ECONOMICS

Luhut Ingin Naikkan Pajak Mobil dan Motor, Ini Tanggapan Ekonom

Atikah Umiyani/MPI 19/01/2024 12:09 WIB

Secara umum penambahan penerimaan pajak sejatinya bisa dialokasikan untuk berbagai kepentingan termasuk di dalamnya kepentingan untuk mendorong pembangunan

Luhut Ingin Naikkan Pajak Mobil dan Motor, Ini Tanggapan Ekonom (FOTO:MNC Media)

IDXChannel - Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Yusuf Rendy Manilet merespon wacana kenaikan pajak mobil dan motor konvensional yang diembuskan Menteri Koordinator Bidang Kemariiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan.

Menurutnya, sebelum wacana itu diberlakukan, penting bagi pemerintah untuk lebih dulu melihat aspek keadilan. Sebab akan menjadi tidak adil apabila pajak ini dikenakan kepada masyarakat yang tidak memiliki opsi lain selain menggunakan transportasi pribadi lantaran di tempat tinggalnya belum tersedia sistem transportasi publik yang terintegrasi. 

"Jadi hemat saya sebenarnya pengenaan pajak BBM ini idealnya diberlakukan ketika sistem transportasi publik di suatu daerah itu sudah terbangun secara baik dan terintegrasi satu sama lain," jelasnya ketika dihubungi MNC Portal Indonesia, Jumat (19/1/2024).

Yusuf menilai, karena kondisi transportasi publik antara satu daerah dengan daerah yang lain ini berbeda maka seharusnya penerapan pajak untuk BBM ini diberikan ke daerah. Sehingga daerah yang kemudian akan memungut dan berkoordinasi antar pemerintah pusat dan daerah yang kemudian akan dijalankan dalam penggunaan pajak tersebut.

"Karena daerah tentu punya kemampuan untuk melihat pembangunan di level mereka dan desakan bersamaan bisa juga menjadi tambahan PAD bagi mereka," imbuhnya. 

Oleh karena itu, Yusuf mengungkapkan, secara umum penambahan penerimaan pajak sejatinya bisa dialokasikan untuk berbagai kepentingan termasuk di dalamnya kepentingan untuk mendorong pembangunan transportasi publik yang lebih baik dan tersebar luas di seluruh Indonesia. 

"Namun demikian, kita juga perlu mendiskusikan pendanaan yang digunakan oleh pemerintah, terutama kalau kita bicara pendanaan dari sektor pajak. Kalau kita bisa bicara detail maka sebenarnya perlu dilihat bagaimana dampak yang kemudian diberikan dari peningkatan tarif pajak," tuturnya.

Sebab menurutnya, tanpa mempertimbangkan daya beli dari masyarakat maka sebenarnya kenaikan tarif pajak di momentum yang tidak tepat justru akan menekan daya beli masyarakat sehingga akan ada aspek atau konsekuensi lain yang muncul di dalamnya. 

Di sisi lain, lanjut Yusuf, bicara soal pengadaan transportasi publik selain dari pajak sebenarnya kombinasi pembiayaan dari pemerintah dan juga swasta juga bisa menjadi salah satu opsi yang kemudian dilakukan oleh pemerintah. 

Katanya, saat ini misalnya ada yang dikenal dengan blended Finance yaitu pembiayaan yang menggabungkan antara dana dari pemerintah dana dari swasta, dan juga dana dari lembaga internasional dan lembaga filantropi. 

"Blende finance inilah yang saya kira menjadi salah satu solusi atau proposal yang bisa diajukan pemerintah terutama dalam aspek pengembangan transportasi publik," pungkasnya.





(SAN)

SHARE