Langkah Pemerintah Naikkan Harga BBM Diklaim Sudah Tepat, Ini Alasannya
pemerintah perlu transparan dan menyebutkan alasan mengapa harga BBM harus naik, dan bagaimana pemerintah mengatasi isu pangan.
IDXChannel - Ekonom senior, Aviliani, mengatakan bahwa kini ada dua isu yang marak dibicarakan di masyarakat, yaitu isu BBM dan isu pangan. Dia mengatakan, pemerintah perlu transparan dan menyebutkan alasan mengapa harga BBM harus naik, dan bagaimana pemerintah mengatasi isu pangan.
"Pada dasarnya, pemerintah di asumsi 2022 itu harga minyak USD80 per barel, tapi ketika ada perang Rusia-Ukraina, supply shock, menyebabkan harga sampai USD105 per barel. Mau tidak mau harga BBM harus naik, apalagi sebenarnya kebijakan pemerintah tentang harga minyak tidak disubsidi lagi, jadi mereka (harga BBM) akan naik dan turun sesuai harga minyak dunia, karena kita juga masih tergantung impor," ujar Aviliani, dalam Rilis Survei Nasional LSI bertajuk Kondisi Ekonomi dan Peta Politik Menjelang 2024, Minggu (4/9/2022).
Menurut Aviliani, setiap pemerintahan pada dasarnya sudah mengalami hal yang sama. Masalahnya adalah ketika harga BBM sudah murah, seringkali kita melupakan masalah energi baru terbarukan (EBT) atau melakukan efisiensi.
"Jadi kita lakukan kalau sudah kejadian gitu, nanti harga BBM lagi murah, kita lupa lagi. Itu dari zaman pak Habibie sudah gitu, jadi ini pelajaran buat pemerintah, bahwa untuk menangani hal ini, kita harus mempersiapkan diri bagaimana kesinambungan kita mengarah pada energi terbarukan, atau kita pindah ke gas, atau mikrohidro yang saat ini sudah dikembangkan tapi belum tertangani dengan baik karena dianggap skalanya masih kecil," tutur Aviliani.
Pertama, kalau harga BBM tidak dinaikkan, pemerintah yang tadinya subsidinya hanya Rp200 triliun, bebannya menjadi Rp500 triliun. Memang, pada 2 tahun terakhir, pemerintah mendapatkan windfall dari ekspor CPO dan batubara, dimana negara-negara lain sedang membutuhkan komoditas tersebut dalam jumlah banyak menjelang musim dingin.
"Jadi kita mendapatkan dua windfall, satu dari pajak, dan satu dari harga CPO dan batubara. Rencananya sampai akhir tahun ini kan pemerintah mau mensubsidi, tapi baru saja bulan September ternyata subsidinya sudah melebihi dari anggaran, akibatnya pemerintah mau tidak mau memang harus menaikkan," tambahnya.
Aviliani mengatakan, yang masyarakat mungkin belum pahami adalah memang dampak pada inflasi. Tetapi, yang perlu diketahui masyarakat adalah 80% pengguna BBM subsidi adalah bukan masyarakat yang membutuhkan, tapi sebenarnya industri yang menggunakan.
"Yang kedua, mobil-mobil yang paling banyak menggunakan BBM juga yang paling banyak menyedot. Akibatnya, dengan salah sasaran, ibaratnya pemerintah kan bakar uang, ini yang mungkin perlu dipahamkan kepada masyarakat. Tapi pemerintah sudah benar kemarin, ngasih BLT baru kemudian pengumuman harga naik, nah itu harus ada kecepatan dalam menyalurkan BLT-nya agar masyarakat belum mengalami kenaikan harga," tegas Aviliani. (TSA)