Konsumsi Pemerintah Terkontraksi 0,33 Persen di Kuartal II-2025, Ini Penyebabnya
Ada beberapa faktor penghambat yang menyebabkan pelemahan realisasi konsumsi pemerintah.
IDXChannel - Realisasi konsumsi pemerintah pada kuartal II-2025 tercatat mengalami kontraksi sebesar 0,33 persen secara tahunan (yoy). Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran terhadap daya dorong fiskal dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi nasional di tengah tantangan global.
Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Universitas Indonesia (UI) Ima Mayasari menyebut ada beberapa faktor penghambat yang menyebabkan pelemahan realisasi konsumsi pemerintah. Misalnya, ada banyak proyek kementerian yang terkendala masalah administrasi.
"Banyak proyek di kementerian misalkan terkendala karena dokumen pengadaannya baru selesai di pertengahan tahun. Nah, kalau kemudian sudah bisa dilakukan lelang di awal tahun lalu, kemudian di semester II tentu akan lebih mudah di dalam realisasinya," ujar Ima saat diwawancarai pada Senin (11/8/2025).
Dia juga menyoroti persoalan teknis lain seperti revisi anggaran dan rincian kegiatan yang kerap menyebabkan keterlambatan penyerapan anggaran. Menurutnya, hal ini perlu diantisipasi lebih awal untuk mencegah akumulasi pekerjaan di akhir tahun.
Lebih lanjut, Ima menekankan pentingnya memprioritaskan proyek-proyek yang sudah siap eksekusi, terutama proyek belanja modal yang berdampak besar terhadap perekonomian namun memiliki waktu pelaksanaan yang lebih panjang.
"Belanja modal di dalam infrastruktur itu sendiri atau peralatan pada umumnya memiliki nilai yang besar dan memiliki multiplier efek yang sangat tinggi, tetapi juga memerlukan waktu eksekusi yang lebih panjang. Ya, tentu strateginya adalah memprioritaskan proyek yang kemudian sudah siap untuk kemudian dilakukan eksekusi," kata dia.
Ima juga mendorong Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk mengambil peran lebih aktif dalam mendorong percepatan belanja, salah satunya dengan memberikan peringatan dini (early warning) kepada kementerian/lembaga yang memiliki serapan rendah, sekaligus memberikan insentif berbasis kinerja anggaran.
"Dan tentu kita perlu melakukan mitigasi di risiko di akhir tahun. Jangan sampai ini kemudian menjadi pola seperti kejer tayang gitu ya, yang kemudian menurunkan kualitas daripada output dan memimpin kepada risiko terkait dengan audit itu sendiri," tutupnya.
(Dhera Arizona)