Konsumsi Pertalite Capai 76,38 Persen hingga Akhir Oktober 2023
Kementerian ESDM mengungkapkan tingkat konsumsi bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite telah mencapai 24,87 juta kiloliter (kl).
IDXChannel - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan tingkat konsumsi bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite mencapai 24,87 juta kiloliter (kl) hingga akhir Oktober 2023. Jumlah itu 76,38 persen dari kuota yang ditetapkan tahun ini sebanyak 32,56 juta kl.
Sementara solar subsidi hingga akhir Oktober 2023 mencapai 14,52 juta kl atau sekitar 85,41 persen dari kuota yang ditetapkan sebesar 17 juta kl.
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan, pihaknya telah meminta PT Pertamina untuk mengoptimalkan pendistribusian Jenis Bahan Bakar Tertentu (JBT/Solar) dan Jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP/Pertalite) agar sesuai dengan alokasi yang telah ditetapkan.
"Intinya, kita minta Pertamina mengoptimalkan pendistribusian sesuai alokasi dan menjaga supply untuk konsumen tidak kurang sampai dengan akhir tahun," kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (3/11/2023).
Arifin juga berkomentar mengenai beberapa badan usaha yang menurunkan harga BBM nonsubsidi per 1 November 2023 lalu. Dia mengatakan, harga BBM nonsubsidi tersebut mengikuti indeks harga minyak internasional saat ini.
"Ya jadi minyak kan sekarang sudah USD92, USD96 pernah ya. Sekarang balik lagi USD86 jadi fluktuasi. Jadi ini juga turun naik mengikuti fluktuasi harga minyak internasional tapi (untuk) subsidi tetap," ujarnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Dirjen Migas) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga keekonomian Pertalite masih lebih tinggi Rp2.000 per liter dibandingkan harga jual saat ini.
"Harga ekonominya masih lebih (dari harga jual). Lebihnya bisa sekitar Rp2.000-an," ucapnya ketika ditemui di Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (1/11/2023).
Dengan begitu, Tutuka mengaku dirinya belum melihat peluang penurunan harga Pertalite.
"Kita belum melihat itu," kata dia.
Tutuka menilai bahwa harga minyak saat ini memang masih tidak stabil. Pasalnya, ketika perang Hamas-Israel memanas, ternyata harga minyak mentah dunia menurun.
"Coba Anda lihat bahwa Hamas makin keras, tetapi harga minyak bisa turun. Jadi artinya apa? Artinya, Arab Saudi yang betul-betul menjaga dan mengurangi supaya harga tetap," kata dia.
"Sejak kemarin dia (Arab Saudi) mengurangi suplai. Tapi pada saat tentu dia akan menambah suplai. Jadi ya perannya Arab Saudi itu dan OPEC+ itu menentukan," ucap Tutuka.
(RNA)