Harga minyak Brent terpantau naik setinggi USD71,38 per barel di awal perdagangan
IDXChannel - Harga minyak pada Senin, (8/3/2021), naik di atas USD70 per barel untuk pertama kalinya setelah mewabahnya pandemi virus Covid-19. Kenaikan ini terjadi karena adanya serangan Pasukan Houthi Yaman terhadap fasilitas minyak di Arab Saudi.
Dikutip Reuters, Senin (8/3/2021), harga minyak Brent terpantau naik setinggi USD71,38 per barel di awal perdagangan Asia, tertinggi sejak 8 Januari 2020 yang berada di level USD1,12 atau 1,6% pada USD68,24.
Sementara itu, harga Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD1,04 atau 1,6% pada USD65,05. Minyak WTI sebelumnya sempat naik di level USD67,98 per barel, tertinggi sejak Oktober 2018.
Harga Brent dan WTI telah naik selama empat sesi berturut-turut. Sebelumnya, pasukan Houthi Yaman menembakkan drone dan rudal di jantung industri minyak Saudi pada hari Minggu, termasuk fasilitas Saudi Aramco di Ras Tanura yang penting untuk ekspor minyak bumi.
Riyadh mengatakan tidak ada korban jiwa atau kehilangan harta benda.
“Situasi menguap ketika menjadi jelas bahwa tidak ada kerusakan pada fasilitas minyak terbesar di dunia,” kata Direktur Energi Berjangka, di Mizuho Bob Yawger.
Amerika Serikat menyatakan kekhawatirannya atas "ancaman keamanan asli" ke Arab Saudi dan mengatakan akan meningkatkan dukungan untuk pertahanan Saudi.
“Salah satu area tangki minyak di Pelabuhan Ras Tanura di Wilayah Timur, pelabuhan minyak terbesar di dunia, pagi ini diserang oleh pesawat tak berawak dari laut," kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan yang dirilis oleh pejabat Saudi, dikutip AFP.
Serangan itu mengikuti langkah minggu lalu oleh Organisasi Negara Pengekspor Minyak, Rusia dan sekutu penghasil minyak mereka, yang dikenal sebagai OPEC+, untuk menyetujui secara luas tetap berpegang pada pemotongan produksi meskipun harga minyak mentah naik.
“Kesepakatan OPEC+ minggu lalu untuk menahan produksi pada level yang hampir saat ini adalah perkembangan besar yang belum sepenuhnya didiskon,” ucap Ritterbusch.
Sejatinya, Senat AS juga menyetujui tagihan stimulus USD1,9 triliun, yang diharapkan dapat meningkatkan permintaan bahan bakar karena perekonomian semakin meningkat. Kemudian, data ekonomi dari Amerika Serikat dan China juga tercatat positif.
(Sandy)