KTT ASEAN 2023, Kemitraan Strategis Dukung Ketahanan Ekonomi Kawasan
Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) optimistis negara-negara di ASEAN bisa menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi dunia.
IDXChannel - Indonesia menjadi tuan rumah KTT ASEAN ke 42 pada 2023. Bertempat di Labuan Bajo, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), KTT ini menjadi ajang pertemuan pemimpin di kawasan Asia Tenggara.
Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) optimistis negara-negara di ASEAN bisa menjadi motor penggerak pertumbuhan ekonomi dunia.
"Kita punya side kuat sebagai epicentrum of growth yaitu ekonomi yang tumbuh jauh di atas rata-rata dunia, kemudian bonus demografi, dan kestabilan kawasan yang terjaga," jelasnya dalam pidato pembukaan puncak pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN Ke-42, Rabu (10/5/2023).
Apalagi, kata Jokowi, saat ini ekonomi global belum sepenuhnya pulih, rivalitas makin tajam, dinamika dunia makin tidak terprediksi.
"Dan yang menjadi pertanyaan apakah ASEAN akan menjadi penonton? Apakah ASEAN hanya akan diam? Dan apakah ASEAN mampu menjadi motor perdamaian dan pertumbuhan?" ujar Jokowi.
Sehingga ke depan, kata Jokowi, ASEAN harus makin memperkuat integrasi ekonominya, memperkuat kerja sama inklusi, termasuk implementasi aset dan memperkokoh arsitektur kesehatan, pangan, energi, dan stabilitas keuangan.
"Mari bekerja keras menjadikan ASEAN Matters Epicentrum of Growth dan dengan ini saya nyatakan KTT Ke-42 ASEAN dibuka," kata Jokowi sembari mengetuk palu tiga kali tanda puncak acara KTT ASEAN sudah dimulai.
Seperti apa kondisi perekonomian kawasan regional ini dan bagaimana proyeksi serta kerja sama ekonomi ASEAN dapat dikembangkan ke depan?
Ekonomi ASEAN Stabil di Tengah Guncangan
Ekonomi global sedang tidak baik-baik saja. Proyeksi IMF menyebutkan pertumbuhan ekonomi global 2023 diperkirakan hanya tumbuh sebesar 2,7%.
Angka ini menurun dibandingkan 3,2% pada 2022 dan 6% pada 2021 dan di tengah ancaman resesi yang masih membayangi.
Sementara itu, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) mewarnai kondisi ekonomi saat ini dan diprediksi masih akan terus berlanjut.
Di tengah kondisi ini, pertumbuhan ekonomi kawasan Asia Tenggara masih berada di atas pertumbuhan rata-rata dunia.
Dalam satu dekade terakhir, rata-rata pertumbuhan tahunan ASEAN mencapai 3,98%, di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi global sebesar 2,6%.
Ekonomi di Asia Tenggara didominasi oleh lima motor utama, yakni Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, dan Vietnam.
Berdasarkan kerangka proyeksi OECD Development Center, rata-rata pertumbuhan PDB riil ASEAN diperkirakan mencapai 4,6% pada 2023 dan 4,8% pada 2024. Meskipun lebih lambat dibandingkan 2022, namun ekonomi ASEAN menunjukkan ketahanan.
Sejumlah negara ASEAN juga masih diproyeksi mencatatkan resiliensi ekonomi setahun ke depan meskipun guncangan global masih menghantui. (Lihat tabel di bawah ini.)
Jika ditelaah per negara, PDB riil Indonesia tumbuh sebesar 5,3% sepanjang 2022. Kondisi ini didorong oleh konsumsi domestik, investasi, dan ekspor yang kuat.
Beralih ke negara tetangga, PDB riil Malaysia tumbuh sebesar 8,7% pada 2022, dipimpin oleh konsumsi domestik dan jasa.
Namun ekspor bersih memberikan kontribusi negatif terhadap pertumbuhan.
Pada 2023, pertumbuhan ekonomi Malaysia diperkirakan akan melambat menjadi 4,0% akibat perlambatan ekonomi global dan pengetatan kebijakan moneter.
Beralih ke Filipina, PDB riil negara ini tumbuh sebesar 7,6% sepanjang 2022, didorong oleh pengeluaran rumah tangga, meskipun ada tekanan inflasi dan kenaikan suku bunga.
Di Thailand, PDB riil tumbuh sebesar 2,6% pada 2022, didukung oleh konsumsi pribadi dan ekspor bersih.
Perekonomian Viet Nam tumbuh paling tinggi di antara negara ASEAN lainnya sebesar 8% pada 2022. Pencapaian ini bahkan melampaui tingkat pertumbuhan global, dan diperkirakan akan melanjutkan kinerja kuatnya sebesar 6,4% pada 2023.
Viet Nam masih menjadi negara favorit tujuan investasi asing di bidang manufaktur, terutama di bidang elektronik, mesin, dan alas kaki.
Di lain pihak, ekonomi Brunei Darussalam masih berusaha untuk pulih dengan pertumbuhan 0,9% pada Q3 tahun lalu, tetapi secara keseluruhan masih terkontraksi 1,5% pada 2022.
Capaian ini mengakhiri tujuh kuartal pertumbuhan negatif akibat pembatasan terkait Covid-19 dan pemeliharaan fasilitas minyak dan gas negara tersebut.
Perekonomian Brunei diproyeksikan tumbuh sebesar 3,2% pada 2023, dibantu oleh investasi di industri pupuk.
Singapura, salah satu negara kaya di Asia Tenggara diproyeksi akan mengalami pertumbuhan PDB riil moderat menjadi 2,2% pada 2023 karena melemahnya sektor perdagangan.
Jasa memberikan kontribusi terbesar terhadap pertumbuhan Singapura, sementara inflasi yang tinggi tetap menjadi perhatian.
Perekonomian Kamboja tumbuh sekitar 5,1% pada 2022 dan pertumbuhan diproyeksikan akan berlanjut pada 5,4% pada 2023.
Sektor manufaktur memainkan peran penting dalam pemulihan ekonomi. Adapun sektor pariwisata diperkirakan akan meningkatkan pertumbuhan pada 2023 dan menjadi penopang ekonomi ASEAN.
Menurut Goldman Sachs, Thailand dan Malaysia dapat membukukan pertumbuhan empat persen sepanjang 2023 dengan normalisasi pariwisata dan perjalanan global.
Analis S&P Global juga berpendapat bahwa perlambatan global akan memiliki dampak yang lebih kecil pada ekonomi Asia Tenggara.
Hal ini karena didorong oleh permintaan domestik seperti Indonesia dan Filipina, akan mengalami pertumbuhan setidaknya 5% pada tahun 2023.
Perusahaan investasi dan berbasis di AS ini berpendapat bahwa pertumbuhan domestik permintaan semakin pulih di Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand, setelah pandemi Covid-19 berakhir.
Pasar Keuangan Tetap Menarik
Di pasar keuangan, kawasan ini menunjukkan ketahanan di tengah gejolak dan risiko di pasar keuangan global.
Pada paruh kedua 2022, negara-negara berkembang Asia menghadapi kondisi keuangan yang menantang karena pengetatan kebijakan moneter yang agresif oleh negara-negara maju utama.
Kondisi ini sempat menyebabkan imbal hasil obligasi naik dan mata uang terdepresiasi. Meski demikian, kapitalisasi pasar saham di kawasan Asia Tenggara tetap kuat pada 2022.
Belum lama ini, sektor perbankan global juga mengalami gejolak signifikan pada Maret 2023 dengan kegagalan Silicon Valley Bank (SVB) dan Signature Bank.
Meski demikian, sektor perbankan di negara Emerging Asia, termasuk ASEAN tetap tangguh.
Secara keseluruhan, stabilitas sektor perbankan tetap kuat di banyak negara berkembang Asia, yang dikonfirmasi oleh rasio kecukupan modal yang tinggi dan kebijakan kehati-hatian yang lebih baik.
Sementara sektor perbankan harus dipantau secara hati-hati terutama melihat era inflasi dan suku bunga tinggi seperti saat ini. (Lihat grafik di bawah ini.)
Di sisi investasi, Foreign Direct Investment (FDI) sempat terpantau menurun pada 2022. Namun ada tanda-tanda pemulihan pada 2023.
Mengutip ulasan James Guild di The Diplomat (21/2/2023), aliran investasi asing di Asia Tenggara telah dipengaruhi oleh kondisi kredit global yang lebih ketat.
Hal ini akan menyebabkan perlambatan dan, dalam kasus tertentu, akan mendorong keluarnya arus modal sementara dari wilayah Asia Tenggara.
Tanda-tanda stabilisasi pada kuartal ketiga 2022 sempat membuat pasar Asia yang sedang berkembang akan tetap menjadi tujuan yang menarik untuk investasi asing langsung.
Di pasar saham, jika melihat IHSG, meskipun ada momok pelarian modal, kapitalisasi pasar perusahaan yang terdaftar meningkat sebesar 34 persen sepanjang 2022.
Nilai kapitalisasi pasar IHSG ini mencatatkan level tertinggi sepanjang sejarah (all time high) pada akhir 2022.
Rekor itu tercapai pada 27 Desember 2022 sebesar Rp9.600 triliun.
Tak hanya itu, FDI Indonesia selama tiga tahun terakhir juga tetap stabil di sekitar USD 20 miliar per tahun.
Cerita serupa terjadi di Thailand, di mana setelah penurunan besar pada 2020, investor mulai kembali ke pasar saham Thailand setahun berikutnya.
Meskipun sempat terjadi aksi jual jangka pendek, pasar telah berjalan cukup solid sejak saat itu.
Menurut Bank of Thailand, investasi asing langsung lebih tinggi pada tiga kuartal pertama tahun 2022 dibandingkan dengan tiga kuartal pertama 2019.
Peluang Penguatan Perdagangan
Salah satu kunci pertumbuhan ekonomi kawasan adalah perdagangan yang saling menguntungkan.
Bagi Indonesia, ini dapat menjadi peluang untuk semakin memerkuat perdagangan regional.
Singapura masih menjadi mitra dagang utama Indonesia di kawasan ASEAN pada 2022. (Lihat grafik di bawah ini.)
Sepanjang tahun lalu, total nilai perdagangan Indonesia dengan Singapura mencapai USD 33,8 miliar.
Angka ini terdiri dari ekspor dan impor Indonesia masing-masing senilai USD 14,4 miliar dan USD 19,4 miliar.
Secara kumulatif, nilai perdagangan dengan Singapura paling besar dibanding transaksi dengan negara-negara tetangga lain.
Namun, jika dirinci berdasarkan arus perdagangannya, pasar ekspor terbesar Indonesia pada 2022 adalah Malaysia, sedangkan pasar impor nomor satu Singapura.
Pada 2022 Indonesia juga banyak berdagang dengan Thailand, Filipina, dan Vietnam. Sementara perdagangan dengan Myanmar, Brunei, Kamboja, Timor Leste, dan Laos nilainya masih kecil.
Sementara berdasarkan laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor nonmigas per Maret 2023 terbesar adalah ke China yaitu USD5,67 miliar dan kedua ke ASEAN sebesar USD 4,09 miliar.
Adapun negara pemasok barang impor nonmigas terbesar selama Januari–Maret 2023 adalah China senilai USD 15,04 miliar (32,26%), Jepang USD4,25 miliar (9,12%), dan Thailand USD2,92 miliar (6,26%). Impor nonmigas dari ASEAN USD8,07 miliar (17,31%). (Lihat grafik di bawah ini.)
Pentingnya Kerjasama Jalur Keuangan
Indonesia juga memperkuat kerjasama keuangan dengan memperkuat dedolarisasi dengan Local Currency Transaction (LCT).
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berpendapat momentum Keketuaan ASEAN 2023 dapat dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memperluas kerjasama penggunaan mata uang lokal ini.
Menurut Bima, LCT dapat memberikan dampak positif yang bersifat jangka panjang terhadap stabilitas mata uang bila dijalankan dengan baik.
Sebab, ia berperan dalam mengurangi ketergantungan negara terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Artinya, negara-negara yang terlibat dalam kerja sama LCT bisa menghindari risiko dari fluktuasi dolar AS.
Bhima juga menilai inisiatif LCT merupakan opsi terbaik yang bisa dilakukan untuk memperkuat kerja sama keuangan di kawasan saat ini.
“Saya kira itu yang paling rasional sebelum menggagas mata uang bersama di ASEAN, misalnya. Jadi, lebih baik fokus dulu pada pemanfaatan mata uang lokal,” jelas Bhima.
Dirinya pun merekomendasikan pemerintah untuk memberikan insentif kepada eksportir dan importir sebagai pelaku utama dalam transaksi perdagangan kawasan.
Pasalnya, ia melihat penyerapan mata uang lokal di kalangan eksportir dan importir terbilang masih rendah.
Misalnya, dalam transaksi perdagangan antara Thailand dan Indonesia, porsi penyerapan penggunaan mata uang lokal masih berada di kisaran 4%.
Hal itu menunjukkan perdagangan logistik masih lebih banyak yang mengandalkan pembayaran dengan menggunakan mata uang non-lokal, seperti dolar dan euro.
Sejumlah indikator ekonomi yang baik kawasan Asia Tenggara menjadi potensi yang perlu diperkuat melalui kerjasama regional. KTT ASEAN 2023 diharapkan mampu memberikan hasil konkret untuk semakin memperkuat taji Asia Tenggara di mata dunia di tengah kemunduran negara-negara ekonomi utama dunia. (ADF)