ECONOMICS

Kiprah Sri Asih Wujudkan Utopia Zero Waste Lewat Hejona

taufan sukma 06/04/2024 12:35 WIB

Dalam konsep yang dijunjung, gaya hidup zero waste memiliki prinsip 5R, yaitu refuse, reduce, reuse, recycle dan rot.

Kiprah Sri Asih Wujudkan Utopia Zero Waste Lewat Hejona (foto: MNC Media)

IDXChannel - "We don't inherit the earth from aur ancestors, we borrow it from our children (Kita tidak mewarisi bumi dari nenek moyang, kita meminjamnya dari anak cucu kita)."

Pepatah itu pertama kali dicetuskan oleh Sealth, kepala suku Suquamish dan Duwamish yang hidup di pertengahan abad ke-19, sebelum akhirnya dikenal luas secara global dan menjadi salah satu kearifan lokal (local wisdom) yang paling identik dengan masyarakat Indian.

Pepatah tersebut diamini betul oleh Sri Asih Wirasatati, seorang pegiat sekaligus praktisi lingkungan, yang sehari-hari tinggal di Desa Benteng, Kecamatan Ciampea. Kabupaten Bogor.

"Karena kalau warisan, seolah kita bisa lakukan apa saja (kepada alam). Padahal hewan pun tidak akan pernah merusak sarangnya sendiri. Tapi manusia justru banyak yang merusak alam, tempat tinggalnya sendiri. Kalau sudah rusak begitu, apa lagi yang bisa kita berikan nanti ke anak cucu?" ujar wanita yang akrab disapa Asih tersebut.

Hejona

Dalam kesehariannya, Asih merupakan pegiat lingkungan yang fokus dalam pengelolaan limbah plastik kemasan melalui gerakan yang dia beri nama Hejona.

Hejona sendiri pada dasarnya merupakan merek yang sengaja dilekatkan pada produk hasil daur ulang limbah plastik kemasan di bawah naungan kegiatan Bank Sampah Asri Mandiri, Desa Benteng.

Sementara, Bank Sampah Asri Mandiri sendiri juga merupakan salah satu unit kegiatan yang berada dalam satu ekosistem Desa Wisata Benteng, Kecamatan Ciampea, Kabupaten Bogor.

Selain Hejona, Bank Sampah Asri Mandiri juga memiliki satu merek produk daur ulang lagi dari jenis limbah kain perca, yang diberi nama Karindra.

Di lain pihak, dalam struktur kepengurusan Bank Sampah Asri Mandiri sendiri, Asih juga dipercaya untuk menjabat sebagai Ketua.

"Cuma kalau limbah kain perca itu kan pasokannya sedikit, sehingga (Karindra) belum begitu jalan. Sedangkan Hejona, karena pasokan limbah plastik kemasan itu banyak banget, sehingga secara bisnis memang jauh lebih berkembang (dibanding Karindra)," ujar Asih.

Melalui Hejona, Asih mencoba mendaur ulang limbah pasti kemasan menjadi beragam produk multiguna, seperti tas laptop, dompet, tempat pensil, tempat tisu, tempat tanda pengenal, hingga berbagai pilihan souvenir untuk pernikahan, ulang tahun maupun sejumlah kegiatan kantor.

Utopia Zero Waste

Dengan upayanya melalui Hejona, Asih berharap dapat mewujudkan mimpi dalam mewujudkan Utopia Zero Waste, sebagaimana menjadi semangat bersama bagi komunitas lingkungan global.

Penerapan tersebut coba diterapkan melalui gaya hidup bebas sampah (zero waste), dengan tujuan sebisa mungkin meminimalisasi jumlah sampah yang dihasilkan setiap harinya.

Penerapan gaya hidup ini, dikatakan Asih, lebih menekankan untuk menghindari penggunaan produk sekali pakai. Selain bermanfaat untuk mengurangi sampah, gaya hidup zero waste juga memberikan sejumlah manfaat seperti mengurangi pemanasan global, menghemat pengeluaran, menjaga kesehatan, dan meningkatkan kreatifitas.

Dalam konsep yang dijunjung, gaya hidup zero waste memiliki prinsip 5R, yaitu refuse, reduce, reuse, recycle dan rot.

"Hal paling sederhana dari penerapan gaya hidup ini, seperti memanfaatkan barang yang tidak dipakai, menggunakan barang-barang ramah lingkungan, menjauhi gaya hidup konsumtif, berpikir sebelum membeli, dan memilih sampah berdasarkan jenis bahan bakunya," ungkap Asih.

KUR BRI

Dalam mengembangkan bisnis Hejona, Asih mengaku telah mendapatkan bantuan pinjaman permodalan dari pemerintah melalui program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang disalurkan melalui PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), atau Bank BRI.

Dalam pengajuannya, Asih telah disetujui untuk mendapatkan pagu KUR BRI sebesar Rp100 juta untuk tenor pinjaman selama tiga tahun. Hingga saat ini, pinjaman tersebut telah berjalan selama setahun.

"Pengajuan(KUR BRI)nya lewat saya sendiri, bukan Bank Sampah Asri Mandiri. Karena untuk mempermudah (pencairan), perlu ada izin edar dan segala macam perizinan, yang itu saya yang sudah (punya). Bank Sampah Asri Mandiri belum (punya). Jadi agar lancar, pengajuannya lewat saya pribadi," tutur Asih.

Dengan adanya bantuan permodalan dari pinjaman BRI tersebut, Asih mengaku sangat terbantu dalam upayanya mengembangkan bisnis Hejona ke depan. Misalnya saja dari segi produksi, dengan adanya KUR BRI maka Asih bisa memproduksi berbagai olahan daur ulang secara lebih banyak.

Dengan hasil produksi lebih banyak, maka Asih dapat melakukan distribusi penjualan secara lebih lancar. Dengan demikian, dapat diharapkan barang yang laku bisa lebih banyak.

"Kan kita sistemnya titip jual ke banyak toko. Di swalayan, toko alat tulis, dan sebagainya. Dengan produksi lebih banyak, maka stok produk kita di masing-masing toko itu jadi lebih banyak juga, sehingga terlihat lebih menarik. Dari sana, alhamdulillah, penjualan juga lebih lancar," ungkap Asih.

Dalam sebulan, dikatakan Asih, pihaknya sedikitnya bisa menjual sekitar 10 sampai 15 item produk, dengan rentang harga mulai dari Rp6.000 hingga Rp100-an ribu per item.

Volume tersebut belum lagi memperhitungkan penjualan lewat jalur pemesanan grosir, yang terkadang didapat dalam bentuk souvenir pernikahan atau acara-acara diskusi di perkantoran.

Bank Sampah

Dengan kemampuan penjualan yang cukup moncer tersebuut, diakui Asih, Hejona sejauh ini telah menjadi salah satu lini bisnis paling menguntungkan dan merupakan tulang punggung kinerja Bank Sampah Asri Mandiri secara keseluruhan.

Mengingat, Bank Sampah Asri Mandiri sendiri telah berdiri jauh sebelum Hejona resmi beroperasi. Kegiatan Bank Sampah Asri Mandiri, dikisahkan Asih, pertama kali tercetus di RW 6, Desa Benteng, pada Desember 2013 lalu.

Ide mendirikan bank sampah diakui Asri awalnya lantaran terpaksa, seiring dengan terlalu penuhnya (over capacity) Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) di Galuga, Kecamatan Cibungbulang. Padahal, sudah sejak lama seluruh sampah yang dihasilkan oleh warga Desa Benteng dibuangnya ke TPA tersebut.

"Sehingga mau tidak mau, kalau pun kita tetap membuang ke sana (TPA Galuga), paling nggak kita harus kurangi volumenya. Maka solusinya adalah memilah kembali sampah yang ada. Yang masih bisa dimanfaatkan, didaur ulang, dan masih punya nilai ekonomi, kita pisahkan dan kelola di bank sampah ini," tutur Asih.

Pertama diinisiasi, sebagian besar warga masih merasa kesulitan dalam hal memilah sampah rumah tangganya. Selain itu, proses mengangkut sampah yang telah disortir untuk dibawa ke bank sampah juga menjadi persoalan tersendiri bagi masyarakat sekitar.

Di lain pihak, bagi Bank Sampah Asri Mandiri, proses pengolahan terhadap pasokan sampah yang menumpuk juga menjadi tantangan. Dalam hal ini, pengurus Bank Sampah Asri Mandiri harus cekatan dan terus berinovasi agar proses daur ulang bisa lebih lancar dan dapat berjalan lebih massif.

Karena itulah, muncul kemudian ide membentuk sejumlah lini bisnis berdasarkan bahan baku dari limbah yang didaur ulang.

"Dari sana lah kemudian kita dirikan Hejona, lalu juga  Karindra, dan mungkin nanti ada yang lain lagi, harapannya agar proses daur ulang bisa berjalan lebih massif, sehingga pasokan sampah tidak perlu menumpuk terlalu lama, sudah bisa kita olah jadi produk baru yang siap dipasarkan," papar Asih.

Pegadaian

Sementara, di tengah outputnya yang diperbanyak dan dipercepat proses produksinya, Bank Sampah Asri Mandiri juga kembali berinovasi dengan bekerja sama dengan PT Pegadaian (Persero), yang juga merupakan salah satu entitas bisnis di bawah naungan BRI Group.

Kerja sama yang dilakukan, yaitu dengan mengkonversi tabungan sampah masyarakat untuk dijadikan tabungan emas.

Selain untuk lebih menyemangati masyarakat karena tabungan sampahnya bisa 'disulap' menjadi emas, langkah ini juga sekaligus menjadi terobosan untuk memitigasi risiko atas makin banyaknya saldo rekening tabungan sampah masyarakat yang dipercayakan di Bank Sampah Asri Mandiri.

"Jadi kita sepakati bahwa setiap saldo nasabah lebih dari Rp50 ribu, maka akan kita konversi ke tabungan emas. Ini sangat membantu pengurus (bank sampah) agar tidak menyimpan uang nasabah dalam jumlah banyak, karena sangat berisiko. Dengan dikonversi ke tabungan emas, kan barangnya bukan lagi di kami (pengurus) tapi di Pegadaian," urai Asih.

Tak hanya tabungan emas, Asih bersama kolega juga terus berinovasi dengan membuka program sedekah sampah, yaitu dengan membangun tempat-tempat penampungan sampah di sudut-sudut kampung untuk dijadikan tempat pengumpulan sedekah sampah.

Tak seperti tabungan sampah yang uangnya bakal dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk rekening tabungan, nilai keuntungan dari sampah yang terkumpul lewat sedekah sampah akan diserahkan kepada Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) sebagai sedekah masyarakat.

"Intinya kita perluas semua cakupan kinerja kita. Dari segi output, kita perluas dengan adanya Hejona, Karindra, lalu juga dengan penjualan ke pengepul untuk didaur ulang lebih lanjut. Nah dari segi input, kita juga perbanyak opsi, mulai dari tabungan biasa, tabungan emas, sampai mungkin yang fokusnya lebih ke charity, kita punya sedekah sampah. Jadi lengkap," tandas Asih.

Desa BRILian

Dengan berbagai inovasi dan kiprah yang luar biasa tersebut, Bank Sampah Asri Mandiri pun turut berperan besar terhadap prestasi Desa Wisata Benteng, sehingga pada akhir 2022 lalu sukses tampil sebagai salah satu dari lima pemenang Program Pendampingan Desa BRILian, yang digelar oleh Bank BRI.

Atas kemenangan tersebut, Desa Wisata Benteng pun berhak menerima dana hibah sebesar Rp1 miliar, yang dibagi pada seluruh unit kegiatan di bawah naungannya, termasuk juga Bank Sampah Asri Mandiri, dalam bentuk pengadaan sarana-prasarana penunjang kegiatan.

"Alhamdulillah, (dana hibah Desa BRILian) sangat membantu dalam hal melengkapi segala peralatan operasional. Untuk perbaikan kantor juga, sehingga kinerja lebih bagus. Nasabah saat menyetor sampah ke sini juga jadi lebih nyaman," aku Asih.

Tak hanya itu, sumbangsih Pegadaian dan juga Bank BRI melalui perantara Desa BRILian juga dirasakan dalam bentuk bantuan pengadaan armada motor bak yang digunakan untuk menjemput langsung sampah-sampah dari rumah nasabah.

Dengan demikian, para nasabah tidak perlu lagi repot-repot menyetor ke bank sampah dan justru petugas Bank Sampah yang akan mengambil sampah-sampah tersebut langsung ke rumah nasabah.

Sejak saat itu, dengan segala kepraktisan dan manfaat ekonomi yang didapat, jumlah nasabah Bank Sampah Asri Mandiri pun melonjak drastis, mulai dari warga RW tetangga, desa sebelah, hingga kecamatan-kecamatan lain di sekitar kawasan Ciampea.

"Secara total kapasitas (sampah) yang kita kelola sekarang per minggu bisa sekitar 300-kilogram. Dari situ kita pilah-pilah lagi. Yang bisa kita daur ulang, ya kita proses. Baru residunya, yang sudah tidak bisa diolah lagi, kita buang lagi ke Galuga," papar Asih.

Dari volume sampah sebanyak itu, Asih menjelaskan, Bank Sampah Asri Mandiri secara rata-rata bisa meraup omzet minimal sekitar Rp2 juta per bulan. Dari dana tersebut, minimal sebesar 20 persen akan dihitung sebagai pemasukan pengurus untuk membiayai kinerja operasional bank sampah.

Baru sekitar 80 sisanya akan dibayarkan kembali ke nasabah sebagai keuntungan yang terkumpul di tabungan masing-masing, baik dalam bentuk tabungan biasa, tabungan emas, maupun tabungan sedekah yang akan disetorkan ke pihak DKM.

Dengan demikian, Asih berharap tidak ada lagi alasan bagi masyarakat untuk tidak ikut mendukung gerakan bank sampah ini. Dengan begitu, secara tidak langsung Bank Sampah Asri Mandiri turut berperan dalam menjaga lingkungan, sekaligus juga meningkatkan ekonomi masyarakat secara keseluruhan.

Selain itu, lanjut Asih, dengan kinerja yang sudah berjalan dengan demikian baik ini, Bank Sampah Asri Mandiri diharapkan juga dapat turut berkiprah dalam mendukung kampanye global 'utopian zero waste', yang selama ini diusung oleh komunitas pedulu lingkungan di level internasional.

"Semoga (upaya) ini, selain juga sebagai tabungan yang dapat membantu meningkatkan ekonomi, juga jadi 'tabungan' kami para pengurus untuk memberikan warisan yang baik untuk masa depan. Gerakan yang baik, kebiasan yang baik, dan tentunya bumi yang semoga bisa terus nyaman untuk ditempati, sampai anak-cucu nanti," tegas Asih.

Tempat Belajar

Peran dan kiprah Bank Sampah Asri Mandiri juga diakui sepenuhnya oleh Ketua Desa Wisata Benteng, Wahyu Syarief Hidayat.

Sebagai lembaga yang menaungi kegiatan bank sampah di bawah Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), Wahyu mengaku salut atas semangat dan komitmen para pengurus Bank Sampah Asri Mandiri, sehingga dapat memberikan dampak positif secara maksimal bagi masyarakat Benteng.

"Mereka ini, saya akui, dedikasinya luar biasa. Sejak 2013 lalu berjuang secara mandiri, sama sekali tidak ada bantuan dari desa, dari mana-mana, mereka gotong-royong sendiri hingga sampai sebesar sekarang," ujar Wahyu, saat dihubungi terpisah.

Karenanya, menurut Wahyu, tak sedikit pihak-pihak lain yang datang berkunjung, mulai dari yang hanya ingin tahu, belajar lebih dalam dan bahkan secara khusus ingin mendapat mentoring dari Bank Sampah Asri Mandiri untuk juga dapat membangun gerakan sejenis di wilayahnya.

"Sebagai bagian dari Desa Wisata Benteng, banyak dari pelajar, mahasiswa atau kelompok pecinta lingkungan yang datang untuk belajar ke Bank Sampah Asri Mandiri. Lalu juga para pengurus desa lain, bahkan dari kota-kota lain, datang berguru ke Bu Asih tentang bagaimana caranya menginisiasi bank sampah agar sukses seperti di Benteng ini," tutur Wahyu.

Selain mengajari pihak lain, dikatakan Wahyu, Asih dan para pengurus Bank Sampah Asri Mandiri juga secara aktif terus meningkatkan kemampuan dengan mengikuti berbagai pelatihan tentang pengelolaan bank sampah yang diselenggarakan oleh berbagai pihak.

Bahkan, guna sekaligus refreshing, para pengurus Bank Sampah Asri Mandiri juga secara rutin tiap tahun melakukan kunjungan ke bank sampah di kota-kota lain, untuk dapat studi banding sekaligus melihat langkah-langkah pengembangan yang bisa dilakukan selanjutnya.

RFD

Terbaru, Wahyu menjelaskan, Bank Sampah Asri Mandiri juga tengah berupaya mencari cara untuk dapat menyuplai sampah ke PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) untuk diolah menjadi refuse derived fuel (RFD) sebagai bahan bakar alternatif dalam proses produksi semen.

Namun, untuk dapat bekerja sama mengirimkan suplai sampah olahan, pihak Indocement mensyaratkan agar  pengiriman stok sampah dapat dilakukan minimal tiap lima ton. Karenanya, pihak Bank Sampah Asri Mandiri sejauh ini masih terkendala lahan guna dapat mengumpulkan stok sampah sebanyak itu.

"Nah (masalah) ini sekarang yang jadi challenge yang mau mereka pecahkan. Karena kami di pemukiman, di perumahan gitu ya, kan susah mau menyetok sampah sampai lima ton gitu. Tapi bukan berarti tidak mungkin. Bu Asih dan tim sedang mencoba mencari solusinya. Dan saya yakin mereka bisa," tegas Wahyu. (TSA)

SHARE